Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan amandemen Pasal 29 UUD 1945? (17-25 Mei 2002) | ||
Ya | ||
44,1% | 336 | |
No | ||
52,8% | 403 | |
Tidak tahu | ||
3,1% | 57 | |
Total | 100% | 763 |
Bagaimana negara mengatur kehidupan beragama warganya terus menjadi kontroversi. Sejumlah fraksi di MPR menginginkan Pasal 29 UUD 1945 dikembalikan ke Piagam Jakarta, sementara sebagian yang lain hendak mempertahankannya. Kelompok yang mendukung Piagam Jakarta antara lain Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Bulan Bintang, dan Fraksi Reformasi. Sebaliknya, yang menolak antara lain Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Golkar. Usul perubahan itu sendiri muncul ketika sejumlah organisasi Islam seperti Front Pembela Islam dan Majelis Mujahidin berdemo menuntut pasal 29 dikembalikan seperti dalam Piagam Jakarta.
Dalam Piagam Jakarta, pasal 29 berbunyi, ”Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Sementara itu, dalam UUD 1945, tujuh kata yang terakhir dihapuskan setelah sejumlah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sepakat menghilangkannya, termasuk tokoh Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) dan Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama). Dalam beberapa kali proses amandemen UUD 1945, PPP terus mengusulkan agar pasal 29 diubah. Tapi, akhir tahun lalu, partai yang dipimpin Wakil Presiden Hamzah Haz ini mengaku gagal memperjuangkan perubahan itu. Kini PPP bersama dua fraksi Islam lain kembali mengusulkannya dalam proses amandemen keempat yang akan dibahas dalam sidang tahunan MPR Agustus nanti.
Namun, angin tampaknya akan berpihak pada mereka yang menolak perubahan. Setidaknya dua fraksi besar seperti Golkar dan PDIP akan kembali menolaknya. Di luar parlemen, dua organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga sudah menyuarakan ketidaksetujuannya. Wakil Katib Suriyah PBNU, Masdar F. Mas’udi, mengatakan, ”Masa, negara mau mengatur berapa rakaat orang itu menunaikan salat dan sebagainya?” Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif, mengatakan hal senada. ”Jangan sampai perubahan pasal itu mengganggu bangsa Indonesia. Sebab, saat ini kerusakan bangsa sudah hampir sempurna,” katanya. Berbagai penolakan ternyata juga muncul dari masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Tempo Interaktif.
Hasil jajak pendapat ini memperlihatkan bahwa lebih dari separuh responden, 52 persen, menolak amandemen pasal 29, meskipun yang mendukung juga cukup besar, mencapai 44 persen.
Jajak Pendapat Pekan Depan:
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Endriartono Sutarto akan memprioritaskan peningkatan anggaran militer jika sudah dilantik menjadi Panglima TNI. Saat ini anggaran militer Indonesia hanya sekitar US$ 1,06 miliar. Dalam paparannya di depan Komisi I DPR ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) pekan lalu, Endriartono mengatakan bahwa anggaran itu sangat kecil jika dibandingkan dengan anggaran negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Bahkan anggaran militer Singapura, yang wilayahnya hanya seluas Jakarta, mencapai US$ 4,4 miliar atau empat kali lipat belanja militer Indonesia. Lantas bagaimana pendapat Anda? Suarakan melalui situs www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo