Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERMULA dari keinginan menampilkan sesuatu yang lain dari biasanya ketika Republik memperingati seabad Kebangkitan Nasional, lahirlah edisi khusus di tangan Anda ini. Kali ini kami pilih 100 teks sejak 1908, tentu yang kami anggap penting dan merefleksikan kebangsaan. Teks-teks itu harus merupakan kumpulan aksara yang membuat imaji kita tentang Indonesia selalu bergerak dan terus diperbaharui.
Ide edisi khusus ini muncul dalam rapat redaksi di Anyer pada akhir 2007. Ada banyak edisi khusus kami rancang setahun ini, dan Edisi Kebangkitan Nasional adalah edisi khusus ketiga setelah Pendidikan Tinggi dan Sepuluh Tahun Reformasi. Seperti biasa, setiap edisi khusus dipimpin oleh seorang penanggung jawab, yang kali ini adalah Arif Zulkifli, Redaktur Pelaksana Kompartemen Nasional. Ketua proyek, Seno Joko Suyono, yang sehari-hari mengurus seni. Koordinator adalah tiga serangkai Philipus Parera, Wahyu Dhyatmika, dan Yandhrie Arvian. Riset foto dikerjakan oleh Bismo Agung. Tapi Tempo adalah kerja tim yang total, bolehlah disebut total football dalam istilah sepak bola. Dalam prakteknya seluruh awak Tempo memberikan sumbangan, mulai dari calon reporter sampai pemimpin redaksi.
Dalam pengerjaan edisi ini kami menyelenggarakan diskusi dan menghadirkan cendekiawan: Taufik Abdullah, Goenawan Mohamad, Parakitri T. Simbolon, Ignas Kleden, Asvi Warman Adam, dan Putut Widjarnako. Diskusi dilakukan beberapa kali, dengan serius tapi rileks seperti suasana di Tempo. Pertukaran pikiran berlangsung gayeng dan asyik—di antara suguhan sederhana teh hangat, kacang gurih, atau jajan pasar.
Banyak usul mengenai judul teks atau buku dari para cendekiawan tersebut. Masukan mereka kami godok dan langsung kami bergerak untuk mencari teks dimaksud. Ternyata ini bukan pekerjaan gampang. Beberapa buku dan artikel—misalnya koran Medan Prijaji yang diterbitkan Tirto Adi Soerjo, atau buku Tjatatan Sumatra yang mengisahkan perjalanan sekelompok wartawan kita sesudah kemerdekaan tahun 1947 berkeliling Sumatera, Singapura, Malaysia, atau atlas Indonesia pertama karya Adam Bachtiar dan Adinegoro—tergolong langka sehingga sukar dicari.
Itulah yang membuat para wartawan kami bolak-balik ke Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Perpustakaan H.B. Jassin. Selain itu, wartawan kami mewawancarai keluarga para pengarang yang masih hidup. Dengan timbunan buku dan informasi itu, jadilah ruang kantor kami di Jalan Proklamasi 72 mirip ruang baca perpustakaan. Di setiap meja wartawan yang terlihat gunungan buku lama.
Pembaca, edisi khusus ini merupakan edisi paling tebal sepanjang sejarah majalah Tempo, paling tidak setelah terbit kembali pada awal Oktober 1998. Semogalah seratus teks yang tersaji sanggup membuat imaji kebangsaan kita bergerak. Jangan sampai edisi ini luput sebagai bahan koleksi perpustakaan khusus Anda. Selamat membaca.
Jakarta, 19 Mei 2008
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo