IKAN baung adalah ikan ningrat yang tidak mau menelan sembarang
makanan. Banyak terdapat di sungai-sungai besar di Kalimantan
Selatan, baung biasanya ditangkap pada malam hari. Karena itu
cukup rumit membuat umpannya. Ramuannya sebagai berikut: ikan
sepat atau ikan gabus dibusukkan dalam bejana selama 3 - 5 hari.
Dagingnya kemudian dihancurkan dan diadon dengan serat kapuk,
dicampur lemak sapi, minyak samin, minyak kelapa. Untuk lebih
mempertajam bau ditambah lagi dengan telur tembuk. "Bumbu" yang
terakbir ini untuk orang luar Sungai Barito artinya telur busuk
yang baunya bisa memabokkan orang tujuh keliling.
Namun bau yang nauzubillah inilah yang paling disenangi ikan
baung. Semakin bau, konon semakin merangsang ikan jenis ini
untuk mencaplok umpan tersebut. Biasanya, umpan busuk tadi
dipasang di mata kail yang biasanya tidak cuma satu atau tiga.
Karena untuk satu rambai, -- istilah jalur pancing yang diikat
oleh benang nilon dan ujungnya ada mata kail -- bisa memuat 200
mata kail. Tidak jarang, seorang perawai (nelayan) membawa tiga
atau empat rambai.
Satu hal yang tabu bagi si perawai: tidak boleh menyebut atau
merasa jijik terhadap bau yang menyengat hidung dari umpan yang
khas ini. Karena demikian dia menuNp hidungnya, begitu dia
menyebut umpan ikan itu bau, hilanglah rezekinya. Begitu
kepercayaan para perawai. Tak seekor baungpun akan sudi menelan
umpannya. "Sungguh," kau Jamal, seorang perawai, "itulah sumpah
kami dan pantangan besar. Jadi kalau tak tahan, janganlah jadi
tukang rawai ikan baung."
Menurut perkiraan Jamal si perawai dari Antasan Senor di
Martapura biaya untuk umpan satu rambai tidak kurang dari Rp
2.000. Para perawai biasanya meninggalkan kampung halaman sampai
berminggu-minggu. Menyusuri Sungai Barito, tidak jarang mereka
sampai juga ke muara. Dengan jukung (sampan) yang dikayuh oleh
seorang atau dua orang perawai, mereka berhanyut sambil memasang
umpan dengan melabuh rambai di tempat-tempat yang dianggap
banyak ikan. Makan dan tidur tetap di jukung.
Perlengkapan selama perjalanan mereka biasanya terdiri dari
beras, gula, rokok dan lauk. Ada pula yang membawa kelambu atau
obat nyamuk. Sepi dan sabar, itulah yang harus mereka jalankan.
Kalau hari lagi baik, biasanya siang hari mereka habiskan dengan
menyanyi sekeras-kerasnya. Mendendangkan lagu daerah. Tapi kalau
hujan turun, dingin dan basahlah teman mereka, karena jukung
hanya diberi selembar kajang untuk penahan panas matahari.
Merawai memang termasuk mata pencaharian yang penuh spekulasi.
Kalau nasib lagi untung, banyak ikan didapat. Tapi kalau nasib
buntung, perawai hanya jadi umpan nyamuk. "Tapi biar tak dapat,
hati tetap senang," ujar Jamal yang umurnya baru 36 tahun.
Sambungnya lagi: "Hati rasa puas hidup di alam bebas. Dan
merawai itu penuh dengan petualangan." Jamal sendiri sering
menjelajahi Sungai Martapura sampai ke perairan Sungai Tabuk.
Musim ikan biasanya setelah air mulai surut sesudah bah karena
hujan. YaiN di saat air sungai dari keruh menjadi jernih.
Tidak semua perawai ahli dalam hal membujuk ikan baung. Kabarnya
cuma orang-orang yang berasal dari Desa Tunggul Irang, Antasan
Senor, Pakauman dan Tambak Anyar (semuanya di Martapura) sajalah
yang selalu berhasil dalam hal menangkap ikan baung. Di luar
desa-desa tersebut mereka mengalihkan jenis tangkapannya. Yaitu
jenis ikan bersisik seperti jelawat, sanggang, tangadak,
birahmata, puyau yang ditangkap siang hari. Makanan umpan ikan
bersisik tidak secerewet ikan baung. Yaitu tepung dan ampas
kelapa, atau jagung yang telah ditumbuk halus. Tidak jarang,
keladi rebus pun jadilah.
Banih Di Kindai
"Kalau hati risau," ujar Jamal lagi, "pergilah merawai ikan
baung. Hati akan tenang lagi." Dan ada satu hal lagi (yang
terpenting) untuk memenuhi hobby merawai baung ini. "Banih di
kindai harus penuh," kata Jamal, "tanpa ada banih di kindai,
mustahil bisa merawai dengan tenang." Banih di kindai berarei
padi di lumbung. "Dan merawai bisa kecanduan," tambah Jamal
lagi. Karena semakin lama baung enak didapat, semakin besar
rangsangan untuk menangkapnya. Macam laki-laki tergila-gila akan
gadis cantik saja.
Kalau kail bergoyang, diuberlah ikan yang cukup besar itu ke
dalam sungai. Menguber ikan yang sudah tersangkut di mata kail,
menjinakkannya sampai terpegang tangan, melepaskannya dari mata
kail untuk disimpan di dalam perut jukung atau tempat ikan
khusus yang ditambatkan di tepi jukung -- adalah saat-saat
menyenangkan. Mencebur dan menyelam ke dalam air menyelusuri
tali nilon, adalah hal yang penuh tantangan dan kegembiraan.
Hanya keluh si Jamal: "Cuma sekarang ini, entah mengapa ikan
jadi sulit didapat." Mungkin karena polusi air atau populasi
manusia yang kian bertambah banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini