Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

8 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Visi-Misi Aparat Desa

Kerja keras dan keseriusan Menteri Desa dalam membangun 74 ribu desa di Indonesia tidak akan bisa berjalan dengan baik jika tidak diimbangi oleh kompetensi dan keseriusan aparat desa dalam membangun desa masing-masing. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak aparat desa yang bekerja tanpa visi jangka panjang dan hanya mengerjakan rutinitas kewajiban biasa sehingga hasilnya kurang maksimal.

Tiap aparat desa sudah sepatutnya wajib memiliki RPJMDES (rancangan pembangunan jangka menengah desa), sehingga pembangunan desa bisa berjalan dengan visioner, terarah, dan tepat sasaran. Tapi, sayangnya, masih banyak pula aparat desa yang kurang memahami arti penting RPJMDES. Maka RPJMDES tidak menggambarkan visi-misi jangka panjang menuju desa yang mandiri secara ekonomi.

Ambil contoh, sudah sekian puluh tahun berdiri, desa yang memiliki badan usaha milik (BUM) desa masih sangat sedikit. Dari 74 ribu desa, tercatat hanya 4.000 desa yang mempunyai BUM desa. Padahal BUM desa ini merupakan upaya nyata untuk menciptakan kemandirian ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan taraf ekonomi warga desanya.

Seberapa pun besarnya semangat pemerintah untuk membangun desa dengan cara mengucurkan dana tahunan yang begitu besar, jika aparat desanya sendiri tidak mempunyai visi-misi yang visioner, kualitas sumber daya manusia yang kurang cakap dan kurang berintegritas, sudah dapat dipastikan keinginan untuk memajukan desa hanya sebatas mimpi dan hasilnya akan timbul ketidakpuasan dari masyarakat.

Untuk menutup celah tersebut, semua pihak, baik organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, maupun semua warga, harus berperan aktif dalam mengawal dan mengawasi pembangunan desa. Selain itu, tiap aparatur desa wajib membuat laporan hasil kinerjanya dengan jelas dan terinci dari program atau hasil keuangan tiap desa dan dipajang di papan pengumuman desa sehingga masyarakat bisa langsung mengawasinya.

Satu hal lagi yang paling penting yang harus dimiliki aparat desa adalah kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan dengan pimpinan pusat untuk memperkenalkan serta mengangkat produk lokal desanya kepada publik sehingga hasil produksi masyarakatnya bisa dikenal dan diminati penduduk daerah lain. Syukur-syukur jika dilirik investor, sehingga nilai ekonomi suatu desa bisa meningkat.

Jika aparat desa tidak memiliki kunci-kunci pokok tersebut, niscaya pembangunan desa sulit terwujud. Pemerintah wajib meningkatkan dan mengawasi kinerja aparat desa dan mengevaluasi hasil kinerja mereka pada periode tertentu agar pembangunan desa bisa berjalan maksimal.

Zainal Muid
Ciputat, Tangerang Selatan


Keluhan Pelanggan Citibank

Saya, pemilik kartu Citibank Rewards Nomor 4140.0920.xxxx.xxxx, sangat kecewa atas biaya deferred charges yang tidak masuk akal dikenakan pada kartu saya tersebut. Pada April lalu, saya memiliki tagihan kartu kredit Rp 2.898.533. Tagihan tersebut saya bayar pada 2 Mei 2015 sebesar Rp 2.500.000, memang ada kekurangan pembayaran sebesar Rp 398.533.

Atas kekurangan tersebut, saya dikenai deferred charges Rp 85.130. Luar biasa dendanya, tidak sebanding dengan ­kekurangan pembayarannya. Untuk itu saya mohon keringanan atas denda ter­­sebut. Juga memohon kepada Otoritas Jasa Keuangan ataupun Bank Indonesia untuk memberi perlindungan kepada nasabah kecil seperti saya atas tindakan sepihak dan sewenang-wenang Citibank.

Anhar Sulaiman
Lebak Bulus, Jakarta


Pengiriman Barang Lewat JNE

Pada Selasa, 12 Mei 2015, saya berkunjung ke salah satu cabang JNE yang berada di wilayah Garut, Jawa Barat, untuk mengirim barang ke saudara di Palembang. Saat itu saya mengambil tipe pengiriman reguler dengan perkiraan barang tiba tiga-enam hari. Namun barang yang saya kirim dengan nomor resi 2681418900007 itu sampai detik ini belum juga sampai.

Jika alamat tidak ditemukan dan JNE mengkonfirmasi langsung, mungkin tidak akan menjadi masalah. Tapi, kenyataannya, alamat dan nomor telepon yang tertera pada identitas pengirim atau penerima tidak dikontak. Sampai pada akhirnya saudara saya di Palembang memprotes karena barang yang ditunggu tidak pernah datang.

Sebagai jasa pengiriman yang profesional, seharusnya pengelola JNE memberi tahu konsumen jika terjadi kesalahan atau hambatan. Bukan malah dibiarkan berlarut-larut seperti ini, seakan-akan saya membohongi saudara saya di sana.

Kejadian ini bukan pertama kali saya alami, padahal JNE merupakan jasa pengiriman yang sering saya pakai. Mudah-mudahan, dengan kekecewaan saya ini, pihak pengelola bisa memperbaiki untuk memenuhi kepuasan pelanggannya.

Yoga Sundawa Aria Puspianto
Garut, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus