Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan Bank Syariah Mandiri
SEHUBUNGAN dengan pengaduan Bapak Ibnu Rifai melalui majalah Tempo edisi 17-23 Oktober 2016 terkait dengan layanan Western Union, dengan ini kami sampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang beliau alami saat bertransaksi di kantor cabang kami.
Bank Syariah Mandiri bekerja sama dengan Western Union dalam layanan pengiriman uang domestik dan antarnegara. Kedua pihak telah menyepakati prosedur serta standar operasional pengiriman dan penerimaan uang, yang telah kami sampaikan kepada Bapak Ibnu Rifai saat berkunjung ke kantor layanan kami.
Selanjutnya, apabila terdapat pertanyaan ataupun saran yang hendak disampaikan, Bapak dapat menghubungi customer service yang akan membantu melalui BSM Call Layanan 24 Jam di nomor 14040 atau melalui website kami, www.syariahmandiri.co.id, dengan memilih menu Layanan 24 Jam.
Demikian kami sampaikan. Atas perhatian dan kepercayaan Bapak kepada Bank Syariah Mandiri, kami mengucapkan terima kasih.
Dharmawan P. Hadad
Corporate Secretary PT Bank Syariah Mandiri
Dirugikan Carrefour ITC Depok
PADA 24 Oktober 2016, saya mendatangi Carrefour ITC Depok buat meminta kelengkapan berkas pembelian voucher belanja Carrefour yang saya beli sebanyak Rp 15 juta untuk kampus. Tapi saya sangat menyesalkan karena pihak manajemen Carrefour ITC Depok tidak bersedia menandatangani surat perintah kerja (SPK), BAST, dan berkas lain dengan alasan tidak berwenang mengeluarkan surat keluar apa pun.
Padahal, menurut pihak di Head Office Carrefour Lebak Bulus, SPK dan berkas-berkas lain adalah hal yang biasa dikeluarkan oleh Carrefour Store ketika ada pembelian dalam jumlah besar. Jika berkas kelengkapan itu tidak saya dapatkan, saya terancam akan mengganti uang sebesar Rp 15 juta oleh pihak kampus saya. Atas hal ini, saya merasa sangat dirugikan dan meminta pengertiannya. Menurut saya, tidak ada kerugian sedikit pun dari Carrefour jika menandatangani berkas-berkas tersebut.
Ikhsan Darmawan
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok
Mencari Pemimpin Daerah
PADA hakikatnya, pemilihan kepala daerah diselenggarakan untuk mencari dan menemukan pemimpin ideal yang mampu memimpin daerah serta mengembangkan setiap potensi di daerah itu, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Untuk itu, diperlukan pemimpin yang ideal yang dapat diuji dan lahir secara murni tanpa baying-bayang kejahatan yang melekat pada dirinya.
Berbicara mengenai pemimpin ideal tentu sangat sulit dirumuskan karena bersifat subyektif dan sukar ditentukan. Ideal bagi kalangan pengusaha belum tentu ideal menurut kalangan birokrat dan wong cilik. Walaupun hal itu sukar ditentukan, kita dapat mencoba menentukan kriterianya. Salah satunya melalui keyakinannya terhadap suatu agama yang dianut/dipercayai dengan sungguh-sungguh.
Meyakini suatu agama dengan sungguh-sungguh bukan berarti bahwa calon pemimpin daerah harus ustad, pendeta, petapa, atau pemuka agama lain. Calon pemimpin ideal itu haruslah takut kepada Tuhannya dan meyakini agama yang dia anut secara sungguh-sungguh. Hal ini penting karena pada hakikatnya agama mengajarkan nilai kebaikan dan kebenaran. Apabila agama/kepercayaan yang dianut seseorang mengajarkan nilai kerusakan, itu bukanlah apa yang kita sebut sebagai agama/Âkepercayaan.
Kriteria ini paling sulit ditemukan dan diketahui. Banyak orang berpenampilan "ahli agama" tapi hanya pencitraan dan ternyata perampok rakyat. Banyak juga yang beragama hanya ketika dalam masa kampanye atau beberapa bulan sebelum mencalonkan diri. Ini perlu diperhatikan oleh rakyat. Rakyat jangan memilih pemimpin yang beragama hanya ketika kampanye atau beberapa bulan sebelum berkampanye karena itu semua dapat dianggap sebagai pencitraan semata. Justru pemimpin seperti inilah yang akan menghancurkan daerahnya. Dapat kita lihat, agama hanyalah mainan baginya dan dia beragama hanya ketika mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah. Terlepas apakah memang dia terpanggil untuk beragama dari hati rohaninya atau tidak, tetap saja ini harus diperhatikan secara serius oleh masyarakat dalam mencari pemimpin.
Masyarakat tidak boleh mengedepankan egoisme terhadap agama serta menimbulkan rasisme dan perpecahan di daerahnya. Seharusnya agama yang menjadi kriteria untuk memilih pemimpin adalah keteguhan hati si pemimpin terhadap Tuhan walaupun itu harus berbeda agama dengan rakyat yang akan dipimpinnya. Bukan pemimpin itu harus seagama/satu keyakinan dengan mayoritas rakyatnya. Ingatlah filosofi bangsa kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Irsal Habibi
Anggota UKMF KOMBAD JUSTITIA Fakultas Hukum
Universitas Andalas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo