MESKIPUN dijuluki kota hujan, Bogor amat jarang ditimpa banjir. Malahan hampir setiap tahun menumpahkan banjir kiriman ke Jakarta lewat Sungai Ciliwung yang berhulu di kaki Gunung Pangrango, nun di tenggara Bogor. Tapi tiba-tiba pengirim banjir itu 2 Mei malam ditenggelamkan banjir hampir sama besar dengan banjir bandang yang melanda Bogor pada 1955. Menurut kepala PU Jawa Barat Ir. Makhmuddin Makhdurah, curah hujan kali ini memang sangat tinggi. Di Pos Empang tercatat 110 mm, di Pos Katulampa 145,5 mm. "lni berarti dua kali lebih tinggi dari keadaan normal," kata Gubernur Aang Kunaefi yang meninjau ke sana Selasa siang 6 Mei. Jumat 2 Mei itu hujan mulai turun pukul 14.00. Dua jam sebelumnya hujan sudah turun deras di Ciawi, kawasan yang agak lebih tinggi, sekitar 11 km di tenggara Bogor. Menurut perkiraan, laju air di Sungai Ciliwung saat itu sekitar 7 km per jam. Menjelang malam, rumah-rumah di kawasan yang lebih rendah, terutama di Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Timur, mulai dimasuki air -- misalnya di Kampung Rambutan, Lebak Kantin, Sukasari, Sukamulya, songkaran, Kampung Pasar. Yang paling parah Warung Jambu dan Pulo Geulis. Karena terjangan air jembatan Satu Duit di Kampung Warung Jambu Kecamatan sogor Utara, jurusan Jakarta praktis tak bisa dilewati karena tiangnya retak-retak. Di sekitar jembatan itu banyak berdiri rumah liar. Dan karena tanahnya lebih rendah dari permukaan jalan, air pun melimpah ke sana. Limpahan banjir ini juga disebabkan pembuangan air di sana terlalu sempit dan tampaknya sudah lama dibiarkan tersumbat tanah serta berbagai kotoran. Menurut para pejabat di sogor, inilah penyebab banjir besar itu ' selain hujan di hulu Sungai Ciliwung yang memang amat deras. Kampung lainnya yang termasuk parah adalah Pulo Geulis, Kecamatan Bogor Timur. Luasnya sekitar 2 ha, kampung ini diapit oleh Sungai Ciliwung yang terbelah dua. Konon di sinilah asal mula orang Bogor asli. Tak banyak pepohonan, kampung itu berpenduduk sekitar 3.000 jiwa. Got-got di sini tampak kotor, sementara bau tak sedap menusuk hidung. Penduduk Pulo Geulis juga memanfaatkan Sungai Ciliwung untuk mandi, buang hajat dan mencuci pakaian. Menurut laporan Walikota Sobana kepada gubernur, kerugian total sekitar Rp 140 juta. Beberapa bangunan umum rusak sedang 19 rumah hanyut, 64 rusak berat dan 111 rusak ringan. Sekitar 213 kk (1.037 jiwa) kehilangan tempat berteduh. Seorang penduduk yang tinggal di sekitar jembatan Satu Duit meninggal digigit ular ketika ia berenang hendak menyelamatkan isi rumahnya yang roboh. Tak heran bila serbuan air di daerah Bogor itu juga melanda Jakarta. Jumat malam 2 Mei jam 23.00, tinggi air di Pintu Air Depok mencapai 3,75 m. "Ini sudah mencapai titik kritis bagi Jakarta," kata Ir. Martsanto, kepala Kopro Banjir DKI. Sekitar pukul 02.00 (Sabtu) air sudah menjamah Pintu Air Manggarai. Untung tanggul-tanggul Banjir Kanal dan Sungai Ciliwung di Jakarta sudah diperbaiki pada 1976, hingga lebih tinggi lagi tinggi maksimum sungai itu. Sebelumnya, air bisa menggenangi Grogol, Tomang, Kali Pasir dan sekitarnya. Tahun ini, karena rahabilitasi tanggul tersebut, yang tergenang hanya kawasan sebelum Pintu Air Manggarai. Yaitu Kampung Bukit Duri, Kampung Melayu, Kebon Baru, Gudang Peluru, Cawang. Di Kampung Melayu, peringatan dari mulut ke mulut bahwa banjir akan datang Jumat tengah malam, sudah disampaikan kepada penduduk. Pengeras suara di masjid-masjid kawasan itu juga menyerukan hal yang sama. Penduduk sudah bersiap-siap menyingkir, karena lama-kelamaan air memang masuk sampai setinggi pinggang. Tengah malam itu, sampai menjelang dinihari, puluhan keluarga membawa alat-alat rumah tangga tampak mengungsi di jembatan Kampung Melayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini