Selama hampir dua pekan ini banyak orang yang bangun tengah malam lalu bagadang sampai dini hari. Sekarang tentu saja bukan bulan puasa dan tak ada acara makan sahur. Mereka itu berjaga untuk mengikuti acara TVRI: siaran langsung kompetisi Piala Eropa di Swedia. Selama hampir dua pekan ini pula orangorang, di kantor atau pub di kota, sampai ke warung kopi di pedesaan, asyik membicarakan pertandingan demi pertandingan. Yang satu lesu karena tim kesayangannya kalah, sedangkan yang lain bersemangat setelah jagonya menang. Nama-nama bintang sepak bola, seperti Marco van Basten, Ronald Koeman, Jurgen Klinsmann, atau Tomas Brolin menjadi buah bibir di manamana. Orang seakan lupa bahwa siaran langsung TVRI yang berbiaya mahal itu terlaksana karena dana SDSB, meskipun undian yang berbau judi itu menjadi bulanbulanan para juru kampanye belum lama ini. Media cetak meletakkan peristiwa ini di halaman utamanya. Para pengamat sepak bola, bahkan politisi dan artis entah karena sedikitnya jumlah pengamat sepak bola di sini tak habis-habisnya diwawancarai atau diminta menuliskan pendapatnya di koran-koran. Betapa gandrungnya masyarakat akan sepak bola, sekalipun PSSI tak pernah mampu memberi sedikit rasa bangga pada mereka. Sebagai majalah berita, kami tentu saja tak melepaskan diri dari peristiwa yang penuh dengan kehangatan ini. Meskipun, tentu saja, edisi mingguan seperti TEMPO tak bisa mengikuti berita pertandingan yang sudah menjadi makanan surat kabar harian. Untuk itu Penanggung Jawab Rubrik Olah Raga Widi Yarmanto harus bekerja keras dan banyak mengadakan diskusi dengan teman yang lain untuk memilih angle dan bagian yang menarik untuk ditulis. Bersama Liston Siregar, reporter yang sering mangkal di stadion sepak bola Senayan, Widi mengadakan riset yang mendalam di perpustakaan. Mereka kemudian dibantu oleh Rudy Novrianto, wartawan olah raga yang kini ditugasi memimpin Sekretariat Produksi TEMPO. Rudy pernah meliput kejuaraan sepak bola Eropa di Jerman Barat empat tahun yang lalu. Selain itu, Jumat malam pekan lalu, pengamat sepak bola Sinyo Aliandoe dan Eddy Sofyan kami undang ke TEMPO untuk mendiskusikan soal ini. Keduanya memang orang yang sudah akrab dengan kami. Eddy Sofyan, bekas pelatih PSSI Garuda, kini menjadi pengusaha, selain tetap aktif sebagai komentator sepak bola di TVRI. Sedangkan Sinyo Aliandoe, bekas pelatih nasional yang kini aktif di Litbang PSSI, pernah kami kirim ke Meksiko untuk meliput Piala Dunia 1986. Dari diskusi dengan mereka berdua semakin jelas betapa pentingnya kejuaraan ini ketika Eropa sekarang betulbetul menjadi kiblat sepak bola terpenting di dunia, mengalahkan Amerika Latin, saingannya satusatunya. Tak aneh kalau perhatian masyarakat begitu besar ke sana sebab perhelatan ini sama saja mutunya dengan perebutan Piala Dunia. Bahan-bahan ini semua, oleh Widi, Liston, dan Rudy, dituliskan sebagai Laporan Utama pekan ini setelah dilengkapi dengan laporan para koresponden TEMPO di Moskow, Amsterdam, London, dan Kopenhagen. Apa yang terjadi di sana setelah kesebelasan negeri itu kalah atau menang di Swedia? Tulisan ini akhirnya diedit oleh Putu Setia, Redaktur Pelaksana yang membawahkan Rubrik Olah Raga, agar lancar, jelas, dan enak dibaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini