Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Duta Besar Turki untuk Indonesia
Majalah Tempo edisi 28 November-4 Desember 2016 memuat artikel berjudul "Nagorno-Karabakh Suatu Hari" (halaman 69). Artikel tersebut keliru menyatakan bahwa genosida telah dilakukan terhadap penduduk Armenia sekitar seratus tahun lalu.
Tahun-tahun terakhir di Kerajaan Ottoman merupakan periode tragis bagi orang-orang yang mendirikan kerajaan tersebut. Turki, Armenia, dan banyak lainnya mengalami penderitaan yang sama. Periode ini perlu dipahami secara keseluruhan dan memori tentang begitu banyaknya jiwa yang hilang dan harus dihormati dengan baik. Penerapan hal tersebut membutuhkan dasar faktual yang tepercaya, pendekatan yang terbuka, dan empati.
Turki tidak menyangkal penderitaan yang dialami penduduk Armenia, termasuk hilangnya banyak nyawa yang tak berdosa, selama Perang Dunia Pertama. Namun jumlah penduduk Turki yang meninggal atau dibunuh menjelang dan selama perang jauh lebih besar. Tanpa meremehkan konsekuensi tragis untuk setiap kelompok, Turki keberatan terhadap presentasi sepihak tentang tragedi itu sebagai "genosida" oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya.
Istilah "genosida" secara eksklusif mengacu pada hukum pidana. Namun, tidak seperti peristiwa Holocaust, tidak terdapat putusan oleh pengadilan kriminal di mana peristiwa selama Perang Dunia Pertama telah dianggap sebagai "genosida".
Kenangan nasional merupakan hal yang penting, tapi bukan merupakan suatu kenyataan. Terkait dengan hal ini, Turki dan Armenia belum saling mendukung. Karena itu, kebutuhan untuk membangun kepercayaan dan mencapai kesepakatan yang sama, dasar informasi yang tepercaya menjadi semakin penting. Turki pernah mengusulkan ke Armenia terkait dengan pembentukan komisi bersama yang terdiri atas sejarawan Turki dan Armenia untuk mempelajari peristiwa 1915.
Turki dan Armenia harus bekerja untuk membangun kembali persahabatan historis kedua negara tanpa melupakan masa sulit di masa lalu bersama mereka. Tapi, dalam usaha ini, semua pihak harus jujur dan berpikiran terbuka. Negara pihak ketiga dapat membantu hal ini dengan mendukung proses normalisasi antara Turki dan Armenia serta menolak mereka yang ingin versi sejarah mereka diadopsi sebagai kebenaran yang tidak terbantahkan.
Akibatnya, genosida adalah kejahatan yang terburuk dan tidak dapat diungkap tanpa bukti tepercaya. Pandangan-pandangan Turki pada peristiwa 1915 didasarkan pada hukum, dokumen arsip yang tersedia, penelitian akademik, dan sejarah lisan, sedangkan cerita penduduk Armenia–yang dipilih oleh wartawan sebagai bahan rujukan—hanya narasi.
Dr M.K. Sander Gurbuz
Duta Besar Turki untuk Indonesia
Terima kasih atas masukan Anda. Pemuatan surat ini sekaligus sebagai hak jawab. - Redaksi
Kecewa Pelayanan Uber
Pada Minggu, 25 Desember 2016, bertepatan dengan hari libur Natal, sekitar pukul 15.30, saya memesan taksi Uber dan minta dijemput di Pondok Gede dengan tujuan Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Saya minta bantuan teman saya untuk memesan, karena saya tidak punya aplikasi Uber (ID: Rully180ue—pemesan). Sebagaimana biasanya, taksi online akan merespons dengan memberitahukan berapa ongkos yang harus dibayar oleh calon penumpang.
Saat itu Uber mengirim info sebagai receipt ke teman saya. "Your Sunday afternoon trip with Uber, IDR 52.000 (ada bukti screenshot)." Saya setuju dan teman saya memesan Uber, yang datang tidak lama kemudian.
Namun, sesampai di tujuan, saya terperanjat karena sopir minta dibayar Rp 102.000 sesuai dengan tarif yang tercatat di layar gadget. Jumlah tersebut, meskipun berbeda dengan yang saya terima di awal, tetap saya bayar karena saya tidak berminat berdebat.
Saya tidak mengerti apa maksud Uber membuat perbedaan informasi di awal dan setelah sampai di tujuan. Ini bukan soal selisih uang Rp 50 ribu, tapi soal cara yang digunakan oleh Uber dalam menjual jasa, yang menurut saya sangat tidak profesional.
Endang W.
Jakarta
Jatuh Tempo Kredit BCA Finance
Sebagai nasabah BCA Finance nomor 948005217xxxx, saya sungguh dirugikan: pemberitahuan via SMS pada Selasa, 24 Januari 2017, pukul 13.29, sengaja diberikan setelah melewati jatuh tempo dengan keharusan mutlak pembayaran angsuran plus denda (bukti pembayaran dan denda dua kali terlampir).
Pengurusan autodebet sudah saya lakukan pada pertengahan November 2016 di kantor BCA Jalan Manyar Kertoadi dengan saldo yang lebih dari cukup, tapi pembayaran autodebet pada 23 Desember juga tidak dapat dilakukan. Bermaksud memperoleh penjelasan, saya menelepon ke Halo BCA berkali-kali, tapi tidak berhasil. Pada awal Januari, saya datang lagi ke kantor BCA Finance. Saya dilempar-lempar dari loket kasir ke loket layanan pelanggan.
Setelah menunggu hampir satu jam, saya dilempar lagi untuk bertemu dengan sales marketing berinisial Jr, yang juga tidak dapat menjelaskan gagalnya autodebet itu. Pada 18 Januari, saya datang lagi ke kantor BCA lantai dasar untuk mengaktifkan status—yang dikabarkan—"dorman" dan penambahan saldo yang lebih dari cukup di rekening BCA. Rekening saya dinyatakan berstatus autodebet telah juga saat itu saya sampaikan ke Saudara Jr. Tragisnya, pada Selasa, 24 Januari, saya menerima pemberitahuan lagi via SMS (BCA Finance) dan voice message (08118699652): saya telah melampaui jatuh tempo dan terkena denda lagi.
BCA Finance sudah membuat saya bukan hanya sangat repot dengan berkali-kali datang ke kantornya, tapi juga memberitahukan kepada nasabah setelah waktu jatuh tempo untuk mengeruk pendapatan tambahan dari denda keterlambatan pembayaran.
M. Adib
Tira Medayu Regency
Rungkut, Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo