Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Suap-Menyuap di Dewan

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Percayakah Anda telah terjadi suap dari BPPN ke sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR?
(27 September - 04 Oktober 2002)
Ya
95,9%822
No
2%17
Tidak tahu
2,1%18
Total100%857

Komisi IX itu bobrok!” Komentar seperti ini meluncur dari bibir Habil Marati, anggota komisi itu sendiri—membidangi keuangan dan perbankan—dari Fraksi Persatuan Pembangunan DPR RI. Habil dan dua koleganya, Indira Damayanti dan Meilono Suwondo, sempat ditawari suap oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Jumlahnya? Lumayan, US$ 5-10 ribu (senilai Rp 45-90 juta dalam kurs Rp 9.000). Tapi uang yang diduga berkait dengan proses divestasi Bank Niaga itu tak diambilnya, melainkan diserahkan ke teman-temannya yang bersedia menerima.

Saat itu Indira sempat gembira dengan pernyataan Marati. Paling tidak, ada satu lagi pengakuan yang senada-seirama dengan pengalamannya selama di Komisi IX. Nyatanya, Habil kini menjilat ludahnya sendiri. Ia bahkan balik menyatakan uang pemberian dari partner Dewan dan pemerintah tak mesti masuk kategori suap. Enteng saja ia berucap, ”Setelah anggota Dewan kerja lembur, wajar dong kami terima uang.”

Begitulah, mengakui adanya uang suap memang bukan perkara gampang bagi anggota Dewan. Namun, Abdullah Hehamahua, Ketua Sub-Komisi Legislatif, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, tegas bersikap. Untuk itu, ia mengusulkan agar pemberian dalam bentuk apa pun dan jumlah berapa pun kepada pejabat publik dilarang. Alasannya, ”Pemberian satu rupiah pun kepada pejabat publik, itu berarti suap,” katanya.

Responden pun sama tegasnya. Dalam jajak pendapat yang dilakukan www.tempointeraktif.com pada kasus pemberian duit dari BPPN ke anggota Komisi Keuangan, sebagian besar yakin bahwa telah terjadi suap. Persentasenya, yang yakin seperti ini tak main-main, hampir seratus persen dari total 857 orang. Apa hasil ini tak membuat Anda—para anggota Dewan yang terhormat—berpikir bahwa uang yang berseliweran di DPR itu adalah suap?


Jajak Pendapat Pekan Depan: Tentara dan polisi ”perang” lagi. Pekan lalu, peristiwa memalukan itu terjadi di Binjai, Sumatera Utara. Kali ini yang beradu moncong senjata adalah pasukan Batalion Lintas Udara 100/Prajurit Setia melawan polisi dan anggota Brigade Mobil. Akibatnya, 7 orang meregang nyawa—5 polisi dan 2 warga sipil. Tapi ada juga sejumlah sumber yang menyebut korban tewas mencapai 15 orang, plus 12 mobil terbakar, termasuk mobil patroli dan truk polisi.

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu marah besar. Presiden Megawati juga mengeluarkan kecaman keras terhadap kejadian itu. Sementara itu, selain menyesalkan, Wakil Presiden Hamzah Haz terang-terang meminta agar beking-bekingan—yang berujung ke mengalirnya fulus ke kantong—dihentikan. Sebab, beking-bekingan itulah yang selama ini dinilai sering menjadi pemicu bentrokan antara tentara dan polisi.

Benarkah sinyalemen Hamzah? Itu yang kami tanyakan kepada Anda: ”Percayakah Anda bahwa bentrok tentara dan polisi sering bersumber dari beking-bekingan urusan perut?” Apa pun jawaban Anda, salurkan lewat www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus