Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Pencekalan Wartawan oleh Wartawan

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA adalah wartawan sebuah kantor berita radio di Jakarta. Sebagai wartawan, saya sangat yakin bahwa kerja jurnalistik adalah kerja mulia, melayani hak masyarakat untuk mendapatkan berita. Karena itu, sudah menjadi hak wartawanlah memperoleh informasi mewakili hak rakyat untuk memperoleh informasi yang jujur dan independen.

Namun, keyakinan saya itu harus berhadapan dengan pelarangan (atau pencekalan) saya sebagai wartawan oleh sekelompok wartawan lain. Saya sangat kecewa karena ternyata pencekalan itu terjadinya dalam dunia jurnalistik, yang telah ikut mendorong iklim keterbukaan saat ini. Ini sangat ironis.

Secara berturut-turut, saya dilarang meliput di Istana Negara dengan alasan saya bukan wartawan anggota ’’kelompok wartawan” di tempat itu. Padahal, sebelumnya, ketika Habibie masih berkuasa, dengan berbekal faksimile dari kantor yang telah lebih dulu dikirimkan kepada Sekretariat Negara, saya bisa meliput acara itu tanpa hambatan apa pun.

Beberapa kali setelah itu, saya juga berhasil melakukan liputan ke Istana dengan lebih dulu meminta izin ke Sekretariat Negara menggunakan faksimile dari kantor.

Ternyata, kedatangan saya beberapa kali ke Istana untuk melakukan liputan membuat wartawan yang biasa meliput di Istana menjadi ’’gerah”. Salah seorang wartawan Istana (yang saya tahu kemudian adalah koordinator wartawan Istana) dengan nada tinggi memperingatkan saya. Ia mengatakan bahwa saya seharusnya mematuhi tata tertib buat meliput di Istana. Ia mengatakan, sebelum bisa meliput di Istana, saya seharusnya lolos litsus (penelitian khusus) serta screening dari badan intelijen seperti BIA atau Bais. Kemudian, setelah itu, saya harus menunggu untuk mendapatkan kartu identitas wartawan Istana berwarna hijau.

Saya awalnya tidak memedulikan ucapan wartawan Istana itu. Sebab, toh, meski tanpa birokrasi yang berbelit itu, saya telah beberapa kali diperbolehkan meliput ke Istana oleh Bagian Dokumentasi dan Media Massa Sekretariat Negara. Tapi ternyata pernyataan keras wartawan Istana itu berbuntut panjang. Keesokan harinya, saya tidak lagi diperbolehkan meliput ke Istana.

Lucunya, alasan yang dilontarkan staf Dokmas yang menolak saya itu sama persis dengan pernyataan wartawan Istana yang diucapkan sehari sebelumnya kepada saya. Bahkan, di akhir penuturannya, staf Dokmas itu mengatakan, kalau sampai saya dibiarkan terus meliput di Istana dengan mudah, wartawan lain yang sudah lama meliput di situ akan memprotes.

Dari pernyataan staf Dokmas itu, saya kemudian menyimpulkan bahwa birokrasi bukan halangan utama bagi saya buat meliput di Istana. ’’Pencekalan” oleh teman-teman satu profesi itulah yang menjadi ganjalan.

Pemerintahan kemudian berpindah dari Habibie ke Gus Dur, tapi pencekalan wartawan oleh wartawan sendiri di Istana terus berlanjut. Saya memang beberapa kali sempat berhasil meliput kegiatan Gus Dur di Istana dan itu pun setelah saya kembali meminta izin kepada Dokmas meski saya belum di-screening. Tapi, saat saya akan meliput sidang kabinet pertama Gus Dur, saya kembali tidak diperbolehkan meliput ke Istana. Kali ini, bukan saya sendiri yang ditolak. Sekitar enam orang wartawan lainnya mengalami penolakan yang sama.

Saya jadi berpikir, hidup di dunia mana saya ini. Ketika masyarakat tengah gandrung dengan kebebasan pers, wartawan yang justru mendapatkan berkah dari kebebasan itu mencekal wartawan lainnya. Mengerikan sekali.

Karena itu, melalui surat pembaca ini, saya mengimbau agar wartawan Istana menghentikan tindakan mencekal wartawan lainnya. Tindakan Anda itu tidak akan membawa keuntungan bagi Anda sekalian di Istana.

Apa pun bentuknya, pencekalan wartawan oleh wartawan lainnya tetap harus dihentikan sekarang juga.

ADE WAHYUDI
Wartawan Kantor Berita Radio 68H
Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus