Saya, sebagai tergugat, ingin menanggapi tulisan "Menang Setelah Dituduh PKI" (TEMPO, 21 Desember 1991,Hukum), yang banyak isinya tidak sesuai dengan kejadian di persidangan. Yaitu: 1. Pada Kolom II: yang benar, menurut kejadian, adalah pemilihan kepala desa di Desa Blaru, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati (di kampung penggugat, Soetikno), pada 1986, hanya ada satu calon yang mendaftarkan diri dan ikut ujian Kades, yaitu Sdr. Soekardi (ipar Soetikno). Akhirnya, calon itu terpilih jadi kepala desa hingga sekarang. Sedangkan Soemantoro tidak pernah mendaftarkan diri sebagai Kades. Apalagi, ikut ujian dan tidak lulus seperti ditulis TEMPO. Jadi, jelas, itu tidak benar. 2. Soal tim penyelidik di bawah Pimpinan Letkol. Moedakir: Berdasarkan kesaksian Letkol. Moedakir, yang disampaikan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 13 Agustus 1991, saksi menerangkan: - Bahwa tidak benar saksi adalah Ketua Tim Mabes Polri yang melakukan penyelidikan terhadap kasus Kolonel (Pol) Soetikno H.P. Mabes Polri tidak pernah membentuk tim yang melakukan penyelidikan terhadap kasus Soetikno ke Polwil Pati. Yang ada di Mabes Polri adalah Organ Penelitian Khusus Polri dari Bakorstanas, yang menangani kasuskasus politik, termasuk kasus Kol. Pol. Soetikno H.P. - Saksi tidak pernah memeriksa atau mewawancarai Giharto (tergugat) yang berkaitan dengan diri penggugat sebagai Ketua PPI Pati pada 1962. - Surat pernyataan yang dijadikan bukti di pengadilan -- dari empat orang saksi yang menyebut Tan Kian Hong alias Soetikno bersekolah di SMA Tridharma dan menjadi Ketua PPI Pati pada 1962 -- sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh yang bersangkutan. Data pencabutan ada pada Mabes Polri dan Mabes ABRI. Sedangkan pernyataan dari S. Badrun belum dicabut karena yang bersangkutan telah meninggal dunia. GIHARTO Kelurahan Blaru, Pati Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini