Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kami perlu memberikan penjelasan tambahan tentang pungli di KBRI Malaysia dalam rubrik Investigasi majalah Tempo 9 Desember 2007. Pada artikel berjudul ”Agen Berganti Pungutan Tetap” disebutkan: ”muncul agensi baru, antara lain Agency Bangau Sdn. Bhd. milik Khairudin Harahap yang sebelum ini dikenal sebagai tokoh pemrotes Agency di lingkungan KBRI”. Perlu dijelaskan, saya memprotes agensi lama karena mereka tidak memiliki timbang rasa terhadap TKI yang menguruskan penggantian paspornya. Jika melalui agensi, harga SPLP yang hanya 25 ringgit menjadi 250 ringgit. TKI juga tidak memiliki pilihan lain karena loket di KBRI ditutup dan TKI diwajibkan berurusan dengan agensi.
Di era saya menjadi koordinator agensi, TKI punya pilihan lain. Jika tidak mau berurusan dengan agensi, TKI bisa langsung ke KBRI. Uang jasa juga dipatok tidak lebih dari 20 ringgit. Kami juga datang ke kilang dan perkebunan tempat TKI bekerja, sehingga TKI tidak perlu cuti kerja. Jika TKI langsung ke KBRI Kula Lumpur, biaya yang dikeluarkan sekitar 200 ringgit (dua hari tidak kerja rugi 100 ringgit, untuk ongkos dan makan-minum selama permohonan dan pengambilan 100 ringgit). Jadi, agen berganti, pungutan memang tetap, namun pungutan itu manusiawi dan menguntungkan TKI. TKI juga bisa menabung 180 ringgit jika berurusan dengan agensi ketika saya menjabat sebagai koordinator.
KHAIRUDIN HARAHAP 82-2 Jalan Raja Bot, Kuala Lumpur Hp 012-3374380, E-mail: [email protected]
Tanggapan Hotel Kuta Paradiso Bali
MENANGGAPI surat pembaca Tempo edisi 26 November-02 Desember 2007, ”Kecewa Kuta Paradiso Hotel Bali”, pertama-tama kami sampaikan terima kasih, Ibu telah menginap di hotel kami. Mengenai kaca kamar mandi yang pecah, perlu kami berikan penjelasan sebagai berikut.
Segera setelah kejadian, Ibu meminta bantuan advokat di Bali, kemudian terjadi perundingan antara manajemen Hotel Kuta Paradiso dengan advokat yang Ibu tunjuk dan dicapai kesepakatan. Ibu bersedia mengganti kaca yang rusak dengan menyerahkan sejumlah uang dan persoalan dianggap selesai. Perlu juga diluruskan tidak ada tindakan dari manajemen hotel untuk menahan Ibu beserta barang di sebuah ruangan hotel, apalagi sampai mengerahkan satuan pengamanan guna mengawasi Ibu.
Demikian tanggapan dari manajemen Hotel Kuta Paradiso. Kami harapakan Ibu dapat memahami.
MANAJEMEN HOTEL KUTA PARADISO BALI, Bali
RSCM Mengecewakan
DOKTER Nur Rasyid, spesialis Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), mendiagnosis kemandulan yang saya alami karena ada sumbatan. Untuk membuka sumbatan, satu-satunya jalan adalah operasi yang menurut dia sangat sederhana, mudah, dan pasti berhasil. Saya pun menjalani operasi tersebut pada 23 November 2007 di kelas I dan perawatan kamar di kelas utama IV Paviliun Cendrawasih RSCM.
Setelah dioperasi, saya tidak memperoleh informasi dan pelayanan apa pun dari dokter yang bersangkutan dengan alasan dia sedang ke luar negeri. Tak satu pun dokter di Bagian Urologi RSCM yang bersedia menjelaskan atau sekadar melihat luka bekas operasi saya. Alasannya, tidak ada disposisi dari dokter Nur Rasyid.
Akhirnya, pada 5 Desember 2007, 12 hari setelah operasi, saya berhasil menemui dokter Nur Rasyid. Alangkah kecewanya saya ketika dokter tersebut mengatakan operasi gagal. Lebih mengecewakan lagi, dokter Nur Rasysid mengatakan bahwa operasi yang dia lakukan bukan untuk membuka sumbatan saluran sperma, tapi hanya untuk mengetahui ada sumbatan atau tidak. Anehnya, dia bilang operasi ini angka keberhasilannya hanya 10 persen. Informasi ini bertentangan sama sekali dengan informasi awal yang saya terima.
Jika dari awal saya diberi tahu, saya pasti tidak akan mau melakukannya. Dengan biaya yang mencapai sepertiga biaya untuk bayi tabung, pihak RSCM telah menipu saya selaku pasien yang telah membayar mahal untuk operasi yang sama sekali tidak berguna.
Jika pasien seperti kami yang membayar sendiri untuk mendapatkan fasilitas terbaik di RSCM saja diperlakukan seperti ini, saya tidak bisa membayangkan nasib pasien dengan fasilitas Askeskin dan JPS yang tidak memiliki pilihan lain kecuali ke RSCM.
TEGUH P. NUGROHO Komnas HAM Jalan Latuharhary 4B, Jakarta Pusat
Gubernur Riau Tak Layak Dapat Penghargaan
DI tengah kasus pembalakan hutan di Riau, Gubernur Riau H.M. Rusli Zaenal justru mendapat penghargaan Satya Lencana Pembangunan Bidang Pendidikan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam acara peringatan Hari Guru Nasional di Pekanbaru, Riau, 25 November silam. Sebelumnya, Rusli Zaenal juga mendapat Satya Lencana Wira Karya Tahun 2007 dan penghargaan Ketahanan Pangan Tahun 2007.
Pemberian penghargaan ini perlu dipertanyakan karena Riau adalah provinsi dengan laju kerusakan hutan paling cepat di Indonesia. Bahkan kepolisian kini sedang menunggu izin Presiden untuk memeriksa Rusli sehubungan dengan kasus pembalakan liar dan pemberian izin HPH ketika ia menjadi Bupati Indragiri Hilir, Riau.
Penghargaan adalah tanda prestasi, dan penerimanya layak dijadikan teladan. Menurut buku petunjuk tentang tanda-tanda kehormatan Republik Indonesia tahun 2007, tanda kehormatan tidak boleh diserahkan apabila yang bersangkutan dalam waktu akan menerima penyerahan tanda kehormatan itu berbuat salah satu dari hal berikut: (a) Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan sifat perjuangan bangsa Indonesia, (b) Sedang dalam urusan perkara tindak pidana karena disangka/dituduh melakukan tindak pidana.
IHSAN KAMIL Warga Riau yang bermukim di Bogor
Anggota DPR Terlalu Dimanjakan
JADI anggota DPR memang serba enak. Setelah mendapat berbagai fasilitas istimewa, anggota DPR kembali dimanjakan dengan pemberian uang sewa rumah berkaitan dengan rencana renovasi Kompleks Perumahan Anggota DPR Kalibata. Pada awal 2008 setiap anggota DPR yang bertempat tinggal di rumah dinas itu bisa mencairkan uang Rp 13 juta per bulan untuk sewa rumah. Menurut Wakil Ketua BURT Nizar Dahlan, renovasi rumah dinas DPR di Kalibata diperkirakan menghabiskan biaya sekitar Rp 107 miliar.
Dalam kondisi perekonomian bangsa yang masih terpuruk dan rakyat Indonesia masih banyak diredam kesulitan, tidak seharusnya uang negara dihamburkan demi menyenangkan hati para anggota DPR. Jika semua anggota DPR memperoleh uang sewa, begitu banyak anggaran yang dikeluarkan. Padahal, kenyataannya, banyak anggota DPR yang tidak tinggal di perumahan DPR. Karena itu, demi penghematan, sebaiknya uang sewa tersebut diberikan kepada anggota DPR yang benar-benar tinggal di kompleks DPR dan yang benar-benar tidak mempunyai tempat tinggal di Jabotabek.
FATIMAH AZHARAH Jalan Anyelir II, Depok Jawa Barat
Tindak Oknum Penjual-Beli Pulau
INDONESIA memiliki banyak pulau kecil berbatasan dengan negara lain. Pulau-pulau ini sangat rawan sengketa dan pengakuan sepihak dari negara yang berbatasan dengan Indonesia. Belum lama ini, Pulau Sipadan dan Ligitan akhirnya dikuasai Malaysia. Kini, kembali pulau-pulau di negeri ini terancam dikuasai pihak asing karena diperjual-belikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dua pulau di NTB, yaitu Pulau Panjang dan Meriam Besar, dipasarkan melalui Internet. Spesifikasi kedua pulau itu dibeberkan dalam bahasa Inggris: seperti pantai berpasir putih nan cantik, air nan jernih bak kristal, dan pohon palem. Letak Pulau Panjang 90 kilometer dari bandara di Sumbawa Besar, sedangkan Meriam Panjang berada 80 kilometer dari bandara yang sama.
Sementara ini kedua pulau tersebut baru dipasarkan. Tapi, di Provinsi Kepulauan Riau, sebuah pulau bernama Segayang sudah dibeli oleh warga negara Singapura. Kepolisian Daerah Kepulauan Riau akhirnya menutup kegiatan pariwisata di pulau itu karena penguasaannya tanpa melalui proses hukum yang benar.
Kasus penjualan pulau ke pihak asing sangat disayangkan, karena melanggar peraturan yang ada. Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, Syamsul Maarif, menegaskan bahwa penjualan pulau tersebut melanggar hukum karena pulau adalah milik negara.
Kasus penjualan pulau ini tidak terlepas dari keterlibatan sejumlah oknum yang ada di pemerintah daerah, yang memberikan izin kepada pihak tertentu dalam melakukan jual-beli pulau kepada warga asing. Otonomi memang memberi daerah kewenangan mengelola sumber dayanya sendiri, tetapi persoalan penjualan pulau di daerah tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada.
YONAS G. Jalan Gandaria Tengah, Kebayoran Baru, Jakarta
Santunan Perpustakaan Keliling Desa
SAYA adalah seorang anggota perpustakaan keliling desa Saba Desa. Kegiatan ini dirintis pada 1988 dalam program Majalah Masuk Desa oleh Bapak Djudju Djunaedi, karyawan perkebunan cokelat Gunung Hejo. Perpustakaan ini kini telah menjangkau delapan desa di Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta.
Setiap sore sehabis bekerja, Pak Djudju berjalan kaki ke desa-desa sambil membawa buku dan majalah untuk dipinjamkan dengan tarif sangat murah supaya terjangkau oleh masyarakat ekonomi lemah. Hanya Rp 200—Rp 500 per buku per minggu.
Tidak ada yang memintanya mengelola perpustakaan ini, tetapi semata-mata kepeduliannya pada penduduk desa yang sering dianggap ketinggalan informasi. Sayang, kegigihan dan keuletannya selama belasan tahun tak pernah mendapat perhatian, terutama dari pemerintah, baik berupa bantuan maupun penghargaan. Saya berharap pemerintah memberikan perhatian kepada perpustakaan Saba Desa.
NINA MARLINA Kampung Darangdan RT 21/06 Darangdan, Purwakarta 41163 Jawa Barat
Beri Kesempatan Pemimpin Baru KPK Bekerja
DUKUNGAN terhadap upaya pemberantasan korupsi telah menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tumpuan harapan masyarakat. Namun terpilihnya Antasari Azhar sebagai Ketua KPK baru disambut pesimistis, bahkan ada yang menolaknya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Agus Nugroho, menilai bahwa selama ini KPK terkesan tebang pilih karena hanya kasus korupsi skala kecil yang diungkap. Karena itu, KPK harus lebih berani menangani kasus korupsi lebih besar, terutama yang diduga melibatkan pejabat negara, tanpa harus menunggu pejabat yang bersangkutan lengser dari jabatannya.
Bagaimanapun, pengurus KPK yang baru telah terpilih. Kita hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuktikan komitmen dalam pemberantasan korupsi.
RINNY RAMDHIKA Perum Pojok Salak Blok P-21 Jonggol, Bogor
Polisi dan DPR Institusi Terkorup
LEMBAGA survei Transparansi Internasional Indonesia (TII), Kamis, 6 Desember silam, merilis hasil survei Global Corruption Barometer (GCB), yang menempatkan Polri sebagai institusi terkorup di Indonesia dengan indeks 4,2, disusul DPR dan lembaga peradilan di urutan kedua dengan indeks 4,1.
Sejumlah anggota DPR menanggapi hasil survei tersebut dengan sengit. Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno berang karena TII dianggap telah membangun citra buruk DPR di masyarakat. Ia bahkan akan menuntut TII apabila tidak ada klarifikasi yang jelas. Effendy Choiry mengatakan, survei ini tidak masuk akal karena DPR hanya bertugas membuat dan mengawasi anggaran. DPR sama sekali tidak punya wewenang mengelola anggaran.
Korupsi dalam pengertian penyalahgunaan kekuasaan memang sering terjadi. Bukan rahasia umum lagi, banyak perilaku korup di kepolisian. Yang paling mudah ditemui adalah di sektor pelayanan seperti pembuatan SIM, STNK, BPKB, dan beberapa kasus yang ditangani reserse, yang membuat buruk citra polisi. Hal ini juga terjadi pada anggota Dewan. Polri dan DPR tidak perlu emosional dan tergesa-gesa dalam menanggapi hasil survei itu. Justru sebaliknya, mereka harus bisa berkaca bahwa ternyata persepsi masyarakat terhadap Polri dan DPR sudah sedemikian buruk.
AGUNG WIRATAMA Jalan Margonda Raya 274, Depok Jawa Barat
Umumkan Nama Penerima Dana BI
KASUS aliran dana Bank Indonesia sedikit demi sedikit terungkap. Ini terlihat dari hasil pertemuan antara Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Tim Audit BI, dan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa, 11 Desember lalu. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbuun mengatakan telah mengantongi sejumlah nama anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 yang diduga menerima aliran dana BI sekitar Rp 31,5 miliar. Namun nama-nama tersebut belum bisa dibuka karena masih dalam proses penyelidikan. Sebagian nama saat ini juga masih menjadi anggota DPR.
Kasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan sudah sering kita dengar, tapi tidak pernah terungkap karena tidak ada bukti kuat yang mendukung. Citra DPR di masyarakat pun menjadi semakin terpuruk. Masyarakat menilai DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Dari survei Transparansi Internasional Indonesia sejak 2005 hingga 2007, terungkap bahwa pada kurun tersebut DPR tetap di posisi empat besar sebagai instansi terkorup di Indonesia, selain Polri, aparat peradilan, dan partai politik. Beberapa anggota DPR malah menuduh hasil survei tersebut tidak masuk akal dan ngawur.
Sikap terbuka BPK yang memberikan laporan keuangan yang selama ini belum diketahui DPR patut kita puji. Meskipun terlambat, momentum ini harus digunakan oleh DPR untuk memperbaiki citranya. Kita sangat berharap masalah ini segera dituntaskan dan mereka yang terbukti terlibat harus dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
TEUKU FACHRI Jalan Awanglong Raya 50, Samarinda Kalimantan Timur
Hati-hati Hongkong Cafe
Pada 16 November 2007 sore, kami meluncur ke Hongkong Cafe (HC)—sebelumnya bernama Cantina—di Jalan Sunda 5, Jakarta Pusat. Saat kami hendak parkir di area yang disediakan HC, petugas valet HC memaksa kami menggunakan jasa mereka. Kami menolak karena banyak barang berharga di dalam mobil kami (notebook, LCD projector, kamera, dan lain-lain). Kami menyatakan bersedia dipanggil jika ada mobil yang tak bisa keluar karena terhalang mobil kami. Namun petugas berkeras mobil yang masuk area parkir HC harus menggunakan jasa valet. Hal ini diperkuat oleh petugas keamanan HC. Jika tidak mau, kami disuruh parkir di tempat lain. Setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya kami diperbolehkan parkir di area HC.
Selesai bersantap, kami mendapati bagasi dan pintu kanan mobil tergores dalam dan panjang, padahal sebelumnya tidak ada. Kami segera menemui Bapak Saleh Mohammed (SM), Assistant Operation Manager HC, yang langsung mengecek mobil kami. Bapak SM menyarankan kami membuat surat resmi yang kami kirim esok harinya, lengkap dengan foto bagian mobil yang tergores.
Beberapa hari kemudian, Bapak Samsidar dari Valet Service HC menelepon dan menyatakan bahwa ini kejadian perusakan mobil yang kedua di area parkir HC, tapi ia berkeberatan mengganti penuh biaya perbaikan. Sepuluh hari setelah kejadian, tidak ada tanggapan resmi dari manajemen HC. Kami sampai tiga kali mengirim surat melalui faksimile ke HC dan PT Arena Gourmet selaku pemilik HC.
Pada 2 Desember, Bapak SM mengirim surat pernyataan penggantian biaya perbaikan hanya Rp 1 juta (yang belum kami terima sampai saat ini) karena perkara ini dianggap oleh manajemen HC sebagai ”sangkaan”. Kami sungguh menyesali pernyataan ”sangkaan” tersebut. Seperti inikah manajemen HC memperlakukan pelanggan: memaksa parkir menggunakan jasa valet dan mengabaikan bukti-bukti yang sudah dilihat dan didengar langsung oleh karyawannya sendiri?
ARISMAN CANDRA Kp. Kelapadua, Tugu, Cimanggis, Kabupaten Bogor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo