Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Dari Cina ke Banyak Negara

Wabah SARS pada 2003.

21 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dari Cina ke Banyak Negara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Persebaran Coronavirus Disease 2019 terus meluas.

  • Pada 2003 juga ada pandemi global SARS yang mengguncang dunia.

  • Seperti Covid-19, SARS pada 2003 juga pertama kali muncul di Cina.

PERSEBARAN Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 terus meluas. Virus ini pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina, pada akhir 2019. Saat itu, lebih dari seratus warga Wuhan terinfeksi virus flu ini. Jumlah korban meningkat hingga pemerintah Cina menutup kota itu pada 23 Januari 2020. Meski begitu, penyebaran virus ini berlanjut bahkan merembet ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga Kamis, 19 Maret 2020, sebanyak 152 negara telah mengkonfirmasi penduduknya terjangkit virus ini. Berdasarkan catatan Center for Systems Science and Engineering John Hopkins jumlah kasus virus corona di seluruh dunia mencapai 218.815. Korban meninggal sebanyak 8.810 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wabah corona ini mengingatkan kita pada pandemi global yang terjadi pada 2003. Saat itu, severe acute respiratory syndrome atau SARS mengguncang dunia. Majalah Tempo edisi 13 April 2003 membuat liputan panjang bertajuk “Dari Guangdong ke Empat Benua” yang mengulas persebaran SARS kala itu.

Pada awal 2003, Guangdong alias Guangzhou, salah satu provinsi di Cina, menjadi perhatian dunia kedokteran. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengirimkan lima ilmuwan top ke Guangdong guna melacak kepingan mozaik teka-teki SARS, radang paru akut dan berat, yang mewabah di berbagai negara. “Ada indikasi SARS menular melalui virus yang dibawa hewan,” kata Wolfgang Preiser, anggota tim WHO.

Lakon SARS memang bermula di kesunyian Guangdong, tempat virus manusia dan virus hewan kawin-mawin. Pertengahan November 2002, sekitar 300 penduduk lokal mengeluhkan sakit dengan gejala mirip flu dan kesulitan bernapas.

Lima orang di antaranya meninggal setelah gering beberapa pekan. Tapi tanda bahaya belum juga dibunyikan. Fakta ini tak dianggap serius oleh pejabat kesehatan setempat. China Daily Newspaper bahkan menuding pemerintah menutup-nutupi terjadinya berbagai bibit wabah penyakit yang aneh. Keputusan pemerintah Cina yang berlarut-larut sebelum mengizinkan tim WHO datang ke Guangdong juga termasuk kelambanan yang mendapat kecaman dari banyak negara.

Sementara itu, virus terus bergerak tanpa peduli batas negara bersama tingginya mobilitas manusia. Selain Cina, Hong Kong, Vietnam, Thailand, Taiwan, dan Singapura segera menjadi hot zone, wilayah rawan SARS. Kanada, Amerika, Inggris, Swiss, Belgia, Australia, Meksiko, Israel, Panama, dan Brasil juga termasuk wilayah sebaran SARS. Hingga April 2003, SARS telah tersebar di 27 negara. Sebanyak 2.462 orang terserang, 81 di antaranya meninggal.

Di Indonesia sempat ditemukan tiga kasus yang dicurigai SARS. Para pasien telah diisolasi dan dirawat di sejumlah rumah sakit. Meski belakangan ketiga pasien itu tidak menampakkan gejala klinis SARS, pemerintah mengambil langkah pencegahan dengan menetapkan SARS sebagai ancaman wabah nasional dan selanjutnya membentuk Tim Verifikasi SARS Nasional. “Ini lebih tentang keselamatan masyarakat luas,” ujar Menteri Kesehatan Achmad Sujudi.

Rata-rata tingkat kematian akibat SARS sekitar 3,5 persen. Persoalan yang lebih serius: banyak sisi SARS yang masih gelap. Wolfgang Preiser mengatakan tidak semua pasien bereaksi positif terhadap obat-obatan. Kondisi beberapa orang malah memburuk setelah minum ribavirin dan steroid.

Virus penyebab SARS juga masih misterius. Uji serologis (serum darah) yang dilakukan pada pasien di Kanada dan Hong Kong menunjukkan adanya lebih dari satu jenis virus yang bisa diisolasi. Lantaran sosok virus penyebab masih misterius, cara penularan dan pencegahannya pun masih simpang-siur.

Tjandra Yoga Aditama, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, setuju dengan sikap pemerintah menyerukan perang terhadap SARS tanpa menunggu adanya korban berjatuhan. Apalagi mobilitas sebagian masyarakat Indonesia ke sejumlah negara yang terjangkit SARS cukup tinggi. Belum lagi bila memperhitungkan puluhan ribu tenaga kerja yang bekerja di negeri-negeri rawan SARS. “Saya kira kali ini respons pemerintah relatif bagus,” kata Tjandra.


 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus