Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribut Calon Presiden Bikin Pusing
POLEMIK soal pencalonan Ani Yudhoyono sebagai calon presiden pada Pemilihan Umum 2014 terus memanas. Semua ribut memberikan komentar. Saya khawatir gagasan pencalonan ini justru menghamburkan energi politikus yang seharusnya berkonsentrasi melakukan pengawasan dan membuat undang-undang.
Saya menangkap kesan ribut-ribut soal calon presiden ini sebenarnya hanya aksi memancing reaksi lawan politik. Mereka yang menyebar isu ini tak sadar bahwa riak politik di tingkat elite bisa menular ke akar rumput dalam suasana yang lebih panas.
Padahal saat ini rakyat butuh bimbingan dan ketenangan. Kondisi ekonomi yang sulit, pengangguran, dan bencana alam silih berganti sungguh membuat rakyat prihatin. Seharusnya elite politik kita lebih memikirkan kepentingan rakyat ketimbang ribut-ribut mengurusi calon presiden. Pemilu 2014 masih lama.
LEE CHENG SWEE
Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat
Diusir dari Roxy Square
SAYA adalah pedagang barang kelontong di pusat pertokoan Roxy Square, Jakarta Barat. Saya menyewa kios di lantai 4 seharga Rp 27 juta per tahun, sejak pertengahan 2010. Namun, sejak awal menempati kios itu, tempat usaha saya berkali-kali disegel pengelola gedung.
Ada saja alasan yang digunakan. Mulai soal keterlambatan membayar biaya pelayanan (service charge) sampai soal saya meludah di lantai. Malah sempat saya berdagang selama tiga bulan dalam keadaan kios gelap-gulita, karena listrik diputus.
Terakhir, kios saya disegel pada 30 Oktober lalu. Saya sempat melaporkan penyegelan kios ke Kepolisian Resor Jakarta Barat, tapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Saya mohon ada keadilan karena barang dagangan saya senilai Rp 70 juta terkunci di dalam kios sampai sekarang.
IRWANTO HALIM
Kalideres Permai, Jakarta Barat
Usut Tuntas Kasus Gayus
SEPAK terjang terdakwa kasus pajak, Gayus Halomoan Tambunan, terus membuat kita geleng-geleng kepala. Tingkah polahnya membuat heboh seantero negeri. Dari pegawai rendah Direktorat Pajak, dia kini menjadi selebritas yang kekayaannya seakan tak bisa habis.
Sebagai warga negara, saya prihatin melihat hukum kita diobrak-abrik Gayus. Jika Gayus seorang saja bisa berbuat seperti itu, tak bisa saya bayangkan kelakuan orang-orang lain yang lebih berkuasa dibanding Gayus. Dalang yang memanfaatkan Gayus untuk merekayasa laporan pajak perusahaannya harus diusut tuntas.
Hanya kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tempat Gayus kini diadili, kami bisa berharap. Saya mendukung permintaan kuasa hukum Gayus, Adnan Buyung Nasution, agar tiga perusahaan yang disangka kongkalikong dalam kasus ini segera diperiksa. Pengadilan janganlah terus mengulur waktu saja.
NUSANTARA
Jalan Lolongok, Empang, Bogor
Kita Perlu Partai Lokal
UNDANG-UNDANG Partai Politik yang baru mengancam keberlangsungan hidup partai-partai kecil. Peningkatan ambang batas suara untuk masuk parlemen dan makin beratnya persyaratan mendirikan partai politik baru mengukuhkan dominasi partai besar saja.
Aturan itu akan membunuh partai kecil yang saat ini tidak punya wakil di Dewan Perwakilan Rakyat, tapi terwakili di sejumlah DPR daerah. Partai saya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, termasuk partai macam ini. Sejak Pemilihan Umum 2009, kami berkiprah di sejumlah parlemen daerah.
Nah, UU Partai Politik akan menghapus keberadaan partai macam kami. Padahal adanya partai yang terdaftar secara nasional dan berkiprah di lokal ini adalah fakta hukum positif. Kami berperan mengawal Pancasila sebagai dasar negara lewat kiprah dan kinerja kami di DPRD. Selain itu, keberadaan partai seperti kami mendukung keberagaman politik Indonesia dan jadi perangkat penting dalam demokrasi negeri ini.
PANDJI R. HADINOTO
Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Bahasa Jawa di Tempo
SEBAGAI pembaca Tempo yang setia selama 30 tahun terakhir, saya khawatir dengan kebiasaan Tempo belakangan ini yang makin sering menggunakan bahasa Jawa tanpa membubuhkan padanannya dalam bahasa Indonesia.
Dalam sebuah artikel yang dimuat November 2010, ada dua kata bahasa Jawa, yakni rerenggan dan bebasan, yang hanya dicetak miring, tanpa disertai padanannya. Bagaimana pembaca non-Jawa akan mengerti maknanya? Akankah mereka berpendapat ini suatu gejala Jawanisasi?
MARCUS SUSANTO
81/25 Market Street
Sydney, Australia
Liga Primer Indonesia Tidak Salah
SETELAH membela tim nasional sepak bola di Piala ASEAN Football Federation lalu, publik kini seolah terbelah oleh munculnya Liga Primer Indonesia (LPI). Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia menuding liga baru ini sebagai kompetisi ilegal.
Saya menilai LPI yang digagas pengusaha Arifin Panigoro ini adalah kompetisi alternatif untuk memajukan sepak bola di Tanah Air. Berbeda dengan liga lain, LPI tidak menguras kas pemerintah daerah. Sikap keras kepala PSSI yang terus berupaya menggagalkan kompetisi LPI justru akan menuai antipati publik.
Sebaiknya pengelola Liga Super Indonesia tidak merasa terancam. Popularitas sebuah liga bergantung pada nurani pengurusnya yang bersih, jauh dari praktek manipulatif dan tindakan tak terpuji lainnya.
GERRY SETIAWAN
Condet, Jakarta Timur
Perlu Daur Ulang di Supermarket
PEMERINTAH konon sedang giat menyosialisasi pentingnya publik ikut mengurangi emisi karbon dari rumah tangga. Hal ini penting dalam upaya kita bersama melakukan adaptasi perubahan iklim dan melawan pemanasan global.
Sayangnya, pemerintah sering hanya terjebak pada kampanye yang jargonistis dan seremonial. Program penanaman satu miliar pohon, misalnya, akan percuma saja, jika warga sekitarnya tidak terlibat ikut menjaga dan melestarikan bibit-bibit pohon tersebut.
Saya mengusulkan satu cara sederhana yang bisa berdampak besar pada perubahan gaya hidup warga dalam konteks adaptasi perubahan iklim. Setiap supermarket di permukiman sebaiknya menyediakan bak-bak daur ulang untuk sampah yang bisa dimanfaatkan kembali. Setiap hari, jutaan rumah tangga membuang botol, kaleng, koran bekas, kertas, dan sampah-sampah sejenis. Publik bisa memberikan sumbangan besar untuk pengurangan emisi jika semua sampah itu bisa didaur ulang. Supermarket bisa dipakai sebagai terminal pengumpulan sampah jenis ini, karena—setidaknya sepekan sekali—warga urban pasti mampir ke pasar modern ini.
YESSI CROSITA OCTARIA
Bukit Cimanggu City
Bogor, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo