Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

22 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jabatan Herman Sarens Sudiro

Tempo edisi 25-32 Januari 2010 menyebutkan bahwa Herman Sarens Sudi­ro pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk Madagaskar. Sejak perwakilan Indonesia dibuka di Antananarivo, tidak pernah dipimpin seorang duta besar, melainkan seorang kuasa usaha tetap, termasuk Herman Sarens. Dia berdinas pada 1975-1977.

TAUFIK R.S.
Mantan Pejabat Departemen Luar Negeri

Anda benar, pemerintah baru berencana meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara menjadi setingkat duta besar. — Redaksi


Terima Kasih PLN

Petugas PLN telah datang ke rumah setelah keluhan saya dimuat di Tempo­ edisi pekan lalu. Saya berterima kasih karena perusahaan listrik negara ini menanggapi dan menjelaskan secara detail kasus pemasangan listrik di rumah saya. Masalahnya cukup pelik sehingga penundaan tak bisa dihindari. Hal ini terjadi ternyata hanya karena kurangnya komunikasi di antara kami. Mudah-mudahan pengalaman ini membawa manfaat bagi konsumen ataupun PLN.

DADAN SUTRESNA
Baleendah, Bandung, Jawa Barat


Tertibkan Rumah Tentara

Selama ini tidak ada aturan seorang purnawirawan bisa memiliki rumah dinas yang merupakan aset negara. Masalahnya, banyak rumah tentara yang dijualbelikan secara bebas atau bahkan dijadikan tempat usaha. Saat ini semua rumah dinas dan asrama tentara hanya mampu menampung 177.944 prajurit. Padahal total prajurit Tentara Nasional Indonesia dan keluarganya lebih dari 455 ribu orang. Hingga kini terdapat 32.819 unit rumah dinas yang masih ditempati para purnawirawan atau janda dan anak mereka. Sebagian besar prajurit TNI, terutama yang masih muda, terpaksa mengontrak rumah.

Saya ikut prihatin atas nasib para purnawirawan korban penertiban rumah dinas. Tapi saya berharap jiwa besar­ mereka, dengan kesadaran sendiri me­ngembalikan aset negara itu. Dengan demikian, rumah dinas bisa digunakan prajurit aktif. Saya juga berharap aparat tidak arogan dan tetap bijaksana. Para purnawirawan yang belum siap pindah hendaknya diberi kelonggaran. Bahkan, bila mungkin, dicarikan tempat tinggal penggantinya. Misalnya, dengan sistem kredit yang uang mukanya ditanggung TNI atau Asabri.

NURHAYATI
Pondok Gede, Bekasi,Jawa Barat


Mawas Diri

PEMERINTAH menuntut rumah mode Giorgio Armani menarik kaus bergambar mirip lambang Garuda. Timbul pertanyaan, bagaimana dengan kebiasaan orang Indonesia yang mengambil nama tokoh legendaris bangsa lain, seperti ­Alexander Agung, Napoleon Bonaparte, atau J.F. Kennedy? Penggunaan nama para tokoh justru lebih peka karena berkaitan dengan peradaban, etika, dan tata krama pergaulan antarbangsa.

Dalam kultur masyarakat Barat, nama keluarga merupakan harga diri dan sa­ngat dihormati. Bayangkan, bagaimana­ mereka bersikap kalau penyandang na­ma keluarga mereka di Indonesia berbu­at kriminal? Saya jadi khawatir dan je­­ngah. Jangan-jangan kita mirip ung­kap­an orang Belanda: hij denk’t alien zo ver vooreit net alneus lang is—dia ha­nya melihat sepanjang ujung hidungnya. Jadi, mawas dirilah.

F.S. HARTONO
Sinduadi, Yogyakarta


Pengemplang Pajak Harus Ditindak

Saya sering membaca iklan layanan masyarakat ”orang bijak taat bayar pajak”. Pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Karena itu, orang yang tidak membayar pajak harus ditindak. Pernyataan Presi­den Susilo Bambang Yudhoyono soal tindakan tegas terhadap para pengemplang pajak adalah wajar.

Pernyataan Presiden tidak diarahkan­ ke pihak mana pun, termasuk Ke­tua Umum­ Partai Golkar. Sudah jelas per­nyataan itu diarahkan ke pihak yang selama ini lalai membayar pajak. Saya berharap para pengemplang pajak me­nye­lesaikan kewajiban mereka segera.

Posisi pemerintah serba salah: membe­ri peringatan disalahkan dan bahkan dipolitisasi. Sebaliknya, jika tidak mengingatkan, pemerintah dianggap diam saja. Masyarakat harus bisa memahami bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Semua prasarana umum dibangun dari pajak masyarakat.

RICO GRAISNANDA
Bogor, Jawa Barat


Pansus Payah

Semua fraksi dalam Panitia Khusus Century akhirnya sepakat bahwa aliran dana Bank Century bermasalah. Namun, dari sembilan fraksi yang menyatakan pandangan awal, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang secara tegas menyatakan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Sebagian besar fraksi hanya mengungkapkan adanya pelanggaran hukum, seperti tindak pidana perbankan dan pencucian uang.

Dengan mencermati isi pandangan awal tersebut, semua fraksi sebenarnya belum dapat menjawab secara tuntas dua hipotesis besar yang selama ini heboh dikembangkan. Pertama, penyelamatan Bank Century untuk kepentingan sejumlah deposan besar. Kedua, dugaan para deposan besar itu terkait dengan kepen­tingan partai politik atau kekuatan politik tertentu.

Untuk mengungkap kasus ini, Pansus harus menelusuri 1.427 dana pihak ketiga yang terkait dengan Bank Century, seperti data Badan Pemeriksa Keuang­an. Upaya itu butuh waktu lama. Adapun kerja Pansus hanya sampai 4 Maret 2010. Wajar jika banyak kalangan pesimistis dengan hasil akhir kerja Pansus. Terlebih, dalam sejarahnya, pansus Dewan Perwakilan Rakyat bukan dilandasi idealisme politik, melainkan motif ­transaksi kekuasaan.

Pansus hendaknya tidak membuat re­komendasi politik, harus lebih realis­tis, dan berfokus mendorong penegak hukum mengusut tindak pidana.

RETNO SAWITRI
Bandung, Jawa Barat


Pelajaran dari Facebook

Banyak remaja putri ”diculik” re­kan barunya yang dikenal lewat jeja­ring sosial Facebook. Ini memprihatinkan kita. Namun bukan berarti perlu ”mengharamkan” Facebook, Twitter, blog, atau media komunikasi seperti ini. Sebab, manfaat jejaring sosial sangat luar biasa. Tinggal bagaimana kita, para pelajar dan orang tua, memanfaatkannya. Kasus Prita Mulyasari merupakan contoh positif Internet bisa menggalang dukungan luas untuk melawan ketidakadilan.

Agar Internet bisa dimanfaatkan sisi positifnya, perlu pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya, juga guru ter­hadap siswanya. Kalau tidak, korban Inter­net bisa semakin banyak dan mengerikan.

VITA AGUSTINA POHAN
Taman Siswa, Yogyakarta


Refleksi Imlek

Selama tujuh tahun terakhir, ketu­runan Tionghoa tidak ragu-ragu lagi mengekspresikan identitas mereka melalui kesenian, kebudayaan, dan sosial­-politik. Sekat psikologis yang sesungguhnya berasal dari zaman kolonial semakin menipis. Penetapan Imlek, tahun baru Cina, sebagai hari libur nasio­nal tidak hanya memulihkan keperca­yaan dan kehormatan, tapi sekaligus mendorong tanggung jawab dan komitmen mereka terhadap pembangunan bangsa.

Di sisi lain, butuh kearifan untuk mem­berikan kesempatan warga keturun­an Tionghoa menunjukkan nasionalismenya. Dulu bangsa ini harum dengan prestasi para atlet bulu tangkis, seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Alan Budikusuma, dan Susi Susanti. Mereka atlet keturunan Tionghoa yang tidak perlu lagi dipertanyakan soal nasionalisme.

Penetapan Imlek sebagai hari libur nasional telah memperteguh amanat konstitusi, yang menekankan pentingnya mempertahankan semangat persatuan dalam prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

KIRANI PUTRI
Bekasi, Jawa Barat


Nikah Siri

Pemerintah menggodok Undang-Undang Perkawinan yang antara lain mengatur pidana bagi pelaku nikah siri. Sebab, nikah siri hanya akan merugikan perempuan. Perempuan yang menikah diam-diam lebih rentan mendapat kekerasan fisik dan mental, juga kehilang­an hak-hak sebagai istri karena tak memiliki status hukum jelas. Misalnya, istri atau anak bisa kehilangan hak waris ketika sang suami meninggal.

Menikah sebaiknya dilakukan sesuai dengan hukum negara demi kepastian hukum. Ini berkaitan juga dengan kepastian hukum bagi keturunan mereka. Dengan adanya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama, hak istri dan anak lebih terjamin. Memang, siapa pun berhak menikah atau tidak menikah. Tapi mereka harus menaati aturan.

Saya tidak sepakat dengan pendapat bahwa nikah merupakan ibadah, yang tak perlu dipersulit dengan pencatatan administrasi kenegaraan. Justru dengan aturan, negara mendorong terwujudnya tujuan pernikahan, yakni terciptanya rumah tangga yang baik.

FATHYA M. PUTRI
Warung Buncit, Jakarta Selatan

Redaksi menerima surat senada dari Sumiartini di Tanjung Duren, Jakarta Barat.


PT KAI Commuter Tidak Profesional

Kereta rel listrik alias KRL menjadi andalan bagi saya dan warga Depok lainnya yang bekerja di Jakarta. Perjalan­an menuju dan pulang dari kantor menjadi jauh lebih cepat ketimbang mengendarai mobil, apalagi menumpang bus umum. Sayangnya, angkutan kereta ini kerap mengalami gangguan. Pekan lalu, misalnya, muncul gangguan dua kali yang membuat jadwal KRL ini amburadul. Selasa terjadi gangguan sinyal di Stasiun Gambir dan Jumat ada sebuah kereta mogok di dekat Stasiun Citayam. Keadaan ini, entah kenapa, dampaknya demikian luar biasa. Keterlambatan kereta bisa sampai berjam-jam.

Saya tidak mengerti, apakah manajemen PT KAI Commuter Jabodetabek tidak memiliki standar menghadapi hal-hal demikian. Bukankah mestinya mereka bisa bertindak cepat? Yang lebih menyedihkan, keterlambatan ini kadang sama sekali tidak diberitahukan kepada penumpang yang berjam-jam menunggu di stasiun. PT KAI Commuter harus belajar profesional melayani publik!

Sulis
Depok, Jawa Barat


Evaluasi Pemecahan Daerah

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sedang mengevaluasi pemecahan wilayah. Daerah yang gagal setelah pemecahan akan disatukan kembali ke daerah asalnya. Selama ini ”pemekaran daerah” terus dilakukan. Memang, pada dasarnya pemekaran bertujuan memajukan suatu daerah.

Kenyataannya, tujuan itu belum tercapai. Maka sudah saatnya pembentuk­an daerah otonom baru dievaluasi agar proses yang membutuhkan biaya dan tenaga besar itu tidak melenceng.

YONAS G.
Gandaria, Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus