Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Sang Beringin Sudah Tercoreng

Kekerasan terhadap Golkar terjadi di beberapa tempat. Tampaknya, dosa-dosa lama susah dimaafkan publik.

19 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS Purbalingga belum juga habis dibicarakan. Kecaman datang silih berganti dari pakar maupun anggota partai politik terhadap aksi kebrutalan yang menimpa anggota Partai Golongan Karya (Golkar). Dalam acara temu kader Partai Beringin di Purbalingga awal April lalu, segerombolan massa tiba-tiba mengacau di lokasi acara. Ini membuat ketua umum Partai Golkar, Akbar Tandjung, terpaksa diungsikan agar tak terkena lemparan batu. Ibu-ibu anggota Golkar pun harus lari terbirit-birit meninggalkan lokasi dengan muka merah-padam karena diperintahkan mencopot kaus kuningnya. Tuduhan lantas dialamatkan ke PDI Perjuangan karena para penyerbu menggunakan atribut partai itu. Hingga kini polisi masih mengusut kebenaran sangkaan tersebut.

Namun, para responden jajak pendapat TEMPO rupanya lebih toleran pada aksi itu daripada para pakar. Di mata separuh lebih (52 persen) responden, peristiwa di kota kecil di Jawa Tengah itu dimaknai sebagai wujud kejengkelan publik atas perilaku curang Golkar selama ini. Artinya, publik tak lagi bisa menerima perilaku Golkar yang masih saja suka menerjang rambu. Dalam kasus Purbalingga, Golkar telah melanggar Undang-Undang No. 9/1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yang melarang acara seperti itu diadakan pada hari libur nasional?saat itu hari peringatan wafat Isa Al-Masih. Hanya seperlima responden yang setuju dengan pendapat para pakar bahwa ini sebuah kebrutalan politik yang tak bisa dibenarkan.

Munculnya pendapat ini bisa dimengerti ketika para responden ditanya gambarannya tentang Golkar. Dari 132 jawaban yang masuk, lebih dari 75 persen memberi cap buruk pada partai itu, seperti sebal, benci, curang, KKN, norak, muak, dan manipulasi. Hanya sebagian kecil yang menjawab: hebat, bagus, ataupun baik.

Dengan corengan seperti ini, tak aneh bila Golkar dijadikan sasaran kerusuhan. Insiden di Buleleng (Bali), Brebes (Jawa Tengah), dan di Surabaya membuktikannya. Tampaknya, hal itu menjadi salah satu alasan penolakan responden bila satu saat Golkar mengadakan kampanye di dekat tempat tinggal mereka, walau alasan terbanyak dari ketidaksetujuan itu adalah karena ulah Golkar yang kerap curang dan main politik uang. Yang menyatakan setuju pun sudah berniat tak akan menghadirinya. Bahwa mereka tidak keberatan Golkar berkampanye di dekat kediaman mereka karena sebagian besar (60 persen) beralasan Golkar juga punya hak seperti partai lain untuk berkampanye dan ikut pemilu.

Lantas, agar kerusuhan serupa tidak mendera Golkar, apa yang harus dilakukan? Jawaban terbesar ternyata menyebutkan perlunya pengamanan ekstra untuk kampanye Golkar. Tentu saja pilihan ini bukan sesuatu yang mudah untuk dikerjakan aparat keamanan. Salah-salah, aparat bisa kembali dituding berdiri di belakang Golkar. Lalu apa akal? Dua jawaban yang berada di bawah jawaban terbesar, yaitu pelarangan pejabat negara berkampanye dan pengerahan massa besar-besaran oleh Golkar, bisa dijadikan pertimbangan aparat. Namun, sebagian kecil responden ternyata ada yang memilih jalan radikal: larang Golkar ikut pemilu atau bubarkan bila perlu.

Tentu saja, pembubaran Golkar---kecuali oleh dirinya sendiri---adalah pilihan yang berlebihan. Namun, bila pimpinan Golkar tak mau mawas diri, bukan tidak mungkin hajaran terhadap Golkar akan makin bertubi-tubi. Dengan ancaman seperti itu, bila akhirnya Golkar tetap keluar sebagai pemenang, bagi separuh responden itu berarti pemilu tidak berjalan jujur dan adil. Dan tentu saja itu mengada-ada, kalau pemilu jujur dan adil, siapa pun sah saja menang atau kalah, termasuk jika Golkar menang.

Yusi A. Pareanom


INFO GRAFIS
Bila diwakili dengan satu kata, apa yang bisa menggambarkan Golkar?
Biasa saja6,9%
Sebal6,7%
Benci5,7%
Curang3,9%
KKN2,9%
Lima besar dari 132 yang masuk
 
Apa yang tercermin dari kasus Purbalingga?
Wujud kejengkelan publik atas kecurangan Golkar selama ini52%
Wujud persaingan elite partai politik22%
Kebrutalan politik yang tak bisa dibenarkan20%
Tidak Tahu5%
 
Bagaimana bila Golkar merencanakan temu kader atau kampanye di dekat kediaman Anda?
Tidak setuju sama sekali37%
Setuju tapi tidak menghadirinya29%
Tidak peduli24%
Setuju dan menghadirinya9%
 
Bila Golkar menang, apakah artinya pemilu tidak jurdil?
Setuju50%
Tidak setuju16%
Ragu-ragu33%
 
Alasan setuju?
Golkar berhak ikut pemilu dan kampanye seperti partai lain60%
Potensi kerusuhan bukan hanya dari kampanye Golkar16%
Pelarangan kampanye Golkar cuma karena partai lain cemburu10%
Melarang Golkar kampanye, maka pemilu tidak jurdil9%
Tidak tahu3%
 
Alasan tidak setuju?
Golkar curang dan main politik uang60%
Untuk menghindarkan kerusuhan anti-Golkar20%
Untuk mencegah Golkar menang13%
Tidak tahu2%
 

Metodologi jajak pendapat ini:

Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 509 responden di lima wilayah DKI pada 13-19 April 1999. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.

Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling), dengan unit analisis kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum