Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

6 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Trisakti Peduli Perubahan

Kami, sekelompok dosen Universitas Trisakti dari berbagai fakultas, merasa prihatin menyaksikan konflik yang berlarut-larut antara Yayasan Trisakti dan pihak Thoby Mutis. Padahal, pada Mei lalu, Mahkamah Agung sudah memutuskan bahwa pemenang perkara sengketa kepemilikan universitas antara kedua pihak itu adalah Yayasan Trisakti.

Meski sudah ada putusan majelis hakim agung yang berkekuatan hukum tetap, upaya eksekusi yang dilakukan pihak Yayasan masih terus membentur tembok. Terakhir, ribuan orang menghadang kedatangan tim eksekusi yang diwakili juru sita pengadilan. Eksekusi pun batal.

Para dosen di Universitas Trisakti sebenarnya tidak ingin mengambil posisi dalam konflik ini. Namun kedua belah pihak yang bersengketa selalu berusaha menyeret para anggota staf dan pengajar untuk berpihak. Pihak Thoby Mutis, misalnya, sempat mengklaim bahwa semua dosen dan karyawan Universitas Trisakti menolak eksekusi. Dia juga menyatakan bahwa ada keresahan yang meluas di kalangan dosen akibat eksekusi itu. Klaim itu adalah pemutarbalikan fakta secara nyata. Kami tidak pernah menyatakan hal itu. Kami sadar bahwa melawan eksekusi pengadilan adalah tindakan melawan hukum. Ribuan orang yang menghadang eksekusi bukanlah sivitas akademika Universitas Trisakti. Kebanyakan orang luar dan preman.

Sedangkan pihak lainnya, melalui sembilan oknum pimpinan universitas, juga menekan para dosen untuk tidak berpihak pada kelompok Thoby Mutis. Mereka membentuk Forum Komunikasi Karyawan untuk mengesankan bahwa seluruh karyawan ada di pihak mereka. Padahal kenyataannya forum itu sama sekali bukan representasi karyawan dan staf pengajar Universitas Trisakti.

Berdasarkan perkembangan yang kian mengkhawatirkan ini, kami mengimbau dan mendorong aparat penegak hukum untuk ”membersihkan” lingkungan kampus Universitas Trisakti dari para preman. Putusan Mahkamah Agung perlu segera dieksekusi agar kehidupan kampus bisa kembali normal.

Nama dan alamat ada pada redaksi


Ruang Hijau di Bintaro

Sudah lebih dari empat bulan pengembang membangun jalan layang di Bintaro Sektor Tujuh, Tangerang. Pembangunan itu penting agar kemacetan di kompleks perumahan ini segera teratasi. Pada jam sibuk, kendaraan memang begitu menumpuk, mengular hingga beberapa kilometer.

Sayangnya, dalam proses pengerjaan jalan layang itu, saya merasa pengembang kurang mengindahkan lingkungan dan tata ruang. Jalan layang baru ini menggusur ruang terbuka hijau yang selama ini menjadi pusat kegiatan warga di akhir pekan. Ruang terbuka berupa bundaran dan tugu patung burung itu juga sudah lama menjadi ikon Bintaro.

Kami sedih melihat pepohonan di bundaran itu kini habis ditebang. Lingkungan menjadi gersang. Pohon hijau berganti jadi tiang penyangga jalan. Mohon pihak pengembang mengganti ruang terbuka hijau yang tergusur ini.

Azra Putra

Pondok Karya, Bintaro, Tangerang Selatan


Mengapa Subsidi Listrik

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pekan lalu mengumumkan rencananya meningkatkan subsidi listrik. Subsidi tahun ini yang sekitar Rp 40,7 triliun akan dinaikkan menjadi Rp 58 triliun pada 2012. Menteri Energi beralasan, kenaikan itu perlu karena biaya pokok dan margin penyediaan listrik sudah mencapai sekitar Rp 185,4 triliun, sedangkan hasil penjualan listrik hanya Rp 126,7 triliun.

Subsidi tentunya merupakan hak rakyat dan kewajiban negara. Berapa pun besarnya, jika memang dibutuhkan warga, pemerintah harus mengusahakan. Namun tentunya subsidi tak boleh hanya diberikan untuk satu sektor saja. Ada kebutuhan lain yang juga perlu subsidi. Misalnya saja pendidikan dan kesehatan.

Karena itu, yang sekarang jadi pertanyaan: benarkah listrik perlu disubsidi? Apakah subsidi itu memang bakal dinikmati rakyat atau hanya untuk menutup kerugian Perusahaan Listrik Negara? Pertanyaan selanjutnya: mengapa PLN terus merugi? Apakah kinerjanya pernah diaudit? Jangan-jangan subsidi listrik puluhan triliun rupiah ini bisa dikurangi jika saja PLN mampu memproduksi listrik secara efisien.

Dalam paparannya, Kementerian Energi menjelaskan bahwa salah satu faktor yang membuat subsidi harus bertambah adalah pertumbuhan penjualan listrik tahun depan sebesar sembilan persen. Ini tentu mengherankan. Biasanya penjualan yang meningkat akan mendongkrak laba. Tapi ini sebaliknya, makin besar penjualan, makin besar pula kerugian PLN, sehingga subsidi sampai perlu ditambah.

PLN biasanya menangkis argumen macam ini dengan menuding mahalnya biaya pembelian bahan bakar untuk pembangkit listrik mereka. Manajemen PLN selalu berkelit bahwa mereka harus membeli bahan bakar dengan harga pasar, dan kemudian menjual listrik dengan harga di bawah harga pasar. Selisih itulah yang harus ditanggung anggaran negara.

Saya meragukan penjelasan PLN itu. Saya yakin faktor kinerja manajemen perusahaan listrik itu juga menentukan besar-kecilnya subsidi yang perlu dikucurkan pemerintah. Perusahaan yang selalu merugi menunjukkan jajaran direksi dan pejabatnya tidak sungguh-sungguh menjalankan perusahaan. Anehnya lagi, meski untung tak pernah diraih, gaji direksinya besar-besar. Saya mendorong PLN untuk melakukan efisiensi operasional dan memangkas margin usaha mereka.

Asep Hartono
Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta


Klarifikasi Bank Indonesia

BERKAITAN dengan editorial majalah Tempo edisi 30 Mei-5 Juni dan Koran Tempo 30 Juni 2011 berjudul ”Pak Agus Marto, Silakan Teken”, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam editorial itu ditulis, ”Di masa lalu, proyek pencetakan mata uang—meliputi pengadaan kertas, tinta, dan benang pengamannya—memang menjadi ladang uang bagi segelintir pejabat Bank Indonesia.” Sehubungan dengan itu, kami mohon klarifikasi Tempo atas pernyataan tersebut. Menurut kami, pernyataan tersebut tidak berdasar, sangat tendensius, dan tidak relevan dengan konteks permasalahannya.

2. Selanjutnya, kami mohon agar ke depan Tempo dapat lebih bijak dan berhati-hati dalam menyampaikan suatu pernyataan dan pemberitaan. Untuk menghindari kesalahan persepsi maupun opini yang berkembang di masyarakat terhadap apa yang disampaikan oleh Tempo, kami minta klarifikasi ini dimuat. Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.

Difi A. Johansyah
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia
Terima kasih atas tanggapan dan masukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum