Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Pelacur-pelacur Kalijodo, Pergilah…

22 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Jakarta memberikan surat peringatan pertama kepada warga yang menghuni kawasan Kalijodo, Kecamatan Penjaringan, untuk membongkar rumah dan bangunan miliknya. Surat kepada ratusan kepala keluarga itu dikeluarkan pada 18 Februari 2016.

Surat peringatan kedua akan dikeluarkan jika dalam waktu sepekan tidak ada pembongkaran oleh warga. Tiga hari kemudian bakal dikeluarkan surat peringatan ketiga atau surat terakhir. Andaikata peringatan itu tetap diabaikan, aparat pemerintah akan membongkar paksa kawasan yang terletak di perbatasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara ini.

"Kawasan Kalijodo itu sudah melanggar konstitusi negara karena berdiri di lahan milik negara. Terlebih, itu juga merupakan jalur hijau," kata Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kepada wartawan. Dia telah meminta bantuan Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mengirimkan anggotanya buat menggusur permukiman dan tempat usaha di Kalijodo.

Rencana Gubernur Basuki terpicu oleh kasus kecelakaan mobil Toyota Fortuner yang menewaskan empat orang di Jalan Daan Mogot. Dari penyelidikan, ternyata pengemudi dan penumpang mobil itu baru minum minuman keras di Kalijodo. Penggusuran yang akan dilakukan pemerintah kali ini tidak lepas dari maraknya kafe, perjudian, dan prostitusi ilegal di kehidupan malam Kalijodo.

Lokasi pelacuran di Kalijodo bermula dengan kehadiran orang-orang Tionghoa yang melakukan tradisi "Cungbeng" pada 1950-an. Banyak orang datang ke sana sambil memancing ikan di Kanal Banjir Barat yang bersih dan jernih. Kunjungan itu juga dimanfaatkan orang-orang untuk mencari jodoh. Sejak itu sampai 1990-an, berdiri rumah-rumah atau wisma bagi para pelacur.

Tempo edisi 17 Maret 1979 menulis soal Kalijodo dengan judul "Para Pelacur, Pergilah". Pada awal 1979, pelacur di berbagai lokasi Jakarta gelisah karena petugas keamanan dan ketertiban di tiap wilayah kota gencar merazia mereka.

Pemerintah daerah beralasan tempat-tempat pelacuran itu adalah bangunan liar. Misalnya di Blok P, Kebayoran Baru. Tempat pelacuran di sana terletak persis di tepi kali. Pemerintah DKI bertekad menjadikan daerah itu bersih dari segala macam bangunan. Maklum, banjir selalu mengancam. Penggusuran permukiman pelacur di Blok P berjalan tertib. "Buktinya, para pemilik sendirilah yang membongkar bangunan-bangunan yang ada di sana," ujar salah seorang petugas.

Tidak demikian halnya dengan permukiman pelacur di daerah Kalijodo, Jakarta Utara. Rencananya, pembongkaran itu tidak jadi dilakukan. Pos Kota menulis bahwa pembongkaran tempat pelacuran Kalijodo ditangguhkan oleh Kamtib Jakarta Utara, dengan syarat penghuninya mau memberi imbalan Rp 1 juta.

Pelacur lewat germo masing-masing kemudian mengumpulkan iuran untuk memenuhi persyaratan tadi. Kalau tidak, tentu saja mereka pun harus hijrah dari sana. Para penghuni Kalijodo kemudian mendatangi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta.

Sekretaris Fraksi PDI S. Butar-butar mengatakan tetap mem-back-up kebijakan pemerintah daerah untuk melokalisasi tempat pelacuran di Kramat Tunggak, Jakarta Utara.

Pemerintah berencana memberantas pelacuran. Tapi banyak kendala. "Sebanyak pelacur yang dipulangkan, sebanyak itu pula yang datang," kata Kepala Dinas Sosial Ahmad Thoha saat itu.

Maksudnya, tiap kali pelacur dirazia atau "dikembalikan" ke masyarakat lewat pendidikan mental dan berbagai pendidikan keterampilan, pada saat yang sama datang pula pelacur baru.

Pemerintah membangun pusat pendidikan yang bisa dilalui pelacur sebelum "kembali ke masyarakat", di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ada juga hasilnya. Banyak pula bekas pelacur yang belakangan berumah tangga dengan transmigran bekas gelandangan yang tersebar di berbagai pulau di luar Jawa.

Ahmad Thoha mengakui ada pula yang gagal dari pendidikan di Pasar Rebo. Menurut dia, Kramat Tunggak di Jakarta Utara disediakan sebagai lokalisasi pelacur untuk mereka yang setelah diseleksi masih tetap akan menjadi pelacur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus