INDONESIA belum menyerah. Tentu saja tak akan menyerah untuk selamanya, kalau bisa. Yang sudah jelas, kami belum menyerah membuat edisi khusus. Di awal-awal bulan Ramadan yang penuh berkah ini, kami tetap bersemangat menerbitkan edisi khusus dalam kaitan menyongsong Hari Pahlawan 10 November ini. Hari Pahlawan, sebuah hari yang mungkin tak begitu bergetar lagi di masyarakat, lantaran begitu banyaknya pahlawan yang dimakamkan di taman makam pahlawan tapi tidak memberi inspirasi untuk memajukan negeri ini, sementara pahlawan yang diharapkan mampu untuk mengakhiri krisis belum juga muncul.
Ide membuat edisi khusus ini sudah lama. Adalah Toriq Hadad, wakil pemimpin redaksi, yang melontarkan gagasan itu untuk melacak siapa sesungguhnya pahlawan masa kini, dan siapa sebenarnya orang yang layak menyandang predikat pahlawan di negeri yang tak keruan juntrungannya setelah reformasi ini. Ide ini kemudian memunculkan pikiran, bagaimana kalau masyarakat dilibatkan memilih siapa pahlawan yang mereka bayangkan.
Tidak harus orang yang sudah meninggal, justru ”pahlawan” yang masih hidup itu yang perlu dicari. Dari sinilah kemudian Leila S. Chudori, redaktur eksekutif, melayangkan angket untuk menjaring ”tokoh” yang kalau bisa akan kita sejajarkan sebagai ”pahlawan” itu. Angket disebarkan melalui Koran Tempo, anak kandung terkasih majalah ini. Juga melalui Tempo Interaktif, media online bagi yang akrab dengan dunia komputer.
Hanya tiga pekan angket itu beredar, kami sudah mendapat ratusan tokoh dari masyarakat. Tentu saja kami sejenak bingung, bagaimana menyeleksi tokoh ini. Diskusi pun digelar, kriteria dibuat, perdebatan terjadi, kadang sengit, bahkan sampai ada yang walk out—lantaran kebelet ke kamar kecil. Ini demokrasi khas TEMPO, yang konon belum sampai dinodai penyakit anggota DPR yang malas bersidang tapi tak malas menerima gaji.
Setelah nama-nama terseleksi, kini giliran kami melakukan pemantauan ke daerah, apakah benar ada tokoh itu. Jangan-jangan fiktif. Reporter TEMPO mendapat bantuan penuh dari reporter Tempo News Room di lapangan. Ternyata tokoh yang diajukan oleh masyarakat itu beragam sekali. Ada mantan ”panglima perang” dari kubu Islam dan kubu Kristen dalam kasus Ambon, dan tentu saja mereka ditokohkan karena akhirnya membuat perdamaian. Ada yang menokohkan seorang ibu dari Malang, Jawa Timur, yang menggerakkan koperasi di wilayahnya. Pokoknya beragam.
Nah, itulah yang kami sajikan dalam edisi khusus ini. Para tokoh itu tak mau menyerah pada keadaan seperti sekarang ini. Bagi mereka, biarpun dunia gonjang-ganjing, biarpun para pemimpin saling bertengkar karena terlalu bersemangat menanti Pemilu 2004, biarpun bom meledak di mana-mana, mereka tetap tak mau menyerah pada keadaan ini. Indonesia harus tetap jaya, begitu kalau diucapkan dengan bahasa pahlawan yang klise.
Selamat membaca dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi kaum muslimin dan muslimat di mana pun berada. Salam damai dari kantor kami yang terletak di dekat Patung Proklamasi, monumen yang mengingatkan kita pada kepahlawanan Sukarno dan Hatta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini