Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Stop Dulu Bapak Hakim

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda dengan pemberhentian sementara terhadap ketiga hakim kasus Manulife?
(9 - 16 Agustus 2002)
Ya
85,7%504
No
11,7%69
Tidak tahu
2,6%15
Total100%588
SKORSING terhadap tiga hakim yang menangani kasus Manulife jatuh sudah. Presiden Megawati Sukarnoputri menyetujuinya. Pemberhentian sementara itu, menurut Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, karena mereka dianggap melanggar aturan pemerintah dengan melakukan perbuatan tercela dan melanggar sumpah jabatan. Yusril tak bersedia menyebut detail kesalahan para hakim itu, tapi informasi yang beredar menyebut ketiganya diduga menerima suap saat memutus perkara pemailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Dalam kasus itu, hakim menerima permohonan pemailitan dari Paul Sukran, kurator Dharmala. Keputusan skorsing itu mengundang berbagai pendapat. Yang keberatan, tentu saja, para hakim. Tjahjono, salah seorang hakim tersebut, berkata bahwa putusan itu tidak adil serta tak jelas dasar hukumnya. Misalnya saja soal tak jelasnya pelapor tudingan suap kepada mereka. ”Irjen Departemen Kehakiman mengatakan kepada saya, dasarnya berita di media massa,” ujarnya. Tjahjono tak sendirian. Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia Toton Suprapto juga keberatan atas keputusan Megawati itu. Alasannya, ketiga koleganya ini tidak diberi hak membela diri. Mestinya, katanya, sebelum ada kesempatan pembelaan dan pembuktian, ketiga hakim dianggap belum bersalah dan tetap bertugas. Semua pihak sepakat bahwa ketiga hakim itu layak mendapat kesempatan membela diri. Bentuknya berupa majelis kehormatan hakim. Namun Toton berbeda dengan Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung soal tugas aktif. Sementara Toton ingin ketiganya tetap bertugas, pihak yang terakhir maunya non-aktif dulu. Selain agar persoalan itu cepat beres, ini untuk melindungi kehormatan peradilan kasus lain yang mungkin akan ditangani ketiganya—terpisah atau bersama. Sebab, dikhawatirkan ada pihak yang memanfaatkan isu suap itu untuk kepentingan perkaranya. Misalnya menolak persidangan dengan alasan hakimnya dicurigai tidak bersih. Pertimbangan seperti itu tampaknya juga dipahami peserta jajak pendapat Tempo Interaktif pekan lalu. Mayoritas peserta setuju bahwa ketiga hakim sebaiknya memang beristirahat dulu.


Jajak Pendapat Pekan Depan: Pengadilan ad hoc hak asasi manusia Jakarta Pusat pekan lalu mengetukkan palu vonisnya buat para terdakwa kasus bumi hangus Kota Dili. Enam terdakwa dari kalangan militer dan polisi dibebaskan. Peristiwa bumi hangus itu sendiri terjadi pada Agustus 1999 seusai kekalahan kubu pro-integrasi dalam jajak pendapat untuk menentukan nasib Timor Timur apakah tetap menjadi bagian Indonesia atau merdeka. Vonis hakim itu langsung menimbulkan pro-kontra. Kalangan TNI dan polisi menyambut gembira putusan itu. Sedangkan Komisi Tinggi PBB untuk Kemanusiaan mengecamnya. Kekecewaan juga terlontar dari bekas koordinator Kontras, Munir. Ia menilai vonis ini akan memunculkan reaksi keras dari dunia internasional. Terlepas dari beda pendapat itu, bagaimana opini Anda sendiri terhadap putusan ini? Suarakan melalui situs www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum