Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah pengamanan kedatangan Presiden Amerika Serikat George W. Bush berlebihan? (15-22 November 2006) | ||
Ya | ||
34,67% | 457 | |
Tidak | ||
63,51% | 837 | |
Tidak tahu | ||
1,82% | 24 | |
Total | 100% | 1.318 |
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid menilai sambutan pemerintah terhadap rencana kunjungan Presiden Amerika Serikat George W. Bush berlebihan. Dia menyebut salah satu yang berlebihan adalah tindakan mematikan jaringan telepon seluler di sekitar Istana Bogor saat kunjungan Bush ke Indonesia.
Ia mendesak pemerintah agar menyambut kunjungan Bush dengan cara yang wajar. ”Dudukkanlah dia (Bush) seperti tamu negara yang lain, seperti Presiden Cina Hu Jintao ataupun Perdana Menteri Inggris Tony Blair,” ujarnya. Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri Desra Percaya menilai sambutan itu masih dalam batas-batas yang wajar. ”Pengamanan ekstra yang diberikan kepada Bush merupakan standar yang juga dilakukan oleh negara-negara lain, dan semua itu dilakukan dengan berkoordinasi dengan TNI-Polri,” katanya.
Menjelang kunjungan Bush, aparat keamanan memang bersiaga penuh. Jumlah tentara dan polisi yang terlibat dalam penjagaan, menurut sumber di Kepolisian Wilayah Bogor, mencapai 15 ribu orang yang tersebar di ring satu hingga ring tiga. Polisi juga menyisir jalan hingga radius 2 kilometer dari Istana Bogor untuk mengantisipasi bom di dalam tanah.
Kunjungan tersebut juga menyebabkan para pelaku ekonomi di Kota Hujan diperkirakan rugi miliaran rupiah. Kerugian itu timbul akibat lumpuhnya kegiatan ekonomi masyarakat Bogor, terutama di Jalan Ir H. Juanda, Jalan Pajajaran, Jalan Otto Iskandardinata, dan Jalan Sudirman. Jalan-jalan itu diblokir aparat keamanan karena masuk jalur steril. Itu belum termasuk kerugian sosial masyarakat yang tak ternilai harganya karena harus terkurung di rumah.
Kendati demikian, bagi sebagian besar peserta jajak pendapat Tempo Interaktif, pengamanan seperti itu dianggap biasa saja. ”Pengamanan Bush memang perlu ekstra karena banyak orang Indonesia yang tidak suka padanya. Hal itu tidak berlebihan, biasa saja,” ujar Juniel Hutapea, salah satu responden Tempo Interaktif di Jakarta. Hampir semua (64 persen) responden sependapat dengan Juniel.
Sebagian yang lain, sekitar 35 persen, berpendapat sebaliknya. David Achmad, responden di Jakarta, misalnya, menganggap pengamanan itu sangat berlebihan. ”Kalau memang beliau takut datang ke Indonesia, ya, sebaiknya tak usah datang saja,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Sejumlah tokoh memperingatkan adanya serangan balik dari para koruptor terhadap gerakan antikorupsi. Serangan itu antara lain ditujukan pada lembaga pemberantasan korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. ”Corruptors fight back!” kata Zainal Arifin Mochtar, dosen Universitas Gadjah Mada yang juga Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM. ”Ini bukan isapan jempol. Para koruptor menggunakan berbagai cara untuk bebas dari korupsi,” ia menambahkan. Serangan balik dari para penilap uang negara itu, kata mantan Menteri Pertahanan Mahfud Md., bisa menggagalkan perang terhadap korupsi yang diimpikan masyarakat sejak awal bergulirnya era reformasi. Yakinkah Anda bahwa para koruptor mulai melakukan serangan balik terhadap gerakan antikorupsi? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo