Dalam tulisan "Serba-Plus untuk Anak Super" (TEMPO, 16 April, Pendidikan) dipaparkan tentang SMA "plus" Soposurung, Sumatera Utara. Gagasan pemerintah dalam tulisan itu memang menarik. Namun, ada sedikit koreksi yang perlu saya sampaikan. Pada alinea 7 dalam tulisan itu disebutkan, gelar pelajar teladan se-Sumatera Utara 1993 diraih oleh siswi SMA Soposurung, Melur Napitupulu. Sebenarnya, gelar tersebut diraih oleh siswi SMA Negeri 1 Medan, Esta Sallvithya Dirgantari. Ia di tingkat nasional meraih peringkat keenam. Sedangkan Melur sendiri adalah anggota Paskibraka Nasional 1993 utusan Sum-Ut. Untuk meraih kedua gelar ini ada perbedaannya. Untuk menjadi seorang siswa teladan dibutuhkan intelegensia, kreativitas, dan kemampuan berkomunikasi dengan baik sebagai syarat-syarat utama. Sedangkan untuk menjadi seorang anggota Paskibraka, yang paling dibutuhkan adalah kesehatan, postur tubuh, dan kemampuan baris-berbaris. Plus atau tidaknya suatu SMA, seharusnya dilihat dari produk yang dihasilkan. SMA Soposurung belum bisa disebut "plus" sebelum hasil gemblengannya diketahui. Ini bisa dilihat, misalnya, dari lulusan pertamanya tahun ini. Indonesia tak hanya membutuhkan anak yang "super", tapi juga hendaknya ke-super-an tersebut dibarengi dengan kreativitas. Dan SMA Negeri 1, Medan, telah terbukti sebagai SMA "plus" di Sum-Ut. Para lulusannya paling banyak diterima di Perguruan Tinggi Negeri favorit. Juga keberhasilan siswanya dalam setiap lomba kreativitas yang diadakan.JOKO EDDY HARYANTOSMA Negeri 1 Medan Jalan T. Cik di Tiro 1 Medan 20151
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini