Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bantahan Rosihan Anwar
Di harian Waspada, Medan, sebagai penulis tetap, saya punya rubrik bernama: Kolom Rosihan Anwar. Di majalah Tempo, saya belum diterima sebagai kolumnis, tapi kini rupanya bisa menulis: Bantahan Rosihan Anwar. Ini berkaitan dengan tulisan berjudul Terbuai Janji Manis Dressel, pada majalah Tempo, edisi 29 April, halaman 115. Di sana, nama saya tercantum dalam daftar yang ”kepincut bunga selangit”, menjadi korban investasi bersama dengan tokoh profesional lain seperti O.C. Kaligis (pengacara), Fikri Jufri (wartawan), dan Moh. Sarengat (atlet).
Pada 10 Mei 2007, insya Allah, saya genap berusia 85 tahun. Alhamdulillah, saya belum pikun dan ingatan masih cukup baik. Setahu dan seingat saya, tidak pernah saya ikut sebagai investor dalam Dressel Investment Limited. Alasannya sederhana saja: tidak punya uang untuk itu. Apalah yang bisa Anda harapkan dari penghasilan honor seorang kolumnis di negeri tercinta ini? Jadi, berita pada majalah Tempo, juga Koran Tempo, 23 April 2007, mengenai diri saya sebagai korban Dressel adalah tidak benar.
Maka, saya ucapkan terima kasih atas dimuatnya bantahan Rosihan Anwar ini. Saya doakan media massa Indonesia berlaku fair, adil, obyektif. Akhirnya, juga terima kasih kepada Tempo yang telah mengangkat saya menjadi ”orang kaya dan selebriti” di dunia imajinasi.
ROSIHAN ANWAR Jalan Surabaya No. 13, Jakarta
—Terima kasih atas penjelasan Anda. Informasi tersebut kami peroleh dari daftar nasabah PT Wahana Bersama Globalindo, agen pemasaran Dressel di Indonesia. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
—Redaksi
Klarifikasi Yayasan Islam Paramartha
Suplemen The Wahid Institute di majalah Tempo, edisi 31 Desember 2006, pada halaman 2, paragraf 5, terdapat teks yang berbunyi: ”Tarekat pimpinan Syaikh Suprapto Kadis yang juga berkembang di Jakarta dan Bandung ini juga menerima nonmuslim sebagai anggotanya.”
Berkait dengan itu, pada 4 Januari, kami dari Yayasan Islam Paramartha sebagai organisasi yang mewadahi aktivitas para murid Thariqah Kadisiyyah berkunjung ke Wahid Institute untuk menjelaskan kesalahan statemen di atas. Di sana, kami ditemui M. Subhi Azhari. Penjelasan kami yang panjang lebar dan direkam Subhi Azhari, dan dijanjikan akan menjadi dasar ralat yang akan dimunculkan di suplemen The Wahid Institute terbitan berikutnya.
Pada suplemen The Wahid Institute, pada majalah Tempo, edisi 29 Januari 2007, telah dimunculkan penjelasan tambahan pada halaman 3, yang kutipannya sebagai berikut: ”Di tarekat ini ada tiga tahap. Pertama, tahap pelayanan. Kedua, tahap serambi suluk. Ketiga, tahap inisiasi pada mursyid. Tarekat ini menerima nonmuslim hanya pada tahap pelayanan.”Dari penjelasan tambahan tersebut, kami merasa inti penjelasan yang kami sampaikan masih kurang ditangkap dan kurang dipahami, terutama dalam konteks keperluan kami sebagai pihak yang diberitakan secara tidak tepat, tanpa pemberitahuan dan persetujuan sebelumnya.
Sebab itu, melalui surat pembaca ini, perlu kami sampaikan sebagai berikut:
- Thariqah Kadisiyyah adalah thariqah yang hanya diperuntukkan bagi kalangan muslim, mewajibkan peserta dan calon pesertanya telah melakukan salat lima waktu dan telah mampu membaca Quran. Ini adalah skema baku dalam thariqah (suluk), yaitu syari’ah, thariqah, haqiqah, ma’rifah.
- Yang dinyatakan sebagai tahap pelayanan, tahap serambi suluk, dan tahap inisiasi pada mursyid sesungguhnya adalah kelas kajian terstruktur yang saling lepas dan tidak bersifat serial (sambung-menyambung). Kelas-kelas ini diselenggarakan hanya atas dasar kesesuaian materi dengan peserta, tanpa paksaan dan tidak mengarahkan pada thariqah tertentu.
- Maka penjelasan tambahan dari The Wahid Institute adalah tidak benar karena menggambarkan kelas-kelas kajian tersebut seperti tahap-tahap serial, yang kemudian mengarahkan peserta pada Thariqah Kadisiyyah.
- Kelas-kelas kajian yang kami seleng-garakan itu pun tetap ditujukan hanya bagi kalangan muslim. Sehingga pernyataan tambahan ”Tarekat ini menerima nonmuslim hanya pada tahap pelayanan” adalah juga tidak benar.
- Bahwa kami adalah thariqah dan organisasi yang melandaskan diri secara te-guh pada Al-Quran dan Al-Hadits dan tidak melandaskan diri selain dari itu.
- Bahwa kami sebagai pengikut Muhammad SAW justru menemukan sikap dan pandangan yang terbuka dengan agama-agama non-Islam melalui keteguhan dalam melandaskan diri dan pencarian kebenaran melalui Al-Quran dan Al-Hadits.Klarifikasi ini perlu kami sampaikan karena penjelasan tambahan dari The Wahid Institute disusun dalam redaksi kalimat yang tanpa sepertujuan Yayasan Islam Paramartha sebagai organisasi resmi Thariqah Kadisiyyah. Klarifikasi ini merupakan penjelasan tambahan resmi dari kami karena penjelasan The Wahid Institute masih tidak tepat dalam memberitakan kami.
MUHAMMAD SIGIT PRAMUDYA Yayasan Islam Paramartha-Thariqah Kadisiyyah
Klarifikasi OilPods
Berkaitan dengan pemberitaan Tempo edisi 23-29 April 2007, halaman 112-113 tentang keberadaan Powder River Basin Gas Corporation (PRVB) yang berbunyi: ”Hal lain yang menarik disimak, dengan 25 persen penyertaan modal di tangan investor, duit yang seharusnya disetor ke investor OilPods US$ 155,7 ribu (seperempat dari hasil penjualan minyak dan gas Powder). Faktanya, duit yang diterima investor menembus US$ 482,5 ribu. Selisih angka ini diduga hasil tambal sulam dari penjualan eceran unit penyertaan modal di ladang minyak lainnya.”
Kami representatif Powder River Basin Gas Corporation menyatakan adanya kekeliruan oleh pihak Tempo dalam penafsiran angka penjualan migas yang dihubungkan dengan pembagian hasil bagi para investor.
Berdasar dokumen yang diterbitkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) pemerintah Amerika Serikat dan sudah diaudit dijelaskan bahwa penjualan migas sebesar US$ 622,8 ribu adalah pendapatan bersih PRVB yang sudah bebas dari kewajiban finansial lainnya. Jadi, tidak ada praktek tambal sulam oleh PRVB dan publik bisa melihat laporan keuangan PRVB secara transparan melalui situs resmi SEC.
Demikian surat ini kami buat untuk menghindari kesalahpahaman sekaligus menumbuhkan transparansi bisnis di mata publik.
ANWAR EDDY HARTONO SSI Marketing & Communication Division OilPods PT Berkat Lestari Plaza Chase, Lantai 18 Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta
—Terima kasih atas klarifikasinya. —Redaksi
Pemekaran Maluku Tenggara
Sebagai putra asli Kei, Maluku Tenggara, yang prihatin dengan hiruk-pikuk pengusulan pemekaran Kota Tual dari kabupaten induknya (Maluku Tenggara), perkenankan saya menyampaikan beberapa hal kepada pimpinan dan Anggota Komisi II DPR-RI yang terhormat. Semoga kebijaksanaan menjadi sumber inspirasi dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Pernahkah Anda mengunjungi Elat, dan melihat kesiapannya menjadi ibu kota Maluku Tenggara? Atau, pernahkah Anda berkunjung ke tiga kecamatan yang ada di Kei Besar dan melihat kesiapan kecamatan-kecamatan tersebut menjadi tulang punggung ekonomi sosial budaya Kabupaten Maluku Tenggara? Saya sarankan Anda berkunjung dan melihat langsung ke sana sebelum memutuskan apakah Kabupaten Maluku Tenggara layak atau tidak untuk dimekarkan.
- Secara obyektif, saya belum (tidak) melihat apa-apa yang menjadi kekuatan atau potensi unggulan Kabupaten Maluku Tenggara (Kei) sehingga layak dimekarkan menjadi dua kabupaten/kota. Saya khawatir kekurangcermatan dalam memotret potensi ekonomi dan sosial budaya masyarakat Kei hanya akan merugikan masyarakat Kei. Akhirnya, semua itu hanya menjadi beban pemerintah pusat.
- Masyarakat Kei (Kabupaten Maluku Tenggara) adalah sebuah persekutuan adat yang turut menyumbang terhadap kekayaan khazanah kebudayaan nasional. Janganlah politik atau isme-isme lainnya (sadar atau tidak) merecoki dan merusak tatanan adat yang demikian indah. Terhadap ambisi pemekaran yang dikampanyekan kelompok elite yang kalah dalam pemilihan kepala daerah Maluku Tenggara pada 2003, para pemangku adat Kei Besar telah menolak upaya pemekaran Maluku Tenggara lewat sumpah adat. Sikap ini didukung oleh masyarakat Kei di Pulau Dullah, Kei Kecil, dan Kur; sebagai bentuk solidaritas dan kesetiaan mereka terhadap persekutuan adat yang mereka pelihara.
NICHOLAS A. RAHALLUS Kei, Maluku Tenggara
Keteladanan Ngarsa Dalem
Sri Sultan Hamengku Buwono X memin-ta rakyat Yogyakarta mengikhlaskan dirinya tak kembali menjabat lagi Gubernur DIY.
Penegasan itu disampaikan Sultan dalam acara Pisowanan Ageng, yang dihadiri ribuan rakyat Yogyakarta, di Pagelaran Kraton Yogyakarta, 18 April 2007.
Menurut Sultan, untuk mengabdi kepada rakyat Yogyakarta maupun bangsa dan negara Indonesia, tidak harus dengan menjadi Gubernur DIY. Justru dengan tidak menjadi gubernur, diharapkan akan lebih besar sumbangan pikiran dan tenaga yang bisa diberikan untuk Yogya dan Indonesia. Ia juga mengajak semua pihak supaya berkaca kepada Mbah Maridjan, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang dengan penuh tanggung jawab melaksanakan tugasnya menjaga masyarakat sekitar Gunung Merapi. Meski Merapi meletus, Maridjan tidak meninggalkan tanggung jawabnya. ”Orang perlu mencontoh Maridjan, orang kecil yang bisa menunjukkan tanggung jawab dan pengabdian yang besar pada masyarakat. Termasuk saya pun perlu mencontohnya,” kata Sultan.
Menurut Sultan, banyak yang bisa diberikan Yogyakarta pada bangsa Indonesia.
WORO SEMBODHRO Jalan Mawar, Baciro, Yogyakarta
Klarifikasi PT Mega Berkat Perkasa
Menindaklanjuti surat pembaca yang dimuat Tempo Edisi 2-8 April 2007 berjudul ”Nasib Satpam Kontrak Merpati”, yang ditulis atas nama M. Syamsuddin, melalui surat ini kami perlu menyampaikan klarifikasi. Nama M. Syamsuddin tak pernah ada dalam data karyawan kontrak yang kami tempatkan di gedung PT MNA sebagai tenaga security, sejak pertama operasional security (1 Juli 2006) sampai sekarang (26 April 2007).
Dengan demikian, melalui surat ini, kami mohon agar nama baik PT Mega Berkat Perkasa serta kedua nama perusahaan yang lain dapat dipulihkan. Terima kasih atas kerja samanya.
MARTHINUS Human Resource Development PT Mega Berkat Perkasa
Tanggapan Marius Widjajarta
Sehubungan dengan berita Tempo Edisi 23-29 April 2007, halaman 48-50, rubrik Kesehatan, berjudul ”Murah tapi Langka,” bersama ini saya berikan komentar.
Penetapan harga obat generik tidak di bawah harga ongkos produksi (cost production), seperti ditunjukkan dalam perhitungan berikut ini.
- Harga bahan baku amoksisilin di Indonesia US$ 28-36/kilogram.
- Harga bahan baku: US$ 36/kilogram x Rp 10.000/US$ = Rp 360.000/kilogram.
- Untuk amoksisilin 500 miligram: Rp 0,36/miligram x 500 miligram = Rp 180/tablet.
- Komponen lain: bahan baku tambahan, kemasan, biaya produksi, keuntungan (margin factory), dengan total komponen 35 persen (Rp 63).
- Total biaya produksi seluruhnya: Rp 243/tablet.
- Untuk 100 tablet (per boks): Rp 24.300.
- Harga saat ini menurut peraturan Menteri Kesehatan: Rp 27.500.
Industri farmasi Indonesia adalah industri yang bekerja tidak efisien, rendah utilitas, dan rendah modal kerja dengan pasar yang terfragmentasi. Ketidakmampuan 160 industri farmasi Indonesia mentransformasikan keadaan ini tidak serta-merta mesti mengorbankan 230 juta penduduk Indone-sia dalam menanggung biaya kesehatan (biaya obat) yang harus dinaikkan. Untuk meningkatkan daya kerja yang maksimal, sebaiknya industri tersebut melakukan merger, seperti yang dilakukan industri farmasi di Amerika dan Eropa (Glaxo Smith Kline, Bayer Roche Schering AG, Aventis, Novar-tis, Pfizer, dan lain-lain).
Harga obat generik di Indonesia saat ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga obat generik di negara-negara Afrika dan Asia Selatan
Dr Marius Widjajarta, SE Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia
—Informasi bahwa harga bahan baku amoksisilin dan harga pokok produksi lebih besar dibanding harga jual yang ditetapkan pemerintah diperoleh Tempo dari sejumlah pelaku farmasi, baik swasta maupun badan usaha milik negara. Terima kasih. —Redaksi
Tindak Tegas Perambah Hutan Lindung
Sebuah berita yang melegakan hati, setidaknya bagi kami warga Karimun, Kepulauan Riau (Kepri), atas ditangkapnya dua warga Singapura, yakni Khuang Hie dan Pitter Fock—yang tak lain adalah Direktur Utama dan Manajer Operasional PT Karimun Granite, perusahaan pertambangan batu granit, pada 19 April lalu. Keduanya dituduh melakukan aktivitas penambangan ilegal di kawasan hutan lindung Gunung Jantan dan Gunung Betina, melanggar batas pengerukan lahan tambang hingga mencapai 90 meter di bawah permukaan laut, serta pencurian kayu (illegal logging) di area hutan lindung Gunung Jantan dan Gunung Betina (Batam Post dan Tribun Batam edisi Jumat, 20 April 2007).
Kasus itu menjadi bukti bahwa demi kepentingan ekonomi, kita terpaksa membiarkan alam tempat kita berpijak dirusak pihak asing. Kita sendirilah yang melegalkan usaha mereka dengan izin ini dan itu, namun sangat jarang mengevaluasi apakah usaha yang di-jalankan masih sesuai dengan izin yang diberikan. Kita pulalah yang membolehkan mereka menggali granit di hutan lindung. Dan, kita jugalah yang membiarkan mereka menguasai lahan galian seluas-luasnya, boleh menggali tanpa batas, dan mempersilakan mereka membawa sebanyak yang mereka mau ke negeri mereka. Harga jualnya, mereka juga yang menentukan. Semua itu sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.
Langkah Polda Kepri kiranya dapat ditiru oleh institusi penegak hukum di daerah lain untuk menyikapi kerusakan kawasan hutan lindung yang marak terjadi di negeri ini. Polda Kepri memulai penyelidikan dengan berpedoman bahwa kelestarian kekayaan alam itu jauh lebih tinggi nilainya dari sekadar barang curian yang disita. Dari yang sifatnya esensial, baru yang teknis. Jika yang esensial saja dilanggar, apalagi turunannya seperti pembatasan produksi, tata niaga ekspor, aturan bea cukai, verifikasi oleh surveyor, dan dana bagi community development.Mudah-mudahan penangkapan Khuang Hie dan Pitter Fock menjadi momentum untuk menata ulang masalah kelestarian hutan lindung dan masalah pertambangan, yang selama ini terkesan masih diatur dengan setengah hati.
ERIC SANJAYA Jalan Sriwijaya I/25, Tanjung Batu, Karimun, Kepri.
RALAT
Pada rubrik Ekonomi dan Bisnis, Tempo, edisi 23-29 April 2007, halaman 112, berjudul Beribu Akal Menjaring Nasabah, tertulis,”... Wakil Direktur Utama Bursa Efek Surabaya Isakayoga...” Seharusnya, ”...Mantan Direktur Utama Bursa Efek Surabaya Isakayoga...” Mohon maaf atas kesalahan ini.
—Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo