Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

6 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cabut Subsidi Bensin

SAYA masih ingat betul ketika, pada 2003, pemerintah menaikkan harga semua jenis bahan bakar minyak dengan alasan harga minyak dunia tengah bergejolak. Ketika itu pemerintah mengaku akan memantau pergerakan harga minyak internasional dan menyesuaikan harga minyak di dalam negeri secara berkala. Sayangnya, kebijakan itu tidak dilakukan. Dengan berbagai dalih, harga bahan bakar minyak tidak pernah disesuaikan lagi dengan gejolak harga pasar. Akibatnya, ketika beban subsidi sudah tidak tertahankan, sekarang pemerintah menerapkan kebijakan baru yang secara dramatis akan meningkatkan harga minyak.

Yang mengherankan, kebijakan baru pemerintah ini masih memberi ruang untuk pemberian subsidi bahan bakar minyak buat kendaraan jenis tertentu, seperti sepeda motor dan angkutan umum. Kita semua tentu mafhum kalau pemberian subsidi khusus macam itu hanya akan mendorong perilaku korupsi. Bisa-bisa pengguna sepeda motor dan pemilik angkutan umum sengaja menimbun bahan bakar minyak dan menjualnya kembali di pasar gelap dengan harga berkali lipat.

Saya menyarankan pemerintah kembali menghitung besaran subsidi yang dimungkinkan dalam anggaran negara tahun ini. Sedikit demi sedikit, subsidi itu dihapuskan sama sekali. Idealnya kelak semua warga masyarakat harus memperoleh perlakuan yang sama dalam program ini. Selain itu, rencana lama pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM di dalam negeri sesuai dengan situasi di pasar internasional harus dihidupkan kembali.

Bachtiar Usman
Cempaka Putih Barat
Jakarta


Keberatan Wisnu Subroto

SAYA ingin menyampaikan keberatan atas pemuatan nama saya dalam berita majalah Tempo pada edisi 16-22 Januari 2012, di rubrik Hukum, dengan judul "Diguyur Bocoran Tenaga Surya". Dalam berita itu disebutkan bahwa:

1. Pada 2009, selaku Jaksa Agung Muda Intelijen, saya berkonsentrasi pada kegiatan pemantauan dan pelaporan situasi harian nasional dalam rangka pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden sampai Mei 2009 ketika saya memasuki masa pensiun. Pada 1 Juni 2009, saya sudah tidak lagi berkantor di Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

2. Pertemuan di Hotel Mulia, Jakarta, yang ditulis Tempo tidak ada kaitannya dengan proyek apa pun di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Ketika itu, saya memang mampir ke Hotel Mulia bersama anggota staf dan beberapa teman untuk menghindari macet sepulang dari kantor.

Ketika kami sedang makan di coffee shop hotel, seorang bawahan memberi tahu bahwa saya diundang bergabung di meja sebelah yang penuh dengan sejumlah pejabat dari Kementerian Energi. Saya pun pindah ke meja itu dan berkenalan dengan sekitar 10 pejabat Kementerian tersebut, yang sebelumnya tak pernah saya kenal. Di antara mereka, ada Dirjen Kelistrikan Kementerian Energi. Saya kemudian makan malam bersama mereka selama sekitar satu jam.

Jadi pertemuan itu tidak direncanakan dan tidak membicarakan proyek apa pun. Saya hanya pernah bertemu dengan mereka satu kali dan sesudah itu tak pernah lagi melihat para pejabat tersebut sampai sekarang.

3. Saya tidak tahu sama sekali soal proyek yang dimaksud di Kementerian Energi serta tidak pernah menghubungi dan berurusan dengan pejabat mana pun di Kementerian Energi soal proyek tersebut.

4. Saya tidak pernah menitipkan pesan, meminta, atau mendapatkan proyek yang dimaksud di Kementerian Energi. Saya juga tidak kenal dengan kontraktor, pemborong, atau siapa pun yang terlibat dalam proyek itu.

5. Bidang saya, Intelijen Kejaksaan Agung, tidak pernah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pengadaan Solar Home System pada tahun anggaran 2007-2008 seperti yang ditulis Tempo.

6. Saya tidak pernah menerima sesuatu/uang sebagaimana disebut dari siapa pun di Hotel Nikko pada pertengahan 2009. Pada saat itu, saya sudah pensiun dan saya tidak pernah masuk serta menginjakkan kaki di hotel tersebut.

Demikian penjelasan saya. Saya berani bersumpah demi Tuhan atas kebenaran penjelasan saya ini. Terima kasih.

Wisnu Subroto
Yogyakarta


Komentar untuk Geng IT

MAJALAH Tempo edisi 22 Januari lalu memuat berita tentang masalah dalam pengadaan sistem teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di Direktorat Jenderal Perpajakan Kementerian Keuangan. Berita itu menyebutkan adanya sekelompok pejabat yang sering disebut sebagai Geng IT, yang punya akses khusus mengutak-atik database perpajakan di Kementerian Keuangan dan memperoleh keuntungan dari manipulasi model tersebut.

Dari pengalaman saya, saya yakin fenomena semacam itu tidak hanya terjadi di Kementerian Keuangan. Di banyak lembaga negara lain, ada saja satuan tugas khusus yang bertanggung jawab atas berbagai proyek pengadaan, agar jangan sampai muncul masalah yang rawan penyimpangan.

Sebenarnya gerombolan macam Geng IT ini bisa memanfaatkan kelebihan kemampuan dan penguasaan mereka atas teknologi komputer untuk melakukan manipulasi tingkat tinggi. Sudah saatnya praktek model begini dihentikan. Saya menunggu liputan Tempo yang mengupas masalah ini lebih dalam. Terima kasih.

M.E.D. Ngantung
Jalam Selamat, Setiabudi
Jakarta Selatan


Prihatin Anggota DPR

BELUM lama ini kita dikejutkan oleh adanya rencana renovasi toilet di gedung Dewan Perwakilan Rakyat senilai Rp 2 miliar dan perbaikan ruang rapat Badan Anggaran DPR yang menghabiskan dana Rp 20 miliar.

Rencana renovasi bangunan fisik bernilai miliaran rupiah itu terasa ironis dengan kondisi kemiskinan warga di sekitar kita. Banyak penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, berjejal di permukiman kumuh dengan fasilitas publik seadanya.

Sebagai mahasiswa, saya tidak bisa memahami cara berpikir anggota DPR. Meski mengaku tidak mengurusi soal besaran anggaran untuk berbagai perbaikan yang mereka minta, seharusnya mereka belajar dari penolakan publik atas rencana pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1, 138 triliun belum lama ini.

Sepertinya segala bentuk kecaman, kritik, dan keprihatinan warga tidak mempan lagi untuk para wakil rakyat kita di Senayan. Mereka sudah kehilangan rasa malu, menghamburkan uang rakyat ketika banyak orang tak bisa hidup layak.

Raebella Angesti Masela Azhari
Fakultas Psikologi
Universitas Bina Nusantara
Jakarta


RALAT

Terjadi kekeliruan penulisan caption foto di majalah Tempo edisi 23-29 Januari 2012, pada artikel "Ketika Tuhan Menunda Kelamin Romeo" di halaman 87. Pada foto sebelah kiri seharusnya ditulis "Joy semasa SMA, masih bernama Siti". Adapun pada foto sebelah kanan seharusnya ditulis "Setelah Siti berubah menjadi Joy". Atas kesalahan ini, kami sampaikan permohonan maaf.
—Redaksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus