Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DERING telepon seluler itu mengusik akhir ibadah umrah Romahurmuziy, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan. Dari seberang, berjarak sembilan ribu kilometer Jakarta-Mekah, terdengar suara Syariefuddin Hasan, politikus Partai Demokrat dan sekretaris sekretariat gabungan partai koalisi pendukung pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Tiga pekan lalu itu, Romy—demikian Romahurmuziy biasa disapa—dikutip sejumlah media massa Ibu Kota, mengatakan komunikasi di sekretariat gabungan berjalan tertutup dan tak jujur. Syarief bertanya, ”Aduh, Dinda, ada apa ini? Itu berita apa maksudnya?”
Tertulis kutipan surat elektronik yang dikirim Romahurmuziy kepada sejumlah wartawan: ”Ada beberapa keputusan penting diputuskan secara bilateral (dua partai politik), bukan multilateral (enam partai) dalam forum Setgab.” Publik tentu mafhum, dua partai yang dimaksud adalah Partai Demokrat dan Partai Golkar.
Kepada Syarief, Romy mengatakan pernyataannya hanya bagian dari evaluasi akhir tahun, dan bukan gerakan membubarkan sekretariat. Syarief pun menerima penjelasan Romy. ”Maksud Romy bukan seperti yang ditulis media massa,” kata Syarief kepada Tempo. Evaluasi ala Romahurmuziy berlanjut pekan berikutnya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan lembaga konsultan politik Charta Politika, ia mengatakan kekuatan partai menengah—meliputi PPP, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional—siap digagas. ”Dominasi Demokrat dan Golkar terlalu besar,” ujarnya. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq juga mengatakan perlunya kekuatan tengah untuk mengimbangi Demokrat dan Golkar. ”Saya setuju pernyataan Romy,” katanya.
Pernyataan Romy dan Mahfudz bagai menyulut bara. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustofa menyatakan ide itu bisa mengurangi kesolidan koalisi pendukung pemerintah. ”Itu ide tak konstruktif,” katanya. Syarief Hasan yakin poros tengah tak akan terwujud selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Keyakinan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah itu bisa jadi benar. PKB dan PAN belakangan menyatakan tak menyetujui ide itu. ”Ibaratnya, ada koalisi dalam koalisi,” kata Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far.
PAN dan PKB setuju dengan pernyataan Romahurmuziy tentang komunikasi di sekretariat gabungan. Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy mengatakan selama ini banyak rancangan kebijakan pemerintah yang tak disampaikan kepada partai menengah. Ia mencontohkan, Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta baru dibahas saat terakhir draf diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. ”Kalau tidak timbul masalah di Yogya, mungkin tak akan dibahas,” katanya. ”Janganlah kami hanya diminta mengamankan.”
Bagi para petinggi partai menengah, keresahan tak hanya berkaitan dengan ”masa kini”, tapi juga ”masa depan”. Dua partai besar anggota koalisi, rupanya, diam-diam telah sepakat memperbesar ambang batas minimal perolehan suara pemilihan partai yang bisa memiliki wakil di badan legislatif.
PERTEMUAN itu dilangsungkan di Istana, akhir November lalu. Presiden Yudhoyono berbicara dengan ketua umum tiga partai anggota sekretariat gabungan: Hatta Rajasa (PAN), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Suryadharma Ali (PPP). Sumber Tempo menyebutkan Presiden menjelaskan soal rencana ambang batas minimal yang bakal masuk dalam revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.
Dalam pertemuan, Yudhoyono mematok ambang batas minimal empat persen, naik satu setengah persen dari pemilihan 2009. ”Menurut Presiden, partai menengah tetap bisa lolos dengan ketentuan empat persen,” kata sumber ini. Empat partai menengah di sekretariat memang memperoleh suara di atas empat persen pada pemilihan lalu.
Suryadharma, yang dimintai konfirmasi soal pertemuan itu, membantah. Tapi ia mengatakan partainya tetap berpendapat ambang batas 2,5 persen, seperti pemilihan sebelumnya. ”Itu harga mati,” kata Menteri Agama itu.
Ambang batas minimal suara menjadi momok mengerikan bagi partai politik menengah. Partai yang tak lolos ambang batas bakal tak punya wakil di DPR. Apalagi ambang batas itu direncanakan berlaku nasional. Artinya, bukan hanya di Senayan, partai yang tak mampu menembus angka itu tak bisa memiliki wakil di semua DPRD.
Angka patokan Yudhoyono itu dianggap terlalu tinggi. Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok malah mengatakan partainya tak akan bergerak dari angka lima persen. Bagai menebar rasa takut, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyatakan setuju ambang batas dinaikkan tiga kali lipat. Pernyataan-pernyataan itu membuat partai menengah merasa diabaikan.
Ketentuan soal ambang batas ini pula yang memicu perpecahan dalam sekretariat. ”Ini soal eksistensi partai,” kata Marwan Ja’far. ”Seharusnya tidak diumbar begitu saja.” Romahurmuziy mengakui persoalan ambang batas ini akhirnya melahirkan gagasan poros tengah. Ia menyatakan kaget karena rancangan revisi undang-undang itu belum pernah dibahas di sekretariat gabungan. ”Tiba-tiba keluar angka tinggi, seolah jadi aji mumpung partai yang berkuasa,” kata Romy.
Syarief Hasan justru menilai PPP terlalu reaktif menanggapi ambang batas sampai-sampai harus menggulirkan isu poros tengah. ”Pada saatnya juga bakal dibahas di sekretariat,” ujar anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu. Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto juga mengatakan pembicaraan tentang ambang batas masih terbuka. ”Golkar tak akan meninggalkan partai koalisi,” katanya.
Sumber Tempo di PPP menceritakan partainya bermaksud menggertak Demokrat soal ambang batas ini. Ide poros tengah berasal dari Suryadharma. Sumber ini membisikkan Suryadharma tak hanya mempersoalkan ambang batas, tapi juga rencana perombakan kabinet. Dengan isu poros tengah, kata dia, Surya ingin mempertahankan dua kursi menteri jatah Partai Ka’bah.
Selain Surya yang menjabat Menteri Agama, PPP menempatkan Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perumahan Rakyat. Menurut sumber, Surya mendengar Suharso bakal dicopot. Padahal dua kursi di kabinet itu dianggap penting untuk bekal Surya mempertahankan kursi ketua umum pada muktamar pertengahan tahun ini.
Itu sebabnya, Surya menggalang kekuatan dengan mengajak partai lain mendukung ide poros tengah. Ia menyampaikan ide itu dalam pembicaraan dengan sejumlah pengurus partai, awal Desember lalu. Wakil Ketua Fraksi PKS Agus Purnomo mengatakan pernah mendengar informasi pembicaraan Surya dengan Luthfi Hasan Ishaaq, presiden partainya.
Tapi Luthfi membantah. ”Mungkin ke pimpinan lain, karena PKS sifatnya kolektif,” ujarnya. Agus mengatakan ide poros tengah lebih berkaitan dengan soal ambang batas perolehan suara. Suryadharma membantah mengusung ide poros tengah. ”Itu ide PKS, bukan? Saya tidak tahu soal itu,” katanya. Ia juga membantah berusaha mempertahankan Suharso di kabinet.
Romahurmuziy mengatakan partainya tak berminat dengan isu perombakan kabinet. Ia menegaskan gagasan penggabungan partai menengah hanya untuk memperbaiki komunikasi di sekretariat dan mencegah ambang batas yang kelewat tinggi. ”Partai boleh tidak punya kursi di kabinet, tapi harus memiliki kursi signifikan di parlemen,” katanya.
Pramono, Eko Ari, Sandy Indra Pratama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo