SUDAH menjadi tradisi, setiap awal tahun, TEMPO menurunkan laporan utama tentang RAPBN. Setidaknya, tradisi itu sudah dijalankan sejak awal Pelita III. Kesibukan di antara staf redaksi pun dimulai, sebelum dan sesudah Presiden Soeharto membacakan pidato RAPBN di DPR. Tapi persiapan untuk mengumpulkan bahan tentang RAPBN 1984-1985 ini agak lain dari tahun-tahun sebelumnya. Bukan karena gaji pegawai negeri naik dengan 15%. Melainkan karena pidato penting Presiden itu baru dilakukan pada tanggal 9 Januari, bertepatan dengan jam-jam terakhir naskah harus turun dari kantor majalah TEMPO. Buku tebal Nota Keuangan dan RAPBN 1984-1985 - dengan sampul biru laut - serta bahan-bahan tentang rancangan Pelita IV baru dibagikan Minggu malam, dalam pertemuan dengan para menteri ekuin di Departemen Penerangan yang berakhir pukul 01.00 esok paginya. Mengejar waktu yang mepet, beberapa redaktur dan reporter TEMPO terpaksa bekerja terus pada hari Minggu. Pada hari libur itu, beberapa ekonom yang kami undang, rupanya, Juga mau meluangkan waktu untuk datang berdiskusi di kantor kami. Mereka adalah Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dari FE IJI, Dr. Hadi Soesastro dari CSIS, Sanjoto dari buletin Business News, dan Winarno Zain, manajer keuangan PT Unilever Indonesia di Surabaya, yang sejak dulu membantu TEMPO. Di ruang rapat redaksi, diikuti para wartawan, diskusi yang cukup intensif pun diadakan. Yang dibahas, tentu saja, berbagai aspek ekonomi, keuangan, dan moneter yang terjadi selama ini, serta gambaran anggaran belanja tahun depan. Diskusi dengan mengundang para ahli dari luar, untuk berbagai topik laporan utama, telah sering juga kami lakukan. Antara lain untuk laporan utama Nasional, Olah Raga Pendidikan, Agama, Hukum, di samping Ekonomi Bisnis. Pernah, sewaktu kami mempersiapkan laporan utama tentang bulu tangkis, kami mengundang para juara dan bekas juara di bidang olah raga itu, termasuk Ferry Sonneville, ketika masih menjadi ketua umum PBSI. Kini, dalam mempersiapkan laporan panjang tentang ekonomi Indonesia, sekali lagi para ekonom yang diminta datang. Namun, persiapan untuk membuat laporan utama itu tak berhenti sampai di situ. Sehabis diskusi, para redaktur dan penulis laporan utama itu membicarakan lagi: apa saja yang akan ditulis dalam halaman majalah yang terbatas ini. Esoknya, ketika Presiden membawakan pidato RAPBN, redaksi ekonomi TEMPO kembali melakukan rapat kilat, untuk membicarakan buku nota keuangan yang dibagikan malam sebelumnya. Kerja di TEMPO memang merupakan "kerja keroyokan". Dan salah satu syaratnya: teamwork. Suatu tulisan jadi, apalagi berupa laporan utama, masih harus melewati suatu proses pemeriksaan dan editing yang teliti oleh redaktur pelaksana, sebelum dikirim ke bagian tata muka untuk diset. Setelah itu pun, pemimpin redaksi dan wakil pemimpin redaksi, sebagai penjaga gawang terakhir. masih melakukan pemeriksaan, secara cepat, dan melakukan koreksi, bila dipandang perlu. Proses yang cukup panjang dan tegang ini umumnya baru selesai Selasa subuh. Selain untuk menghindari kesalahan, usaha itu juga dimaksudkan untuk menyajikan suatu tulisan yang lengkap dan menarik buat pembaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini