Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMI adalah pelaut Indonesia yang sedang mengais ringgit di Malaysia. Setahun lalu, kami pernah memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR mengenai lapangan pekerjaan tambang minyak lepas pantai. Dalam masukan itu kami sebutkan agar pemerintah membuat peraturan bahwa semua perusahaan export tanker, barge, rig, supply boat, utility boat, crew boat, dan sebagainya harus mempekerjakan orang-orang Indonesia. Kapal-kapal yang disewa di Indonesia harus memakai crew Indonesia. Hampir semua negara memberlakukan ketentuan seperti itu.
Nyatanya, banyak sekali pelaut Indonesia masih menganggur. Sulit untuk mencari kerja di negeri sendiri, yang lebih banyak dikuasai oleh pelaut-pelaut asing. Untuk itu, mereka ingin menjadi pelaut di Malaysia atau Singapura, tapi terbentur biaya. Sedangkan untuk masuk ke negara tersebut, mereka harus membayar fiskal sebesar Rp 500 ribu. Tetapi mereka kerap ditolak.
Menurut pengamatan kami, sebetulnya banyak sekali peluang kerja di lepas pantai untuk pelaut-pelaut Indonesia. Sayang sekali, pemerintah lebih suka menyerahkan pekerjaan itu kepada pelaut asing. Padahal, dibandingkan dengan pelaut Indonesia, gaji pelaut asing jauh lebih besar. Mereka bisa menerima US$ 500 untuk pelaut dengan jabatan paling rendah (AB). Sedangkan pelaut Indonesia hanya menerima Rp 300 ribu untuk jabatan yang sama.
Kami mengharapkan pemerintah membuat kebijakan agar gaji pelaut dan karyawan di lokasi perminyakan lepas pantai menggunakan gaji standar internasional.
ZAINAL ABIDIN DKK.
Pelaut di Malaysia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo