Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti langsung melakukan berbagai langkah untuk memberantas pencurian ikan di perairan Indonesia. Susi mengatakan penyebab maraknya pencurian ikan dan rendahnya hasil tangkapan nelayan lokal adalah peraturan di sektor kelautan Indonesia lebih longgar ketimbang negara lain.
Susi kemudian menurunkan tim untuk memantau kawasan yang ditengarai rawan pencurian ikan. Lima kapal asing pencuri ikan laut berbendera Indonesia di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Rabu, 19 November 2014, ditangkap. Kelima kapal berbendera Indonesia itu berisi 61 anak buah kapal berkewarganegaraan asing.
Kasus pencurian ikan di laut Indonesia telah berlangsung lama. Namun penegakan hukum yang lemah membuat mereka kembali leluasa menguras kekayaan laut negeri ini. Majalah Tempo edisi 24 April 1976 pernah menulis betapa sulitnya membuktikan pencurian ikan di laut nasional.
Membuktikan adanya pencurian ikan di perairan nasional tak semudah membuktikan pencurian di kamar sendiri. Terasa ada, terbuktikan tidak. Karena itu masyarakat di Tanjung Pinang pernah merasa kecewa lantaran Pak Hakim membebaskan beberapa orang nelayan Taiwan, yang oleh jaksa dihalau sebagai pencuri ikan di sekitar Kepulauan Riau (Tempo, 6 Maret 1976).
Di Tapaktuan pun begitu. Sementara kalangan masyarakat merasa gundah, ketika majelis hakim yang dipimpin Azhar Lubuk menyatakan bahwa tuduhan jaksa terhadap beberapa nelayan Singapura tidak seluruhnya terbukti. Jaksa Erman Syukur sebelumnya telah berpayah-payah menunjuk beberapa pasal yang mungkin bisa menjaring para pemburu ikan itu.
Terhadap awak kapal kecil (boat) SMF 837, majelis hanya berkenan menjatuhkan hukuman denda Rp 300 ribu atau kurungan sepuluh hari. Sedangkan terhadap awak dari SMF 552 dan 486 dikenakan hukuman dua bulan penjara potong tahanan, dan barang bukti dikembalikan. Jaksa sebelumnya berharap agar pengadilan mendera masing-masing tertuduh dengan lima bulan penjara serta denda Rp 1 juta atau kurungan satu bulan. Barang bukti, kapal SMF 552, 486, dan 83, diminta untuk disita.
Biarpun jaksa tak puas, pernyataan banding tidak segera diucapkan. Karena itu, selang beberapa hari setelah vonis, para nelayan tetangga se-ASEAN tersebut telah berbenah-benah akan meninggalkan pelabuhan Tapaktuan. Tapi tiba-tiba datang pemberitahuan bahwa jaksa naik banding.
Kepada Tempo, sebelumnya jaksa Erman mengatakan bahwa ia sudah berbuat maksimal. Ia menduga putusan hakim tidak berjarak jauh dari apa yang dituntutkannya. Apalagi, kata dia, masalah ini lagi ramai dibicarakan. Masyarakat Pulau Banyak tentu masih ingat jerih payah yang disumbangkan Peltu Syamsuddin pada Desember 1975. Ia dibantu beberapa tenaga hansip telah berjaya menciduk ketiga kapal penangkap ikan asing tersebut.
Namun saksi Syamsuddin dan hansip Tachsin sayangnya tak dapat memperkuat pembuktian kejadian itu. Jaksa Erman mengakui hal ini. Para tertuduh mengakui memasuki perairan Indonesia tanpa izin. Tapi mereka bilang itu tidak sengaja, karena mesin kapal mereka rusak. Saksi Tachsin memang ada mendengar bunyi mesin yang pincang dari alat pelayar itu. Mereka memang menangkap ikan, tapi di perairan bebas. Lalu mereka menolak dituduh memakai bahan peledak, karena yang mereka gunakan hanyalah alat pancing.
Sampai di sini, jaksa Erman cepat-cepat tarik suara. Dia bilang tak logis, bila akibat kerusakan mesin, kapal-kapal tersebut lalu pergi ke Pulau Banyak, kenapa tidak ke Sinabang (Pulau Simeuleu) atau ke Satang di Pulau Weh. Ia pun membantah pernyataan bahwa ikan itu ditangkap di laut lepas. Sebab, ikan tersebut adalah jenis ikan pantai. Perihal menangkap ikan dengan pancing, menurut penuntut umum, ini adalah alasan yang dibuat-buat. "Masak, menangkap ikan berton-ton hanya dengan pancing?" Sembari demikian jaksa Erman mengambil sebiji alat peledak yang dijadikan barang bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo