Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat

Dari Hari Harimau, gairah bersepeda, hingga kaitan corona dan resesi ekonomi.

1 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peran harimau untuk hidup manusia.

  • Di balik gairah orang naik sepeda.

  • Corona yang memicu resesi.

Hari Harimau

KITA merayakan Hari Harimau Sedunia tiap 29 Juli. Mengapa ia penting? Pertanyaan ini penting diajukan ketika jumlah harimau kian menyusut. Kita menyaksikan berita tentang harimau yang mati karena dijerat atau diburu untuk diambil belangnya. Hari Harimau seharusnya menyadarkan kita akan pentingnya hewan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi apa pentingnya harimau buat kita? Bukankah ia hewan buas yang membahayakan manusia? Benar. Tapi planet ini membutuhkan mereka sebagai predator tertinggi dalam rantai makanan. Jika harimau punah, jumlah hewan yang menjadi mangsanya akan membeludak. Misalnya rusa. Jika jumlahnya melimpah, rusa akan memakan rumput dan tumbuhan sehingga regenerasi flora bakal terganggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila flora terganggu karena tak tumbuh lagi, tak akan ada lagi penyerap karbon dioksida yang kita embuskan tiap bernapas. Juga tidak akan ada lagi produsen oksigen untuk kita hirup. Bayangkan dunia yang kekurangan oksigen. Manusia akan binasa.

Jadi Hari Harimau seharusnya menyadarkan kita untuk melindunginya. Kita, manusia, membutuhkan harimau. Sebaliknya, harimau tak membutuhkan kita. Sebab, manusia yang menggerus habitat mereka dengan mengonversi hutan menjadi pelbagai tujuan yang menghilangkan rumah hewan-hewan predator. Tanpa mereka, manusia akan celaka.


Dewi B.

Bogor, Jawa Barat


Gairah Bersepeda

SELAMA masa pandemi, rupanya gairah orang naik sepeda menjadi tinggi. Pasar sepeda naik. Saya dengar harga sepeda bahkan sudah tak masuk akal. Mencapai ratusan juta rupiah. Ini fenomena yang bagus karena sepeda akan menjadi alternatif sebagai alat transportasi. Di tengah isu pemanasan global, sepeda lebih ramah lingkungan ketimbang alat transportasi berbahan bakar.

Karena itu, di Inggris, misalnya, pemerintah memberikan insentif bagi warga negara yang hendak membeli sepeda untuk ke tempat kerja. Jika seorang penduduk membeli sepeda untuk ke kantor, pemerintah akan memberi keringanan berupa pajak agar orang-orang naik sepeda buat mengurangi pemakaian transportasi publik.

Di Inggris, transportasi publik menjadi episentrum baru penularan virus corona. Dengan memakai sepeda, kerumunan menjadi terhindarkan, ekonomi menjadi tetap berjalan karena orang tetap bekerja dan beraktivitas. Pemerintah Indonesia perlu menirunya. Maka industri sepeda hidup kembali, wabah bisa dicegah, dan ekonomi tak jadi mengalami resesi.

Karena itu, rencana pemerintah hendak memajaki sepeda menjadi aneh. Untung saja ide itu dibatalkan. Pemerintah seharusnya mencari cara-cara alternatif untuk menghidupkan ekonomi seraya menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Orang Indonesia memang masih memakai sepeda untuk rekreasi, berolahraga, belum menjadi kebutuhan untuk menopang produktivitas. Semoga pemerintah bisa memfasilitasinya.


Nur Cahyadi

Grogol, Jakarta Barat


Corona dan Resesi

KOREA dan Singapura sudah mengumumkan bahwa mereka terkena resesi akibat pandemi virus corona, yang memaksa pemerintah kedua negara membatasi interaksi sosial. Bagi negara modern yang ekonominya ditopang jasa dan transaksi tercatat di bank, berhentinya aktivitas penduduk memang memukul sendi-sendi ekonomi.

Bagaimana dengan Indonesia? Semoga tidak terjadi kendati sudah mulai terasa. Tabungan sebagai alat bertahan sejak Maret sudah menipis sehingga orang kembali ke luar rumah untuk mencari rezeki. Barangkali karena itu penyebaran virus corona menjadi masif akhir-akhir ini. Kita tak bisa mencegah orang bepergian untuk mencari nafkah karena terkurung di rumah bisa kelaparan.

Saya lihat di kalangan kelas menengah, meski industri mulai redup sehingga banyak yang kolaps, situasinya berbeda dengan kelas bawah yang sangat terpukul. Tapi mungkin kita beruntung karena gotong-royong menjadi budaya kita. Budaya kekerabatan yang erat membantu menahan laju resesi karena kita masih bisa saling tolong.

Masalahnya, sampai kapan kekuatan kita bisa bertahan? Sampai kapan petani tak ke sawah dan sampai kapan hasil pertanian diserap oleh orang kota yang kehabisan uang? Pemerintah sebaiknya berfokus memberikan perhatian kepada kelas bawah karena mereka bisa jadi yang paling terpukul oleh corona setelah tiga-empat bulan ini.

Isma Rahman
Jakarta Timur



Polusi di Masa Pandemi

ADA banyak berita yang menyebutkan bahwa polusi berkurang pada masa pandemi virus corona. Tak mengherankan karena banyak negara menghentikan aktivitas penduduknya. Pabrik-pabrik berhenti beroperasi, transportasi berkurang, pemakaian energi untuk menunjang pelbagai keperluan juga berhenti. Artinya, aktivitas kita memang yang membuat polusi dan akhirnya menimbulkan pemanasan global.

Karena itu, pandemi ini seharusnya menjadikan kita bahan renungan bahwa, setelah pandemi selesai, kita harus memikirkan ulang bagaimana pemakaian energi kotor yang selama ini merusak planet kita. Sebab, polusi yang naik akan meningkatkan emisi karbon, yang membuat perubahan iklim. Jadi semacam lingkaran yang tak putus antara pandemi, virus, dan polusi yang kita buat.

Jika saja kita bisa mengurangi polusi, mungkin pandemi tak muncul lagi. Sebaliknya, jika kita terus memicu polusi, pandemi yang lebih ganas akan datang lagi di masa depan. Kita memang perlu membakar energi untuk kebutuhan hidup kita, tapi kita punya pilihan menciptakan energi yang tak merusak alam.

Rayyana
Bogor, Jawa Barat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus