JARINGAN peliputan TEMPO dari hari ke hari terasa masih saja kurang. Lima biro dan sejumlah pusat liputan yang kami dirikan ternyata tak mampu menampung tuntutan pembaca akan kebutuhan informasi. Maka, pada 1991 ini kami memperluas dan membenahi jaringan peliputan di pelbagai kota di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, hampir di semua ibu kota provinsi dan kota-kota yang kami anggap potensial sebagai sumber berita, kami sudah menempatkan tenaga pembantu. Di luar negeri, setelah memperkuat kantor liputan di kawasan negara-negara anggota ASEAN, kami segera memperluas sayap ke Afrika, Amerika Selatan, dan Eropa Timur. Mengapa ada biro dan ada pusat liputan? Sebetulnya, prinsip kedua organisasi itu sama. Bedanya hanya dalam soal ketenagaan. Ada daerah potensi beritanya tinggi sehingga perlu organisasi hesar dan tenaga banyak. Ada daerah yang potensi beritanya rendah sehingga cukup dilayani oleh satu orang. Ada beberapa kriteria untuk menempatkan kantor di daerah. Atas pertimbangan itulah kami baru membentuk lima biro: Sumatera Utara & Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kami berharap dalam waktu dekat kami bisa membentuk biro untuk Indonesia Timur. Salah satu kantor liputan yang kami bangun tahun lalu adalah Palembang. Kami memilih Palembang karena untuk menjangkau provinsi di sekitarnya, Jambi, Bengkulu, dan Lampung, cukup mudah. Kantor liputan Palembang ini kami mulai dengan menempatkan Bersihar Lubis, reporter dari Biro Medan. Ternyata, pilihan kami atas Palembang dan Bersihar tepat. Selama setengah tahun Bersihar di Palembang ternyata tak sedikit berita yang dikirim Bersihar dan kawan-kawan dari sana. Mulai Maret, Bersihar tak lagi kami beri tugas di Palembang. Bekas penyiar RRI Sibolga itu "pulang kampung". Ia kami tugasi sebagai kepala biro di Medan menggantikan mendiang Monaris Simangunsong. Bagi Bersihar, sekalipun baru bergabung dengan TEMPO pada 1978, dunia jurnalistik bukan dunia yang asing. Ketika masih bekerja di RRI Sibolga, ia sudah mulai menulis untuk harian Mercu Suar dan Waspada, dan tetap bermain teater. "Cita-cita awak sebenarnya bukan jadi wartawan, jadi seniman, kayak Mas Goen," ucapnya. Goen yang dimaksud Bersihar adalah Pemimpin Redaksi TEMPO, Goenawan Mohamad. Untuk menggantikan Bersihar di Palembang kami tempatkan Hasan Syukur, reporter di Biro Jawa Barat. Kebetulan Bersihar dan Hasan satu angkatan, dan sama-sama merintis karier jurnalistik di daerah. Hasan, alumnus Fakultas Publisistik Universitas Padjadjaran, banyak pengalaman meliput peristiwa penting di Jawa Barat. Waktu di Bandung, sekalipun kerja wartawan menyita banyak waktu, Hasan masih menyempatkan diri mengurus kegiatan sosial. Ia ikut mendirikan Rotary Club of Bandung Braga dan aktif pula di PWI Cabang Jawa Barat sebagai Kepala Biro Pendidikan. Tentang kepindahannya ke Palembang? "Ibarat prajurit tempur, saya siap diterjunkan di medan mana pun," kata Hasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini