Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tolak Revisi UU Migas dan UU Minerba
Saya khawatir pemerintahan Bapak Joko Widodo sedang menuju perusakan sistem di sektor energi, tambang, serta minyak dan gas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Koordinator Kemaritiman saat ini sedang memprioritaskan revisi Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Minerba. Kedua undang-undang ini sangat sakral bagi nasib bangsa. Kabarnya, Kementerian akan membentuk tiga BUMN di sektor migas. Di hulu ada BUMN khusus jelmaan SKK Migas yang mengurus regulasi. Di hilir ada Pertamina, dan terakhir, PGN naik pangkat jadi BUMN yang mengurus gas.
Membuat tiga BUMN berbeda di sektor yang sama ini melemahkan daya saing. Saya khawatir kelak untuk koordinasi saja harus berbelit, mengingat di setiap sumur minyak pasti ada gasnya. Hemat saya, baiknya PGN dan SKK Migas dilebur menjadi anak usaha Pertamina, dan Pertamina jadi holding yang meregulasi sektor ini.
Di sektor tambang, juga tidak kalah derasnya pelemahan negara. Pemerintahan Bapak berencana menghapus kewajiban smelter di UU Minerba dengan tujuan mempermudah investor. Bapak berencana pula memberikan izin seumur hidup bagi perusahaan pengelola tambang. Kalau begini, kelak anak-cucu bangsa dapat apa? Apakah Bapak akan biarkan negara ini jadi bangsa jajahan lagi? Kami mohon dengan sangat agar Bapak menghentikan semua proses perusakan ini, sebelum bangsa ini hanya tinggal nama dan hilang dari daftar bangsa.
Ferdinand Hutahean
Direktur Eksekutif Energy Watch
Terorisme dari Sekolah
Menurut Ali Fauzi Manzi, seorang narapidana terorisme yang sudah bebas, penjara tak membuat jera para teroris. Justru sebaliknya, mereka yang hobi membuat orang takut itu bangga dan merasa naik kelas jika tertangkap lalu dijebloskan ke bui. Ali bilang, jurus deradikalisasi pemerintah belum mempan membuat teroris kembali ke jalan yang benar.
Artinya, penjara sekarang, yang mencampur teroris dengan narapidana lain, memang bukan tempat yang menakutkan bagi mereka. Wajar. Mati saja mereka mau, apalagi cuma penjara. Di luar itu kita patut mencermati omongan Ali Manzi. Menurut dia, pemerintah perlu mengawasi kurikulum sekolah dasar dan menengah.
Di sanalah, kata Manzi, bibit terorisme dan radikalisme berkembang. Para teroris menyusupkan pelajaran terorisme di buku-buku yang dipakai sebagai bahan ajar. Mengerikan. Menjadi teroris memang tak perlu memanggul senjata. Para penulis buku yang mendapat order membuat buku pelajaran bisa menyisipkan bibit-bibit itu di buku pelajaran sekolah. Keberadaan mereka jauh lebih berbahaya ketimbang teroris yang sudah terjun di lapangan meledakkan diri atau meneror tanpa malu.
Hidayat B.
Bogor, Jawa Barat
Soal Undang-Undang KPK
Mungkin benar dan mendekati kenyataan apa yang disampaikan Bambang Widjojanto, mantan Wakil Ketua KPK. Ia berkomentar bahwa upaya teguh anggota DPR merevisi Undang-Undang KPK sebagai perlawanan penguasa. Di mana-mana penguasa cenderung menolak dikontrol.
Dengan kekuatan penuh UU KPK, lembaga ini memang menjadi superbodi. Lembaga ini bisa menyadap untuk mendeteksi korupsi dan tak bisa menghentikan penyidikan. Bagi DPR, tentu ini mencemaskan. Dengan sistem politik yang mahal seperti ini dan gaya hidup yang kian hedonistik, siapa pun anggota DPR akan menjadi korup. Lihatlah para anggota DPR yang baru: mereka berkorupsi ria meski baru setahun berkantor di parlemen. Ada semacam regenerasi koruptor.
Maka mereka takut disadap, cemas percakapan merencanakan korupsi itu ketahuan dan mereka dibui, karena KPK tak bisa menghentikan dakwaan. Karena itu, sejak KPK berdiri, musuh utamanya adalah DPR, mereka yang membuat aturannya.
Hermawan
Cililitan, Jakarta Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo