Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Geo Dipa
TEMPO edisi 29 November-5 Desember 2021 memuat artikel “Menolak Jadi Tumbal Proyek Geotermal”. Kami meminta hak jawab dan klarifikasi. Tempo memuat nama perseroan kami tanpa klarifikasi, terutama terkait dengan perkembangan proyek eksplorasi panas bumi Wae Sano di Nusa Tenggara Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada paragraf ke-1 baris ke-12 ada pernyataan: “Bagi kami, perkampungan adat lahan pertanian-perkebunan, mata air, tempat-tempat adat, hutan, dan danau itu adalah kesatuan utuh ruang hidup” kata Yosef Erwin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kutipan ini akan menimbulkan misinterpretasi. Faktanya, energi panas bumi merupakan sumber energi ramah lingkungan dan terbarukan. Energi diambil dari kedalaman 1.500-2.500 meter. Sedangkan kedalaman air permukaan biasanya kurang dari 150 meter sehingga pengeboran eksplorasi panas bumi tidak akan mengganggu mata air. Proyek tidak memakai air dari mata air karena tidak cukup debitnya untuk keperluan pengeboran.
Sumber daya panas bumi adalah fluida dari uap air dan air panas. Setelah fluida dimanfaatkan panasnya dan memutar turbin-generator, terjadi proses kondensasi dan pendinginan untuk diinjeksikan kembali ke bumi guna menjaga kesinambungan sumber daya panas bumi. Untuk menjaga kesinambungan panas bumi, area hutan dan kebun juga perlu dijaga sebagai zona resapan air.
Tanah untuk well pad eksplorasi akan disewa dari masyarakat. Pada saat pembersihan dan persiapan lahan, akan ada pencegahan erosi dan tanah longsor. Pada area yang curam, akan dibuat dinding penahan tanah atau ditanami dengan tanaman. Dari hasil survei lahan disampaikan ada 90 keluarga yang lahannya terkena dampak proyek dan terdapat lima lahan komunal serta dua kios.
Berdasarkan social baseline ESIA pada bagian demografi, populasi di tiga desa Wae Sano tahun 2016 sebesar 2.904 jiwa. Dengan demikian, hanya kurang-lebih 3 persen warga Wae Sano yang lahannya terpakai untuk proyek ini. Sementara itu, untuk tanah komunal, umumnya para Tua Golo menginginkan uang kompensasi tanah adat guna membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibutuhkan kampung, seperti saluran air bersih ke rumah warga.
Untuk meminimalkan dampak terhadap kualitas udara, langkah mitigasi yang harus diambil kontraktor adalah menyirami tanah jalan, menggunakan kendaraan yang lolos uji emisi gas buang dan melakukan servis berkala demi memastikan mesin-mesin yang digunakan memenuhi standar yang ditetapkan, memilih kendaraan, memastikan mesin dalam proyek tidak dinyalakan bila tak diperlukan, memantau udara secara teratur dan berkala, serta mengurangi ketinggian saat meletakkan material guna mengurangi debu.
Di area yang terkena dampak proyek terdapat pohon milik masyarakat yang ganti ruginya akan dinegosiasikan. Penguatan jalan ke Wae Sano akan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lain dan memberikan peluang kerja bagi penduduk setempat.
Pada paragraf ke2 baris ke-9 tertera: Warga mulai curiga pada 2018 saat perusahaan menentukan titik-titik sumur bor dan instalasi proyek, seperti tempat pembuangan limbah yang sangat dekat dengan permukiman dan fasilitas umum.
Faktanya, pengeboran sumur eksplorasi menggunakan lumpur berbasis air, yaitu campuran air dan bentonite (semacam lempung), yang ramah lingkungan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan kekentalan atau viskositas lumpur yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Tidak ada limbah yang dibuang ke Danau Sano Nggoang.
Pada paragraf ke-11 baris ke-1 tertera: Persoalan lain adalah letak geografis Wae Sano yang berada di lembah cenderung akan memerangkap penduduknya bila gas beracun keluar dari pembangkit panas bumi. Risiko makin besar jika kejadian tersebut berlangsung pada malam hari, ketika warga terlelap.
Faktanya, kegiatan masih dalam tahap eksplorasi, belum pembangkitan listrik. Walau begitu, potensi gas H2S pada pembangkitan listrik tetap bisa diantisipasi.
Pada paragraf ke-18 baris ke-1 tertulis: Menurut Venansius Haryanto, sikap ini (sikap Keuskupan Ruteng yang dianggap tidak konsisten) mempertegas pengabaian suara masyarakat. Ia mencatat, demi kelancaran proyek, warga dibuat berkonflik satu sama lain.
Ini opini sepihak karena kenyataannya PT Geo Dipa Energi tidak pernah membuat isu yang menyebabkan warga terpecah-belah demi kelancaran proyek. Pengelola proyek telah berkonsultasi untuk memberikan klarifikasi atas segala penolakan yang sudah disampaikan kepada Keuskupan, lalu kepada Presiden.
Riki Firmandha Ibrahim
Pelaksana tugas Direktur Utama PT Geo Dipa Energi
Terima kasih atas tambahan penjelasan Anda. Artikel sudah memuat keterangan PT Sarana Multi Infrastruktur sebagai pelaksana proyek.
RALAT
DALAM artikel “Rumah Isolasi Sepi Penghuni” Tempo edisi 6-12 Desember 2021 tertulis: “BPK memberikan catatan atas kedua proyek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang janggal tersebut.” Kata “kedua” seharusnya “satu”, yakni proyek pengadaan memory card Fujitsu. Mohon maaf atas ketidakcermatan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo