SEMBILAN belas tahun tidak banyak mengubah Wan Azizah. Perawakannya masih langsing semampai. Wajahnya molek dengan kulit halus menerawang. Air mukanya tenang dan jernih, membuat orang mudah terkenang pada mahasiswi pemalu berparas menawan dari Royal College of Surgeons, Dublin, Irlandia, jauh di masa lampau.
Garis-garis di bawah mata dan dahinya menunjukkan bahwa dokter spesialis mata ini telah menabung banyak hal dalam 46 tahun hidupnya: melahirkan enam anak, belasan tahun praktek sebagai dokter mata, dan bersama Anwar Ibrahim menyelenggarakan rumah tangga yang tenang selama 19 tahun. "Kemuliaan seorang wanita ialah menjejaki langkah suaminya," ujarnya, menyitir kata-kata Indira Gandhi, dalam wawancara dengan Mohd Sayuti Omar, penulis buku Cinta dan Perjuangan Nonaku Azizah.
Melangkah ke ruang tamu kediaman pribadinya, yang berlantai kayu berbalut karpet Persia kembang-kembang, Rabu malam pekan lalu, Azizah seolah tengah meniti garis takdirnya. Muslimah yang taat itu percaya bahwa hidup manusia digariskan oleh takdir. Ketika terenggut dari kehidupan keluarga yang tenang ke dalam dunia politik, Azizah ternyata lebih siap daripada dugaan banyak orang. "Saya mengikuti jalan takdir, berjalan bersama rakyat dan suami saya untuk mencari keadilan yang telah hilang dalam sekian masa," ujarnya kepada TEMPO. Tutur katanya tenang dan halus. Namun semua orang tahu, waktu sembilan bulan terakhir telah menjadikan Azizah bukan lagi "sekadar" dokter yang pemalu. Ia tampil memimpin oposisi baru Malaysia. Maka dunia, mau tak mau, memalingkan muka kepada perempuan mungil berdarah Kelantan ini.
Kehadiran Azizah adalah cerminan "politik baru" Malaysia—seperti yang diucapkan Dr. Chandra Muzaffar, Deputi Presiden Partai Keadilan (PKN). Sebuah partai yang bukan saja multietnis multiagama, tapi mempercayai seorang wanita tanpa latar belakang politik untuk memimpin sebuah organisasi politik. Dengan kegagapan seorang pendatang baru dalam pentas politik, kehadiran Azizah adalah semacam terobosan dalam politik Malaysia—khususnya di kalangan oposisi—yang nota bene didominasi kaum pria.
Maka, sebuah pertanyaan agaknya perlu diajukan: siapa sesungguhnya Wan Azizah binti Wan Ismail? Dunia agaknya lebih mengenalnya semata-mata sebagai istri Anwar Ibrahim, "The Rebel Prince". Sebuah konferensi pers pada 17 September 1998, di Kuala Lumpur, kemudian mengubah citra ini secara radikal. Ia memutuskan turun ke jalan, berjuang untuk reformasi. Tujuh bulan kemudian ia membentuk Partai Keadilan Nasional. Ia aktif berkeliling, berpidato, bicara dalam pengajian maupun berbagai perkumpulan lain, menerima wawancara media dalam dan luar negeri.
Lahir pada 3 Desember 1952, Azizah dibesarkan di Alor Star, Kedah. Pendidikan menengah ia selesaikan di Sekolah Convent Alor Star pada 1970, dilanjutkan ke Kolej Tunku Kursiah Seremban. Pada 1972 ia masuk Fakultas Kedokteran Universiti Malaya selama tiga bulan. Beasiswa Kerajaan kemudian mengirimkan gadis ini belajar kedokteran di Dublin, Irlandia (1972-1978). Selepas studi, ia bekerja sebagai dokter mata selama 14 tahun lebih di Malaysia.
Pertemuannya dengan Anwar berlangsung pertama kali di London semasa kuliah. Namun kisah cinta mereka sesungguhnya baru dimulai di Malaysia. Saat itu, Azizah, yang baru selesai studi, praktek kerja di Hospital Universiti di Petaling Jaya. Keduanya menikah di Pulau Pinang pada Februari 1980. Enam anak lahir dari perkawinannya dengan Anwar Ibrahim. Nurul Izzah (18 tahun), Nurul Nuha (16), Muhammad Ihsan (13), Nurul Imam (11), Nurul Hana (10), Nurul Ilham (7).
Lahirnya Partai Keadilan Nasional pada 4 April 1999 membuat Azizah hampir tak lagi memiliki waktu pribadi. Ia menghadiri berbagai rapat dari pagi buta hingga malam hari. Perjalanan dalam dan luar negeri memenuhi jadwal hariannya. Ia bahkan baru tiba dari Hong Kong dan siap terbang ke Pulau Pinang, tatkala ditemui wartawan TEMPO, Hermien Y. Kleden, di kediamannya di Bukit Damansara, Kuala Lumpur, Rabu malam pekan silam. Berikut petikannya.
Vonis sudah turun bagi suami Anda dua pekan lalu. Seandainya ia tidak memenangkan banding, apa rencana Anda mengisi enam tahun ke depan?
Suami saya di penjara. Tapi kami memiliki kehidupan bersama yang harus terus saya jalankan. Enam anak kami yang membutuhkan bimbingan dan perawatan. Partai Keadilan (PKN) yang baru "lahir" akan sangat membutuhkan perhatian. Saya punya banyak sanak keluarga dan teman-teman yang tak pernah berhenti memberikan dukungan.
Bagaimana dengan teman-teman semasa Anda masih menjadi istri pejabat tinggi. Apakah mereka juga tetap mendukung?
Syair-syair lama menyebutkan teman-teman sejati akan teruji oleh keadaan. Saya bersyukur hidup telah memberikan kami kesempatan mengenal lebih baik hati manusia. Siapa sesungguhnya kawan yang berhati, yang akan bersama Anda dalam keadaan susah dan senang. Teman dan kerabat kami ada bersama saya saat suami saya diputus pengadilan dua pekan lalu.
Anda menangis di pengadilan?
Saya menangis. Terlebih saat melihat Nurul Ilham, anak bungsu kami. Ia datang dari sekolah ke ruang sidang lalu bertanya, "Mama, apakah Papa sudah bebas?" Pengacara suami saya mendukung si kecil dan memberikannya kepada suami saya. Pak Anwar memeluk dan menciumnya. Semua orang menitikkan air mata.
Apa yang terutama menyedihkan Anda?
It's a very deep sorrow. Semua penderitaan berbaur dengan sangat menyedihkan dalam hati dan ingatan. Pada suami. Anak-anak. Masa depan. Semuanya. Suami saya yang justru berusaha menguatkan. Ia mengatakan, "It's all right. Don't cry and be strong." Saya berusaha menguatkan diri tapi hati saya dilanda kesedihan yang amat dalam.
Apa akibatnya bagi masa depan karir politik suami Anda seandainya ia kalah di tingkat banding? Undang-undang Malaysia tidak memungkinkan dia kembali ke arena politik sampai 2008?
Saya berusaha realistis. Namun, dalam politik, Anda tak pernah bisa memastikan apa pada hari esok. Lagi pula, yang saya lakukan bukan semata-mata untuk suami saya, tapi untuk semua orang yang mencari keadilan. Untuk anak negeri kami, untuk mereka yang berdemonstrasi di jalan-jalan, yang tak bersenjata, yang tak merusak fasilitas umum, yang berdemonstrasi very peacefully tapi dihajar seperti binatang oleh polisi. Bersama suami saya dan mereka semua saya akan menerima jalan takdir saya mencari keadilan yang telah hilang dalam sekian masa.
Anda mendirikan partai dan giat sebagai aktivis politik. Anda mengharapkan Anwar Ibrahim kembali memimpin Malaysia suatu waktu nanti?
Tentu saja. Anda pikir, untuk siapa kami melakukan semua ini? Saya percaya, suatu hari nanti ia akan kembali memimpin Malaysia. Ia telah dituduh dan diperlakukan sewenang-wenang oleh pemerintah. Malaysia maupun dunia internasional tahu akan hal itu. Mereka mengatakan, yang akan membebaskan Anwar adalah kebenaran. Dia tak bersalah. Maka dia akan kembali dan memimpin negeri ini suatu saat nanti.
Banyak tuduhan yang dilontarkan ke Anwar, dari sodomi hingga korupsi. Menurut Anda, apakah sedikit pun dia tak bersalah? Atau bersalah, tapi hanya sedikit?
Tak saya, tak seorang pun dari kawan-kawan kami yang mempercayai satu pun dari tuduhan itu. Ia suami dan ayah yang baik. Ia korupsi. Korupsi apa? Menyalahgunakan jabatan. Yang bagaimana? Tak semiang (sehelai) rambut pun kami percaya pada tuduhan-tuduhan itu.
Tentang dukungan dunia internasional. Seberapa jauh hal itu berarti bagi Anda?
Sangat berarti. Bukan hanya karena mereka menaruh perhatian pada ketidakadilan dan kecurangan yang menimpa suami saya, melainkan ketidakadilan yang melanda rakyat Malaysia selama ini. Hukum seperti dipermainkan, disesuaikan dengan kepentingan mereka yang berkuasa. Di mana hukum ketika suami saya dipukul Kepala Polisi Abdul Rahim di Bukit Aman? Di mana hukum ketika polisi "mencabik-cabik" kaum tak berdosa di luar sana? Sudah saatnya keadilan ditegakkan agar rakyat Malaysia hidup dengan tenang karena tahu di mana pun di negeri ini mereka bisa menemukan keadilan.
Media massa menulis Anda kini sudah menjadi tokoh reformasi. Bagaimana ra-sanya, dari ibu rumah tangga biasa lalu menjadi tokoh yang disorot di seluruh dunia?
Anda benar. Saya hanya ibu rumah tangga biasa. Namun apalah artinya Anda sebagai manusia jika melihat keadilan sudah sedemikian dinjak-injak dan hanya berdiam diri? Cukuplah suami saya. Cukuplah sudah rakyat tak berdosa itu disemena-menakan. Untuk itu saya dan semua teman berjuang, lewat partai maupun bukan.
Kegiatan Anda begitu padat. Dari kunjungan ke luar negeri sampai kampanye di dalam negeri. Bagaimana Anda memelihara kekuatan tubuh?
Dengan cara memelihara kekuatan jiwa. I pray a lot. Saya berjuang sekuat saya. Untuk anak-anak dan suami. Partai dan rakyat. Dan jika tak kuat, keyakinan kepada Allah akan menguatkan saya. Ada takdir dalam hidup manusia. Namun manusia harus berjuang sekeras-kerasnya untuk membawa perubahan pada kaumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini