Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taksi Parkir Sembarangan, Polisi Diam

Hampir saban pagi saya melintasi Jalan Anggrek, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan kendaraan bermotor setelah mengantarkan istri untuk sebuah keperluan. Perjalanan saya kerap terganggu oleh kemacetan di depan SMP 30 di Jalan Anggrek lantaran sebagian jalan tersebut digunakan untuk parkir taksi Putra berwarna biru. Kendati di sepanjang jalan itu dipasang tanda larangan parkir, aksi mereka dibiarkan polisi yang berkantor sekitar 20 meter dari pangkalan taksi tersebut.

Polisi sepertinya tutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan sopir atau operator taksi yang sangat mengganggu pengguna lalu lintas itu. Polisi juga berlaku seenaknya memarkir kendaraan di depan halte bus. Hal itu menyebabkan calon penumpang bus atau kendaraan lain terhalang mobil polisi saat bus yang mereka tunggu datang.

Aminuddin
Jalan Swasembada Barat XXVI/25
Tanjung Priok, Jakarta Utara


Pusat Karaoke Marak di Sidoarjo

Hati saya berbunga-bunga ketika mendengar Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menutup pusat jajan seks terbesar di Asia Tenggara, Dolly. Saya mengikuti terus perkembangannya sejak ide penutupan hingga benar-benar ditutup, termasuk aksi perlawanan sekelompok orang dan para pelacurnya.

Namun hati saya sekarang kecut. Betapa tidak, setelah Dolly ditutup, ternyata para pelacurnya tak kehilangan akal mencari nafkah. Mereka berbondong-bondong pindah ke pusat karaoke di Sidoarjo, Jawa Timur, untuk menghibur tetamu.

Kalau sekadar menjadi pendamping tamu di pusat karaoke sebagai penyanyi, tak apalah. Tapi, setahu saya, mereka juga berprofesi sebagai pelacur. Padahal, sejak isu penutupan Dolly berkembang, pusat karaoke di Sidoarjo bertebaran di mana-mana. Saya tak bisa menghitung jumlahnya, tapi saya melihat sejumlah pusat karaoke telah berdiri di sepanjang Jalan Pahlawan, Jalan KH Mukmin, dekat Terminal Bungurasih, sejumlah mal, bahkan di perumahan Taman Pinang dan di tengah-tengah permukiman warga di Tanggulangin.

Bagi saya, maraknya pusat hiburan karaoke di Sidoarjo sangat mengganggu ketenteraman masyarakat dan merusak mental remaja. Saya melihat sendiri bagaimana remaja di bawah usia 17 tahun dibawa pergi oleh tetamu setelah mereka menghibur di ruang karaoke. Saya miris menyaksikannya. Saya meminta aparat atau pihak yang memiliki otoritas di Sidoarjo menertibkannya. Setelah Dolly ditutup, hendaknya disusul penertiban karaoke di Sidoarjo demi menyelamatkan generasi muda.

Imam Fadli
Jalan M.H. Thamrin, Sidoarjo


Kecewa Layanan Commuter Line

Sebagai pengguna layanan Commuter Line Bogor-Jakarta pergi-pulang, awalnya saya menyambut gembira penambahan perjalanan kereta per 1 Juni 2014. Teorinya, penambahan tersebut akan memperpendek waktu tunggu kedatangan satu rangkaian kereta dengan kereta berikutnya. Untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru itu, manajemen PT KAI Commuter Jabodetabek melakukan perubahan jadwal perjalanan kereta. Dengan jadwal baru itu, per perjalanan kereta dijanjikan akan ada tiap 5-6 menit dari Bogor dan 10-15 menit dari Bekasi dan Serpong.

Kini sudah hampir sebulan kebijakan baru itu berjalan. Kenyataannya, janji manis manajemen PT KAI Commuter banyak yang meleset. Dari Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota atau Stasiun Tanah Abang, kedatangan kereta kerap terlambat. Hal serupa sering terjadi untuk rute kereta jurusan Stasiun Tanah Abang menuju Parung Panjang/Serpong atau sebaliknya.

Kerusakan kereta merupakan alasan yang sering diungkapkan oleh pengelola atau manajemen sehingga berbuntut terjadinya keterlambatan. Repotnya keterlambatan tak hanya dalam hitungan menit, tapi jam. Gara-gara kereta rusak, pernah terjadi, rute Stasiun Kebayoran menuju Stasiun Tanah Abang, yang biasanya ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit, molor menjadi hampir dua jam.

Terlambatnya kedatangan kereta mengakibatkan terjadinya penumpukan penumpang. Walhasil, begitu kereta datang, langsung diserbu. Penumpang pun berdesak-desakan. Dalam kondisi seperti itu, pengatur udara kerap tidak berfungsi sehingga penumpang di dalam gerbong kegerahan. Keringat penumpang pun bercucuran. Tangis bayi yang kepanasan juga kerap terdengar. Tak perlu heran jika sumpah serapah yang dialamatkan kepada manajemen PT KAI Commuter kerap terucap.

Sejatinya berulangnya kerusakan kereta-yang kebanyakan kereta bekas dari Jepang-bisa ditekan jika PT KAI mengecek dan melakukan perawatan secara rutin. Selanjutnya manajemen PT KAI harus berani "menghukum diri" jika terjadi keterlambatan dalam durasi yang lama, misalnya telat satu jam. Bisa saja dengan memberikan kompensasi sejumlah uang sebagai pengurang tarif. Selama ini manajemen hanya meminta maaf, seolah-olah tak ada empati kepada ratusan penumpang yang agendanya jadi amburadul gara-gara kereta telat. Tanpa ada perbaikan layanan dan bolak-balik kereta telat, tak ada gunanya jadwal dibuat.

Agoeng K.
Bojong Depok Baru DG-7C, Cibinong, Kabupaten Bogor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

PODCAST REKOMENDASI TEMPO

  • Podcast Terkait
  • Podcast Terbaru
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus