Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PELURUSAN berita oleh Gabrielle McDonalds atas berita di TEMPO edisi 20-26 Desember 1999, berjudul ”Dasi US$ 6 Miliar buat Tom” agak mengherankan karena tidak dilakukan sendiri oleh Presiden Komisaris PT Freeport Indonesia Company, tempat Tom Beanal berkedudukan sebagai salah seorang komisarisnya. Gabrielle McDonalds, sebagai anggota dewan direktur dan penasihat khusus untuk pimpinan FCX tentang hak asasi manusia, tampaknya sangat kebakaran jenggot tentang ”tuduhan” menyogok yang dilakukan oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dalam proses pengadilan atas tuntutan Tom Beanal tentang pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.
Dalam pelurusan beritanya, pada alinea ketiga, Gabrielle McDonalds mengatakan, ”Tom Beanal tidak menghentikan gugatannya….” Dari tulisan TEMPO itu saya berkesimpulan bahwa Tom Beanal pasti kini telah menghentikan gugatannya. Adalah tidak masuk akal bila Tom Beanal tetap melakukan upaya hukum karena dia sekarang sudah menjadi seorang komisaris perusahaan yang semula dia gugat.
Dengan masuknya Tom Beanal dalam jajaran komisaris perusahaan, adalah naif sekali kalau Gabrielle McDonalds mengatakan bahwa tidak ada sama sekali kondisi quid pro quo atau something for something, a mutual consideration. Sebagaimana terlihat dalam pelurusan berita oleh Gabrielle McDonalds, kini di perusahaan itu terdapat banyak sekali putra daerah yang menduduki posisi penting, misalnya Gubernur Papua, Bupati Mimika, mantan rektor Universitas Cenderawasih, dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Dari segi bisnis, pengangkatan ini jelas mempunyai pertimbangan untuk ”saling menguntungkan”. Bahkan pengangkatan Tom Beanal sebagai anggota komisaris perusahaan lebih tampak sebagai suatu kooptasi. Hal ini tentu saja merupakan suatu strategi yang lihai sekali untuk menyelesaikan masalah tuntutan itu once and for all.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Tom Beanal, pasti banyak pembaca TEMPO yang ingin mengetahui, bagaimana kedudukan sesungguhnya Tom Beanal, yang diakui oleh Gabrielle McDonalds sebagai tokoh masyarakat Amungme. Kalau dia benar-benar sebagai anggota dewan komisaris perusahaan, tentunya dia akan banyak bersuara dalam perusahaan. Dalam bayangan saya, Tom Beanal pasti mempunyai ”komitmen” untuk mengamankan perusahaan, termasuk dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang hidup di sekitar wilayah operasi perusahaan.
Meskipun Tom Beanal, seperti diungkapkan Gabrielle McDonalds, telah bertahun-tahun memakai dasi untuk acara-acara tertentu, ia tidak akan memakai dasi ”dasi US$ 6 miliar” seperti ditulis TEMPO. Sebagai komisaris, pasti ia akan menggugat ”dasi” saham PT Freeport Indonesia. Ia diundang dalam rapat pemegang saham dua kali setahun di dalam atau di luar negeri, mendapat gaji bulanan dalam dolar, serta jaminan sosial lainnya.
Sesungguhnya, di samping Tom Beanal, beberapa ”tokoh” masyarakat Amungme telah menuntut hak mereka 20 tahun lalu, sebelum Tom Beanal mengajukan gugatan US$ 6 miliar. Di antaranya, Nastkime Beanal, generasi di atas Tom Beanal. Ia adalah pemilik gunung yang kini ditambang oleh perusahaan, yang tinggal dekat Kota Tembagapura.
Saya berharap Gabrielle McDonalds dapat menjelaskan kepada TEMPO bagaimana nasib mereka sekarang. Apakah mereka hanya memperoleh rumah ukuran 6 x 6 meter terbuat dari kayu, mendapat jatah makan nasi bungkus tiga kali sehari, adakah pengobatan buat mereka jika sakit, sudahkah perusahaan menyediakan alat transportasi yang mereka perlukan.
Nama dan alamat ada pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo