Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Ratih

4 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sehubungan dengan reaksi pro-kontra di masyarakat terhadap rencana pembentukan Rakyat Terlatih (Ratih) dalam rangka pengamanan Pemilu 1999 yang akan datang, saya mempunyai pendapat sebagai berikut:

  • Konsep Raith itu memang konstitusional karena dasar hukumnya adalah Pasal 30 UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 1982. Fungsi Ratih dalam keadaan damai adalah perlindungan masyarakat dan keamanan rakyat dengan tugas membantu Polri/pemda dalam keamanan dan ketertiban masyarakat, sedangkan dalam keadaan perang (menghadapi musuh dari luar) barulah Ratih berfungsi sebagai perlawanan rakyat dan dapat dipersenjatai dan ikut berperang membantu tentara reguler/tentara cadangan. Saya bisa memahami kebijakan Departemen Hankam untuk merekrut Ratih saat ini, karena untuk merekrut personel reguler biayanya akan lebih besar (untuk gajinya).

  • Kalau tujuannya sekadar untuk pengamanan pemilu, maka saya rasa cara yang lebih murah dan efektif adalah penataran kader bela negara di tingkat kecamatan. Seandainya setiap kelurahan mengirimkan 10 orang peserta dari unsur karang taruna, remaja masjid, organisasi kemasyarakatan pemuda, dan tokoh masyarakat, untuk satu kecamatan sudah bisa tertatar 50-60 orang kader bela negara (sekitar dua satuan setingkat kompi). Merekalah yang nantinya bertanggung jawab (di kampung mereka sendiri) untuk mencegah ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang terjadi di lingkungan mereka. Dengan bekal kesadaran bela negara, termasuk kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta semangat juang, para kader itu bertugas di lingkungan mereka sendiri untuk membimbing orang-orang yang mereka kenal. Insyaallah itu bisa meredam emosi massa dan pada gilirannya mencegah timbulnya berbagai potensi konflik akibat meningkatnya suhu politik dalam masa kampanye dan sebagainya.

  • Biaya penyelenggaraan penataran kader bela negara di tingkat kecamatan itu tidak terlalu mahal. Sebab bisa memanfaatkan sarana yang ada di wilayah (balai desa atau mess, asrama ABRI, pemda, BUMN, dan sebagainya yang ada di wilayah itu). Sedangkan untuk pelatihan peraturan baris-berbaris dan olah raga (kegiatan fisik untuk menanamkan disiplin, jiwa karsa, dan semangat juang) bisa memanfaatkan tenaga babinsa/babinkamtibmas setempat. Materi penataran meliputi perkenalan pendidikan pendahuluan bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, disiplin nasional, sishankamrata, dan kamtibmas. Saya perhitungkan biaya pelatihan untuk 60 orang kader bela negara itu sekitar Rp 20 juta (termasuk penyediaan satu setel pakaian dinas lapangan, biaya konsumsi, administrasi, dan uang saku Rp 10 ribu per orang selama penataran tujuh hari).

  • Dana bisa dicari secara swadaya (sumbangan dari masyarakat/swasta di wilayah). Bila dana untuk penyelenggaraan Ratih sebesar Rp 240 miliar itu dialokasikan untuk penyelenggaraan penataran kader bela negara tingkat kecamatan itu, kita bisa menghasilkan 720 ribu orang kader bela negara di seluruh Indonesia (7200 satuan setingkat kompi). Suatu jumlah yang jauh lebih banyak dari 40 ribu personel Ratih yang belum tentu efektif karena jauh-jauh hari kehadirannya sudah kontroversial. Sebenarnya usulan ini sudah saya ajukan sebagai proyek percobaan kepada musyawarah pimpinan kecamatan (muspika) setempat dua minggu yang lalu--sebelum heboh masalah Ratih--dengan target penyelenggaraan sekitar bulan April 1999 (sebelum masa kampanye pemilu) dengan pertimbangan perlu waktu untuk mencari dana, menyiapkan sarana, dan sebagainya. Bila proyek ini berhasil, akan diusulkan untuk diselenggarakan di tingkat nasional. Sehubungan dengan perkembangan keadaan, saya usul agar pelaksanaannya langsung saja ditangani oleh pemerintah pusat. Bukankah lebih baik mempunyai 720 ribu orang kader bela negara yang bertugas langsung di lingkungannya masing-masing (tanpa digaji) dibandingkan dengan mempunyai 40 ribu Ratih yang belum hadir saja sudah dicurigai oleh kelompok yang selalu apriori terhadap apa pun yang dilakukan pemerintah.

BUDI S. SATARI, M.A.
Peserta Penataran Kader Bela Negara di Pedesaan Tahun 1998/1999
Jalan Pancoran Barat IV No.2
RT 011/001
Jakarta 12780

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus