Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Punk untuk Anak Manis

Good Charlotte, grup musik asal Amerika, manggung di Jakarta. Mereka berusaha membangkitkan musik punk dengan gayanya sendiri.

30 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu jam menjelang pertunjuk­an, langit mendadak sesak. Petir menyala, hujan lebat kemudian turun. Tapi antrean penonton di Tennis Indoor Senayan yang mayoritas remaja usia belasan tahun itu bergeming. Basah kuyup, banyak di antara mereka yang bergaya ala ­gothic, sehingga penampilannya jadi awutawutan.

Tapi inilah Good Charlotte. Dari panggung Tennis Indoor Senayan, Jakarta, dua bersaudara Joel Madden­ (vokal) dan Benji Madden (gitar), Paul Thomas (bas), Billy Martin (gitar), serta satu orang additional drum player membuat tubuh penonton ha­ngat. Misery, nomor pembuka dengan tekstur synthesizer yang tipis, menjadi fondasi rentetan rhythm gitar. Nomor ini berhasil memancing penonton ­berjingkrakjingkrak.

Berturutturut muncul Good Mor­ning Revival (dari album terakhir), March On, Dance Floor Anthem, The River, Keep Your Hands Off My Girl, dan lainnya. Album terakhir itu memperlihatkan perubahan musik Good Charlotte ketimbang tiga album sebelumnya: Good Charlotte, The Young and the Hopeless, dan The Chronicles of Life and Death. Spektrum musik mereka di album terakhir ini lebih luas, bukan sekadar pop punk, atau punk revival. Good Charlotte mulai memasukkan bebunyian eklektik yang khas.

Pada single hitnya, Keep Your Hands Off My Girl, misalnya, mereka bereksperimen dengan sampling­sampling unik. Sementara di bebera­pa lagu lain vokalnya terasa tinggi dan lepas, pada tembang ini karakter vokal punk yang sengau terdengar kental. Komposisi tembang ini memperlihatkan pengaruh grup Blur dalam Song 2 dan beatbeat milik The Gorillaz yang konstan.

Atraktif, agresif, tapi manis dan hangat. Aksi panggung mereka lincah, dinamis. Manis, karena komposisi la­gu mereka tak semuanya cepat dan keras. Ada telikungantelikungan yang indah saat bermain akustik. Mereka hangat lantaran sang vokalis sangat komunikatif dan sering kali terjun ke bawah memeluk penonton. ”Seharusnya kami sudah bermain di sini tahun lalu, tapi kami percaya pada travel warning,” kata Joel, disambut gemu­ruh ­penonton.

Persiapan untuk mengakrabi publik Jakarta memang telah mereka lakukan. Sejak datang pada Minggu, 22 April lalu, Madden bersaudara ini banyak ngobrol dengan Melani Subono, putri Adri Subono, sang promotor dari Java Musikindo. Mereka bertanya soal kabar terbaru mengenai Jakarta, maka diperolehlah informasi tentang proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Sekadar iseng, saat konser berlangsung, Benji berkata, ”Kalau saya mencalonkan diri jadi wali kota, apa kalian mau mendukung?”

Saat tembang March On, Benji meminta lampu panggung diredupkan. Satu isyarat bagi penonton bahwa Good Charlotte ingin memainkan lagu dengan tempo lambat. Begitu cahaya panggung redup menjadi biru, Benji meminta ratusan penonton mengambil telepon seluler masingmasing. Serentak ruang gelap dan dari arah penonton bergerak ratusan cahaya telepon seluler dengan ritmis. ”I remember summer nights alone, fireflies the only thing we own,” ucap Joel saat menyanyikan liriknya.

Agaknya Good Charlotte ini paham benar siapa penonton mereka malam itu. Memang, pada saat antrean masuk, banyak penonton yang diantar oleh kedua orang tuanya. ”Terima kasih buat mama dan papa kalian yang mau mengantar kamu menonton,” ujar Joel, yang mantan video jockey MTV.

Grup yang dimotori dua bersaudara­ ini dibentuk pada Maret 1995 di Ma­ryland, Amerika Serikat. Joel dan Benji Madden terpicu hasratnya bermain musik setelah menyaksikan ­konser Beastie Boys, Ill Communi­ca­tion Tour, pada 1995. Pada awalnya, mereka ha­nya nekat karena tak bisa memainkan alat musik. Setelah terus mempelajari alat musik, lahirlah band mereka dengan nama Joel, Benji and Brian Band.

Nama itu kemudian menjadi Good Charlotte. Nama yang diambil dari buku anakanak, Good Charlotte: The Girls of Good Day Orphanage, karya Carol Beach York. Musiknya mema­inkan elemen energetik genre punk era 1970an, mencampurnya dengan rasa sentimental dari berbagai aliran mainstream rock.

Malam itu, tembang berjudul Life Style on the Rich and Famous menjadi nomor pamungkas. Setidaknya, publik Jakarta telah menyaksikan sebuah usaha membangkitkan punk dengan gaya tersendiri.

Andi Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus