PEKAN lalu, Kepala Biro TEMPO di Medan, Bersihar Lubis, menelepon ke Jakarta. Ia menginformasikan bahwa Mayjen. TNI H.R. Pramono tak akan tercantum dalam daftar calon Gubernur Sumatera Utara. Padahal, dua pekan sebelumnya, nama bekas Panglima Kodam Bukit Barisan yang kini menjabat Asisten Teritorial di Mabes ABRI itu berkibar sebagai calon kuat untuk menggantikan Mayjen (Pur) Raja Inal Siregar, sebagai gubernur daerah itu untuk masa jabatan 1993-1998. Berita ini tentu mengejutkan. Soalnya, Pramono adalah calon yang dijagokan F- ABRI DPRD Sumatera Utara. Selain itu, sudah pecah cerita bahwa Mabes ABRI juga menyetujui langkah F-ABRI Sumatera Utara itu. Biasanya, bila Fraksi ABRI sudah buka suara, fraksi lain akan mengaminkan. Lalu, kenapa kini Pramono, calon F-ABRI itu, tersisih? Kenapa nama Raja Inal Siregar purnawirawan ini antara lain mendapat dukungan dari ICMI tiba- tiba kembali berkibar? Bersihar Lubis dan seluruh slagordenya di Medan segera diberi tugas mencari tahu. Kami di Jakarta ikut pula menyibukkan diri. Lobi di kiri dan kanan dikontak, pendengaran dipertajam. Pokoknya, pertanyaan tadi begitu menggoda. Berbagai informasi yang kami kumpulkan termasuk dari Bersihar segera menjadi bahan diskusi dalam rapat perencanaan isi majalah, Senin pekan lalu. Diskusi itu kemudian sepakat: cerita ini diangkat menjadi Laporan Utama. Kenapa? Dalam diskusi tadi, selain informasi, berbagai analisa pun muncul. Bukan cuma kasus calon Gubernur Sum-Ut yang menjadi objek pembahasan, tapi meluas ke fenomena pemilihan gubernur di daerah lain, yang belakangan banyak menyita halaman surat kabar. Lalu, meluas pula ke ramainya pembicaraan tentang calon Ketua Umum Golkar, saat Pangab Jenderal Edi Sudradjat mengungkapkan sejumlah calon yang sedang digodok ABRI untuk menduduki jabatan penting di jajaran partai pemerintah yang selalu memenangkan pemilu itu. Salah satu hal yang terlihat di sini, tampaknya, calon yang didukung ABRI tak selalu menang. Gejala apa ini? Kami sadar bahwa masalah yang kami angkat ini bukan soal gampang. Kami harus beranjak dari contoh kasus yang sudah ada dan bertolak dari peristiwa yang sedang ramai di perbincangkan akhir-akhir ini. Misalnya, ''pertarungan'' untuk memperebutkan kursi gubernur di beberapa provinsi yang tahun ini berakhir masa jabatannya, dan juga upaya memperebutkan posisi Ketua DPP Golkar. Nah, peristiwa yang dimaksud di atas sudah tentu tak bisa diamati dengan cermat dengan cuma melihat apa yang terjadi di permukaan. Karena itu, penciuman dan pendengaran harus dipertajam. Karena itu pula, upaya mengumpulkan bahan laporan utama ini cukup berat. Kami harus mewawancarai dan berdiskusi dengan banyak tokoh yang dekat dengan masalah itu. Para wartawan itu bergerak setelah, seperti biasa, Redaktur Pelaksana Rubrik Nasional, A. Margana, dan Penanggung Jawab Rubrik Nasional Toriq Hadad membuat outline cerita. Pasukan yang kami turunkan untuk ini semua memang cukup besar. Biro Jakarta, yang dikoordinasikan oleh pejabat Kepala Biro Bambang Aji Setiadi, menurunkan reporter antara lain Wahyu Muryadi, Iwan Qodar Himawan, Diah Purnomowati, Bambang H. Sujatmoko, Siti Nurbaiti, Linda Djalil, Ivan Haris, Nunik Iswardhani, dan Indrawan. Adapun di daerah, mulai dari Bersihar Lubis dan pasukannya di Medan, sampai Moebanoe Moera dan anggotanya di Surabaya, harus pula berkeliaran mengejar sumber, untuk wawancara, atau cuma mendengarkan bisik-bisik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini