Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT undangan rapat dari Pelaksana Tugas Kwartir Pramuka Jakarta Happy Gustin pada 13 Januari 2017 itu rada aneh. Selain Happy mengundang dirinya sendiri, rapat untuk 17 pengurus itu digelar pada Ahad dua hari kemudian, pukul 10.00, di Gedung Kwartir Daerah, Jalan Diponegoro 26, Jakarta Pusat.
Acara rapat rada gawat: klarifikasi kegiatan. Happy mengundang para pengurus karena esoknya mereka harus menghadap penyidik di Markas Besar Kepolisian RI untuk dimintai keterangan dalam pengusutan dana hibah pemerintah Jakarta pada 2004-2015 sebesar Rp 13,6 miliar. Sudah dua bulan polisi menyelidiki laporan dugaan korupsi itu.
Happy menjadi pelaksana tugas karena Ketua Kwarda Sylviana Murni non-aktif setelah resmi menjadi calon Wakil Gubernur Jakarta bersama Agus Harimurti Yudhoyono. "Kami membahas kegiatan karena sebagian yang datang tak mengerti persoalannya," kata Iriana Dewi, Ketua Dewan Kerja Daerah Pramuka Jakarta 2014-2015, yang hadir dalam rapat itu, pekan lalu.
Menurut seorang peserta, rapat itu membahas banyak kuitansi laporan kegiatan yang ditandatangani Wakil Ketua Bidang Keuangan, Usaha, dan Sarana-Prasarana Delly Indriyati dan Kwarda Pramuka Jakarta Urusan Keuangan Deasy Idawati. Umumnya, kata sumber ini, para peserta rapat terkejut ada kuitansi yang menjadi lampiran laporan pertanggungjawaban (SPJ) kepada pemerintah Jakarta tersebut.
Beberapa nominal dalam kuitansi itu, kata peserta lain, malah tak sama dengan yang mereka laporkan setelah kegiatannya selesai. "Keterangan kepada polisi disesuaikan dengan SPJ saja," katanya menirukan ucapan Happy Gustin.
Happy menyangkal kabar bahwa rapat itu untuk menyeragamkan jawaban pengurus di depan polisi. Menurut dia, hibah pemerintah Jakarta tersebut terlaksana menurut rencana. "Tak ada kegiatan fiktif," ujarnya. "Kegiatan sudah sesuai dengan yang diberikan dan terlaksana."
Pelaksana Tugas Wakil Ketua Bidang Keuangan Pramuka Jakarta Tajuddin Nur membenarkan Pramuka Jakarta menggelar rapat klarifikasi itu. Saat ditanya kebenaran permintaan penyeragaman jawaban kepada polisi sesuai dengan SPJ, ia mengatakan telah meminta pengurus menyampaikan keterangan secara jujur. "Apa yang diketahui, sampaikan," katanya.
Para pengurus Pramuka Jakarta diperiksa polisi selama tiga hari, pada 16-19 Januari 2017. Delly diperiksa di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu, Jakarta Timur, karena divonis bersalah dalam perkara korupsi dana rehabilitasi SMP Negeri 187 Kalideres, Jakarta Barat, pada Mei tahun lalu. Korupsi terjadi saat ia menjadi Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat pada 2013.
Sylviana, sebagai Ketua Pramuka Jakarta 2013-2018, diperiksa polisi sehari kemudian. Menurut dia, polisi salah menyebut pemberian donasi pemerintah Jakarta itu sebagai bantuan sosial. "Yang benar hibah dan sudah disetujui saat Jakarta dipimpin Pak Jokowi," katanya.
Bagi polisi, hibah atau bantuan sosial bukan soal pokok karena obyek pemeriksaan adalah pertanggungjawaban pemakaiannya. "Sebagai penanggung jawab, ada bukti tanda tangan yang bersangkutan dalam laporannya," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul, menyebut peran Sylviana.
Menurut Martinus, polisi tengah menelisik kesesuaian kuitansi dan realisasi pengeluaran uang hibah itu. Polisi menduga pemakaian dana hibah itu digelembungkan dari pemakaian yang sebenarnya. "Ada tiga hal yang kami periksa: penerimaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban," kata Martinus.
DUGAAN polisi mengenai adanya akal-akalan pemakaian dana hibah terlihat dari kuitansi yang dibuat Delly Indriyati itu. Tempo memverifikasi beberapa jenis pengeluaran kepada penyedia barangnya. Misalnya, kegiatan Lomba Prestasi Pramuka Penegak pada 26-30 Oktober 2014 di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.
Dalam laporan yang dibuat pengurus kepada pemerintah Jakarta, kegiatan itu menelan biaya Rp 550 juta. Pengeluaran paling besar acara itu adalah sewa tempat dan alat perkemahan sebesar Rp 167.175.000. Angka tersebut tertuang dalam daftar pesanan fasilitas bertanggal 30 Oktober 2014 yang dikonfirmasi kuitansi pada tanggal yang sama dari Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka Cibubur.
Dalam kuitansi itu tertera "diketahui Sylviana Murni" dan "Aminuddin Fanani sebagai ketua Buperta". Uang sebesar Rp 167 juta diterima petugas dari Bumi Perkemahan bernama Linda. Abdul Cholik, Ketua Bumi Perkemahan, mengkerut ketika disodori kuitansi itu. Ia mengaku tak mengeluarkan faktur tersebut. "Apakah mereka buat sendiri, saya tak tahu," katanya.
Kening Cholik semakin berkerut ketika melihat item biaya sewa area perkemahan. "Sewa area sudah termasuk dalam tiket masuk," ujarnya. Dalam kuitansi itu tiket masuk berdiri sendiri untuk 2.000 peserta sebesar Rp 3.000 per orang sehingga jumlahnya Rp 6 juta.
Jumlah peserta ini juga janggal. Kepada penyidik, Iriana Dewi mengakui peserta dan panitia dalam lomba tersebut hanya 200 orang. Polisi mengejar pengakuan ini dengan menanyakan detail pengeluarannya. Sebagai panitia, Iriana mengaku mengelola dana Rp 80-100 juta untuk honor panitia, dokumentasi, dan membuat barang cetakan. Iriana membenarkan diperiksa polisi, tapi ia menolak menjelaskan keterangannya.
Pengeluaran lain yang cukup besar adalah pengadaan kaus dan topi. Dalam kuitansi tertulis Kwarda DKI memesan 2.000 kaus dengan harga tiap lembar Rp 50 ribu dan 3.000 topi dengan harga tiap buah Rp 30 ribu di Toko Setya Bhakti pada 16 Oktober 2014. Total pembelian dua barang itu Rp 160 juta. Seperti kuitansi lain, faktur itu juga dibubuhi keterangan "Diketahui Sylviana Murni".
Keaslian kuitansi itu tak bisa diverifikasi karena Toko Setya Bhakti di Pusat Perdagangan Senen Blok I Lantai II Nomor J.7-10 hangus dalam kebakaran pada Kamis dua pekan lalu. "Lantai II merupakan area yang terbakar parah dan hampir tak ada yang bisa diselamatkan," kata Eddy S, petugas keamanan di Pasar Senen.
Pengeluaran lain adalah pembelian tanda peserta dan panitia sebanyak 2.000 buah, piagam 2.000 lembar, dan buku kegiatan 2.000 buah, dengan nilai total Rp 42 juta. Dalam kuitansi, barang-barang itu dibuat PT Arifa Jaya Mandiri, yang beralamat di Jalan Percetakan Negara 63 Z, Jakarta Pusat.
Masalahnya, tak ada perusahaan itu di Jalan Percetakan Negara. Jika alamat itu benar, PT Arifa semestinya berada di antara toko sepatu dan mainan anak-anak di Jalan Percetakan Negara 63D dan toko bangunan di Jalan Percetakan Negara 64. "Tak ada nomor 63 Z," kata Edi, pemilik toko sepatu dan mainan anak. "Nomor tertinggi di sini cuma sampai D."
Kejanggalan lain dalam kuitansi Lomba Prestasi Pramuka Penegak adalah pembelian konsumsi. Disebutkan di sana, makanan dipesan kepada perusahaan katering Lestari Jaya Perkasa di Jalan Kembang X/9 Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Saat disambangi ke sana, jalan itu berupa gang sempit yang hanya bisa dilewati sepeda motor.
Bangunan di Jalan Kembang X Nomor 9 adalah sebuah rumah kos dua lantai yang dikelola oleh Ana. "Saya sudah sepuluh tahun tinggal di sini. Dari dulu ini rumah kos-kosan, tak ada perusahaan katering," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Happy Gustin mengaku tak tahu aneka kejanggalan dalam Laporan Keuangan Kwarda Pramuka DKI Jakarta. Menurut dia, laporan pertanggungjawaban itu disusun Wakil Ketua Bidang Keuangan berdasarkan laporan dari panitia kegiatan. Pada 2014-2015, Happy menjabat Wakil Ketua I Bina Muda. "Jadi saya tidak tahu mengenai laporan pertanggungjawaban yang disusun oleh Kwartir Jakarta saat itu," ujarnya.
Sylviana tak menjawab langsung soal kejanggalan dalam laporan kegiatan itu. "Telah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dengan hasil pendapat wajar," katanya melalui pesan pendek, yang diteruskan anggota tim kampanyenya, Didi Irawadi Syamsuddin, pada Kamis pekan lalu.
Masih banyak kuitansi dari sejumlah kegiatan Pramuka Jakarta selama 2014-2015 yang kini sedang ditelisik polisi. Pada Rabu pekan lalu, sesudah memeriksa pengurus dan Sylviana, polisi menaikkan status dugaan korupsi hibah Pramuka ini dari penyelidikan menjadi penyidikan. "Perbuatan melawan hukum perkara ini sudah ada, tapi harus dikuatkan dengan bukti dan keterangan," ujar Martinus Sitompul.
Ia tak menyebut nama tersangka perkara ini. Namun, kata Martinus, para tersangka kelak adalah mereka yang dianggap paling bertanggung jawab dalam kegiatan Pramuka pada periode itu.
Abdul Manan, Gangsar Parikesit, Rezky Alvionitasari, Erwan Hermawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo