Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Rumah Seribu Wayang

Museum wayang yang terletak di kawasan Taman Fata hillah, Jakarta Kota, dipugar. Diharapkan, usaha pemerintah DKI ini akan rampung akhir tahun, hingga terbuka lagi untuk umum.

16 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH 6 bulan rumah 1000 wayang itu ditutup. Gentingnya yang bocor, dindingnya yang buruk dan penerangannya yang gawat, memang perlu sekali ditanggulangi. Museum Wayang satu-satunya itu terletak di kawasan Taman Fatahillah, Jakarta Kota. Sejarahnya panjang juga. Usianya lebih dari seabad. Pada awalnya, gedung berukuran 10 x 70 meter itu sebuah gereja. Kemudian ganti fungsi menjadi kantor pemerintah Belanda. Pada tahun 1939, tatkala Gubernemen memindahkan kantor pemerintahannya ke Jakarta Pusat, gedung itu dijadikan museum. Tapi selama masa pendudukan Jepang segalanya berantakan. Mebel-mebel jaman baheula banyak yang sirna. Baru pada tahun 1949, masa federal kata orang, gedung itu ditegakkan kembali sebagai museum. Kaset Wayang Tatkala Museum Kota pada tahun 1975 hijrah ke gedung lain, Ali Sadikin menyerahkan gedung ini kepada Dinas Museum DKI -- untuk dimanfaatkan sebagai museum wayang. Usaha Pemerintah DKI lewat Yayasan Nawangi ini tercetus gara-gara Budiardjo (kini Dubes di Spanyol) pasang omong dengan Ali Sadikin, sesudati menyaksikan pameran wayang di TIM -- dalam rangka Pekan Wayang ke II - 1974. Kedua orang itu sejak semula sependapat bahwa wayang perlu dirawat, dipertahankan dari kemungkinan kepunahan. Merekalah yang berpendapat bahwa museum wayang bisa merupakan usaha melestarikan seni tersebut. Dengan karcis masuk Rp 50 tak kurang dari 200 - 300 pengunjung menyaksikan wajah 1000 wayang itu setiap bulan. Bahkan pada suatu hari Minggu pernah sampai 200 orang. Lumayan 'kan. Ini cukup membuktikan bahwa usaha ini bukan semacm etalase yang sia-sia. Apalagi seminggu sekali didemonstrasikan pembuatan wayang kutit. Sedang pada waktu-waktu tertentu ada pergelaran wayang, terbuka untuk umum. Dalangnya datang dari berbagai pelosok. Tatkala gedung itu belum dapat listrik, pernah terlihat beberapa orang tamu datang terlalu sore. Bagai melihat pertunjukan teater kemudian mereka beriring-iring menyaksikan wayang-wayang itu dengan penerangan lilin. Tentu saja efek dramatik wayang-wayang tersebut sempat kesabet, tetapi tentunya sudah agak lain dari keinginan mendirikan museum yang sebenarnya. Yakni memajang wayang untuk diamati sebagai salah satu kekayaan budaya. Apalagi di sana bisa diketemukan juga wayang yang sulit dicari. Misalnya wayang dari Sumatera Utara yang disebut 'si gale-gate' dan 'hula-hula'. Atau beberapa buah wayang Khmer, Muangthai dan Cina yang berusia ratusan tahun. Ini titipan beberapa orang kolektor. Pemugaran yang dilakukan sekarang udah layak. Mengingat tidak kurang 15 sampai 16 ribu datang kini berserakan di seantero Nusantara. Dalam sarasehan para dalang yang diselenggarakan oleh Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) di Pandaan Jawa Timur (akhir Pebruari lalu), sempat dikumpulkan 136 orang dalang. Menegakkan sebuah museum yang baik, apalagi yang baru satu-satunya itu, dengan demikian bukan saja pahtas tetapi juga memang sudah agak terlambat. Mengingat sudah berapa banyak sekarang barang-barang peninggalan yang entah bagaimana jalannya tiba-tiba ketemu di luar negeri. Menyongsong Pekan Wayang ke III di akhir tahun nanti, manakala pintu museum itu nanti terbuka, barangkali ada baiknya juga memikirkan kemungkinan menyediakan di sana kaset-kaset wayang. Soal kaset ini juga menjadi bahan diskudi dalam sarasehan di Pandaan tadi. Yang kontra menganggap kaset dapat mengurangi kesempatan pergelaran. Sedang yang setuju menganggapnya bisa merupakan penggalak apresiasi, sehingga keinginan nonton wayang bertambah dari berbagai kalangan. Kaset wayang bisa saja menopang usaha museum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus