Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan untuk R. Haryoseputro
Saya ingin menanggapi tulisan R. Haryoseputro di Tempo edisi 3-9 November 2014, halaman 6-8, rubrik Surat Pembaca, berjudul "Pelurusan Tulisan Bing P. Lukman".
Dalam tulisan itu saya disebutkan baru masuk Jerman Barat pada 1969 dan tidak pernah tinggal di Belanda, sehingga tidak tahu banyak tentang sejarah PPI di Eropa. Menurut saya, pernyataan tersebut keliru.
Saya ingin menyampaikan beberapa fakta.
Pertama, pada 1966, melalui badan tertinggi rapat anggota PPI Cabang Braunschweig, saya terpilih sebagai Ketua PPI Cabang Braunschweig. Kedua, pada 1967, dalam sidang perwakilan anggota di Weilburg, saya memimpin delegasi PPI Cabang Braunschweig bersama Rusdi Dalimunthe. Dalam sidang perwakilan anggota itu, kami menyerahkan petisi PPI Cabang Braunschweig berisi penolakan permintaan Ketua Umum PPI M. Hadi Soesatro (Mingkie) agar semua anggota PPI di RFJ-Belanda menandatangani surat pernyataan menolak kepemimpinan Presiden RI Sukarno dan berjanji mendukung Orde Baru pimpinan Jenderal TNI Soeharto.
Ketiga, ketika pindah ke Darmstadt (1968), saya dipilih menjadi Wakil Ketua PPI Cabang Darmstadt, serta diminta membantu Ketua Umum Pengurus Pusat PPI DI RFJ Belanda era Eddy Sulaiman Wiradireja (Berlin) dan era Anton Lumy (Aachen). Seluruh rangkaian peristiwa itu sebelum saya terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat PPI di RFJ-Belanda pada Desember 1970-1972, serta terpilih kembali untuk kedua kalinya dalam sidang perwakilan anggota di Mainz untuk 1972-1973. Keempat, pada 1972, memimpin delegasi PP di RFJ-Belanda bertemu dengan Panglima Kopkamtib Jenderal TNI Soemitro di Wina, Austria. Pada akhir Desember 1973, saat kembali ke Tanah Air, 2 Januari 1974, disambut Peristiwa Malari 1974.
Bing Purnomo Lukman
Cempaka Putih, Jakarta Pusat
Lalu Lintas Macet Akibat Pembangunan
Saya warga Metro Permata 1, Tangerang Selatan, Banten, selama sebulan ini merasa menderita akibat kemacetan luar biasa sejak ada pembangunan jalan, khususnya di Jalan Raden Saleh, di depan kompleks perumahan kami.
Jalan yang dibangun tersebut merupakan arus utama bagi ribuan pengendara mobil dan sepeda motor dari Ciledug, Tangerang Selatan, menuju Meruya, Jakarta Barat, serta kawasan Jakarta lainnya. Dalam masa pembangunan, menurut saya, pimpinan proyek sepertinya tak bertanggung jawab karena mengabaikan beberapa hal, antara lain pemegang proyek hanya menyisahkan satu jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil. Akibatnya, saban pagi jam sibuk, kemacetan mengular hingga dua kilometer.
Kondisi ini diperparah oleh lambatnya masa pembangunan, bahkan penanggung jawab pembangunan membiarkan pasir, batu, dan material lain menumpuk di pinggir jalan. Dampak lain yang membuat hati saya miris adalah para pedagang, warung, toko, dan pompa bensin yang ada di sepanjang jalan tersebut sepi pengunjung. Salah seorang karyawan pompa bensin mengaku kepada saya bahwa dia dan empat rekannya dirumahkan karena pompa bensin tempat mereka bekerja sepi pembeli. Saya meminta perhatian kepada pemerintah daerah Kabupaten Tangerang Selatan atas kondisi ini.
Mulyana
Warga Metro Permata 1, Tangerang Selatan, Banten
Kantor Imigrasi Batam Penuh Calo
Saya punya pengalaman mengecewakan di kantor imigrasi Batam, Kepulauan Riau, ketika hendak membuat paspor sendiri karena dihambat oleh calo di kantor imigrasi. Saya berharap kepada pemimpin baru di pusat dan daerah ataupun parlemen dapat membongkar percaloan dan dapat menertibkan oknum-oknum yang ada di imigrasi.
Peristiwa itu bermula ketika saya bersama orang tua akan mengurus paspor setahun lalu. Kami berdua sengaja berangkat seusai salat subuh agar tidak terlalu panjang antre di kantor imigrasi. Ternyata langkah kami tidak membantu karena antrean pembuatan paspor dikuasai oleh calo. Mereka sengaja ikut antre bahkan bekerja sama dengan petugas di kantor imigrasi, sehingga kendati kami berangkat lebih awal tetap saja mendapatkan nomor antre paling buntut.
Di kantor imigrasi Batam terdapat pintu khusus bagi siapa saja yang mengurus paspor melalui jalur cepat. Mereka sepertinya sengaja dikasih jalan di samping kantor imigrasi agar tak terlihat oleh orang lain. Fakta di atas sebagaimana kami sampaikan mudah-mudahan mendapat perhatian para pemegang kekuasaan.
Marlon Nurrachman Tumewang
Warga Perumnas, Sagulung Kota, Batam, Kepulauan Riau
081229425607
Lapangan Olahraga Garut Jadi Pasar
Pekan lalu, ketika libur panjang, saya bervakansi ke Garut, Jawa Barat. Mungkin lima kali saya berkunjung ke kota berudara sejuk ini. Saya pun suka suasana dan keramahtamahan warga Garut.
Namun saya kaget ketika jalan-jalan pagi seusai subuh di Lapangan Merdeka, Minggu, 26 Oktober 2014. Saya melihat pemandangan aneh, lapangan olahraga yang pasti dibangun dengan biaya jutaan rupiah itu rusak lantaran dikelilingi pedagang. Bahkan lapangan ini nyaris menjadi pasar.
Yang menyedihkan, para pedagang itu tidak hanya berjualan di luar lapangan, tapi jugadi dalam lintasan lari. Saya hanya geleng-geleng kepala. Sayang sekali, lapangan olahraga yang indah itu menjadi pusat belanja musiman para pedagang kaki lima.
Salwati
Karawang, Jawa Barat
Ralat
Dalam tulisan majalah Tempo edisi 10-16 November 2014, halaman 122, berjudul "Banding Dua Anak Usaha Asian Agri Ditolak", terjadi kekeliruan dalam kutipan. Seharusnya yang benar: "Karena itu, Pengadilan Pajak berwenang mengadili sengketa ini," kata Ketua Majelis XV B Pengadilan Pajak Tonggo Aritonang.
Ralat
Ada kesalahan pada teks pengantar Wawancara Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di majalah Tempo edisi 10-16 November 2014. Di halaman 133, kolom kanan, baris ke-12, tertulis: "muluk-muluklah". Yang benar: "Enggak muluk-muluklah". Mohon maaf untuk kesalahan teks ini.
—Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo