Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

5 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peserta Askes Warga Kelas Kambing

IBU mertua saya pensiunan guru dengan kartu peserta Askes warna kuning. Saat mengantarkan beliau yang sakit ke Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok, petugas pendaftaran mengatakan bahwa untuk peserta Askes, pasien harus membawa surat rujukan dari puskesmas. Padahal letak puskesmas lebih jauh daripada rumah sakit. Peristiwa mengesalkan itu terulang lagi ketika saya hendak menebus obat di apotek rumah sakit. Ternyata apotek rumah sakit tersebut tidak menyediakan obat-obatan untuk peserta Askes. Pasien Askes harus menebusnya di apotek luar.

Lalu saya dirujuk untuk menebus obat di Apotek Pala Farma yang, kata petugas apotek di rumah sakit, menyediakan obat-obatan untuk peserta Askes. Ketika saya menyerahkan resep berikut kartu Askes, petugas Apotek Pala Farma menerangkan bahwa pihaknya hanya memberikan dua dari lima macam obat yang diresepkan. Persoalan berikutnya, untuk bisa mendapatkan dua obat itu pun, sebagai peserta Askes, harus menyertakan surat kuning dan formulir rawat inap dari rumah sakit.

Saya heran, dan kesal tentu saja, kenapa persyaratan itu tidak pernah dijelaskan petugas apotek rumah sakit kepada peserta Askes yang harus menebus obatnya di apotek luar. Pasien peserta Askes, baik di rumah sakit maupun di apotek penerima resep Askes, ternyata cuma dianggap warga ”kelas kambing”. Bayangkan, pemegang kartu Askes kuning umumnya sudah berusia lanjut dengan kemampuan ekonomi sedang sampai lemah. Kepada Direktur Utama PT Askes dan Menteri Kesehatan, asuransi kesehatan janganlah cuma dibicarakan di atas kertas, buktikanlah itu di lapangan. Terima kasih.

A. TAUFIK
Jalan Swadaya Nomor 73,
Depok 16511

Tidak Kebagian Tempo

SAYA sangat kecewa tidak mendapat majalah Tempo edisi 28 Juni-4 Juli 2010 yang menurunkan laporan utama berjudul ”Rekening Gendut Perwira Polisi”. Setelah saya membaca di Internet, barulah saya paham, ternyata Tempo edisi itu sudah habis diborong sebelum didistribusikan secara luas ke daerah-daerah. Bahkan di kota tempat saya tinggal, Padang Sidempuan, menurut informasi, begitu distribusi majalah Tempo sampai di agen, seorang oknum berpakaian seragam cokelat sudah langsung memborong.

Sejauh mana kebenaran Tempo diborong oknum polisi sebelum didistribusikan secara luas, tentu masyarakat sangat ingin mengetahuinya secara gamblang. Untuk itu, saya berharap pada edisi mendatang Tempo menurunkan reportase soal ketidakinginan pihak tertentu atas beredarnya berita ”Rekening Gendut Perwira Polisi” ke masyarakat luas.

BALYAN KADIR NASUTION
Kota Padang Sidempuan,
Sumatera Utara

Stop ’Membredel’ Sirkulasi Tempo

Saya kaget dan prihatin atas kejadian majalah Tempo edisi 28 Juni-4 Juli 2010 yang diborong habis dengan harga lebih tinggi daripada harga banderol (resmi). Kaget karena cara-cara lama ini masih juga dimainkan. Prihatin karena ”hari gini” kok masih ada yang merasa bahwa kebebasan pers bisa dibendung dengan cara memutus jaringan sirkulasi.

Apa pun motifnya, memutus mata rantai peredaran produk pers adalah going native, kembali ke alam rimba. Sikap ”jorok” itu tidak patut terjadi di era demokrasi ini. Apa bedanya dengan sikap represif rezim otoriter yang melakukan penyensoran, membredel pers, atau mengirim preman mengacak-acak kantor redaksi Tempo? Toh, esensinya sama.

Jika Tuan-tuan yang ”membredel” sirkulasi Tempo itu merasa hebat dan benar, tampillah secara ksatria. Berdialoglah secara sehat. Membantahlah dengan menggunakan hak jawab. Atau, mengadulah ke Dewan Pers jika hak Anda merasa dizalimi pers. Jika itu Anda lakukan, semua orang akan angkat topi menghormati Anda. Sampai kapan Anda mampu ”memborong” opini publik?

Stop memborong Tempo. Hentikan upaya merongrong sendi-sendi negara demokratis kita. Yakinlah, berapa pun tebalnya kocek Anda, tak akan mampu membendung berita dan opini yang sudah bergulir. Soal kebenaran, toh kelak waktu akan membuktikannya.

WIKRAMA IRYANS ABIDIN
Anggota Dewan Pers 2007-2010
Bintaro, Tangerang Selatan

Kecewa terhadap Serpong Terrace

SAYA membeli rumah di Serpong Terrace Blok B9/9, Tangerang Selatan, yang dikembangkan oleh PT Cowell Development Tbk. dengan jadwal serah-terima 22 Desember 2009. Pada tanggal yang telah dijanjikan itu, rumah ternyata belum selesai. Mereka berdalih ada masalah dengan perusahaan subkontraktor. Ketika itu, petugas Customer Relation Officer Cowell menjanjikan permasalahan akan kelar dan rumah akan diserahterimakan paling telat Maret 2010. Namun Cowell kembali tidak menepati janji.

Sejak dua bulan lalu, rumah kami sudah bisa dibilang hampir seratus persen selesai. Tapi, menurut anggota Staf Customer Relation Cowell, Bapak Hindra, rumah belum bisa diserahkan karena masih perlu proses pengecekan terakhir. Beberapa bagian rumah memang masih bermasalah, seperti pemasangan keramik kamar yang tidak rata. Namun, hingga sekarang, setelah terlambat setengah tahun, kami tetap belum menerima kunci rumah. Berkali-kali kami menghubungi Bapak Hindra dan staf di Serpong Terrace, juga tidak mendapatkan jawaban yang jelas. Kami sangat kecewa dan dirugikan. Kami berharap PT Cowell Development Tbk. sebagai pengembang Serpong Terrace segera menuntaskan masalah ini.

NUR AINI/SAPTO PRADITYO
Jalan Anggrek Neli Murni IV
Blok B/50A Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat

Sesalkan Pemborongan Tempo

Saya amat menyesalkan tindakan pemborongan majalah Tempo edisi 28 Juni-4 Juli 2010 oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Itu laksana pengumuman kepada dunia yang mengatakan bahwa aku memang bersalah. Mari kita anggap itu sebagai pengakuan dosa. Sebab, kalau tidak merasa bersalah, tentu tidak harus kebakaran jenggot dengan melakukan pemborongan majalah Tempo.

Saya jadi ingat moto yang tertulis di mobil patroli, ”melindungi dan melayani”.Jika para pelindung itu sudah tidak bisa melindungi karena telah memilih untuk tidak melindungi, lantas kepada siapakah kita mencari dan meminta perlindungan?

Jika itu benar dilakukan sang oknum, ironis sekali. Pada saat yang sama, kita merasa kasihan kepada penegak keadilan kelas teri yang tidak bisa melawan dan menolak aksi pemborongan yang diperintahkan secara top down oleh pemimpinnya. Semoga di antara mereka ada yang masih memiliki hati nurani. Juga merasa kasihan karena mereka terkondisikan pada posisi iman yang lemah.

YUDO ARMANO
Slipi, Jakarta Barat

Kupon Undian Hoka Hoka Bento

Pada Rabu, 30 Juni 2010, sekitar pukul 12.40, saya berlima, bersama rekan-rekan kantor, makan di restoran cepat saji Hoka Hoka Bento di cabang Mal Arion dengan total nilai Rp 204 ribu. Di dalam struk pembayaran terdapat tulisan enam kupon undian Hokado (Hoka Hoka Bento kasih kado). Tapi kasir tidak memberikan kupon undian tersebut.

Saya sendiri baru tersadar belum mendapatkan kupon ketika sudah mau naik mobil. Saya pun segera kembali ke kasir dan menanyakan soal kupon tersebut. Lalu staf kasir itu mengatakan bahwa kupon sudah tidak tersedia karena dari kantor pusatnya memang tidak didrop lagi. Padahal undian itu berlangsung hingga 30 Juni. Artinya, saya yang membeli makanan di Hoka Hoka Bento pada tanggal tersebut seharusnya masih mendapatkan kupon itu sesuai dengan besarnya nilai pembelian. Seharusnya kasir memberitahukan ketiadaan kupon itu ketika pembeli melakukan pembayaran.  

SILVYANA GITA
Proklamasi, Jakarta Pusat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus