Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dagelan Hak Angket
INISIATOR usulan hak angket dalam kasus Bank Century yang tergabung dalam tim sembilan melakukan road show dan bertemu dengan beberapa tokoh, seperti Amien Rais, Aburizal Bakrie, dan Wiranto. Road show itu juga untuk membentuk dua opini. Pertama, agar rakyat menilai bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan suara rakyat dan lebih sensitif terhadap perkembangan. Kedua, Dewan sepertinya hanya mencari sensasi dan menjadikan kasus tadi sebagai komoditas politik.
Padahal Dewan tidak pernah serius memperjuangkan hak-hak rakyat. Penggunaan hak angket yang pernah dilakukan tenggelam dan mandul tanpa membuahkan hasil, gembos di tengah jalan. Dewan juga memiliki agenda tersembunyi. Mengapa melakukan road show padahal hak angket adalah hak yang melekat pada setiap anggota dan tidak ada kaitannya dengan para tokoh tersebut?
Irama penelusuran dana talangan Bank Century dibuat seperti musim kampanye. Mereka meminta dukungan sana-sini layaknya seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati, atau presiden. Inilah dagelan yang ditampilkan oleh para legislator. Semestinya penyelesaian kasus Century berdasarkan fakta. Semoga harapan ini tidak berlebihan.
N. IKRAR BAKTI
Jalan Swadaya, Cimanggis, Depok
Jawa Barat
Solusi Komprehensif untuk Papua
Sejak pemerintah membuka konsesi pertambangan untuk PT Freeport Indonesia pada 1967, kondisi pembangunan di Papua tidak banyak bergerak. Papua masih kalah jauh dibanding kota-kota kelas dua di Pulau Jawa. Akibatnya, sering terjadi konflik antara warga dan aparat keamanan ataupun PT Freeport. Keamanan di Papua menjadi tidak kondusif.
Seyogianya pemerintah dan pihak yang terkait mengupayakan solusi komprehensif dengan melakukan pembangunan secara masif di Bumi Cenderawasih, sehingga keberadaan PT Freeport di Papua bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan sebaliknya, menjadi ”bom waktu” lepasnya Papua dari Indonesia.
FAREL KUTO
Perum Puri Mas, Sawangan, Depok
Sulitnya Mengkredit Laptop
Dua pekan lalu saya membaca brosur yang berisi daftar harga laptop hasil kerja sama PT Makara Mas dan Bank Mandiri Cabang Pondok Cina, Depok, di kampus Universitas Indonesia. Setelah membaca isinya, saya berminat membeli karena pembayarannya bisa dicicil selama 36 bulan.
Namun saya jadi kecut ketika hendak mengurus kredit laptop untuk anak saya yang kuliah di universitas tersebut. Persyaratan yang diajukan Bank Mandiri sangat ribet. Selain harus melengkapi syarat standar (fotokopi kartu keluarga, surat nikah, kartu tanda penduduk, slip gaji, dan rekening Bank Mandiri) untuk orang tua, harus menyerahkan ijazah sekolah menengah atas asli sang mahasiswa untuk ditahan selama tiga tahun sebagai jaminan. Bila debitornya atas nama mahasiswa, disyaratkan sudah berusia 21 tahun dan berpenghasilan tetap.
Pertanyaan saya, bila yang mengambil kredit atas nama orang tua, kenapa ijazah anak mesti ditahan? Mengapa Bank Mandiri hanya menawarkan kepada mahasiswa yang usianya di atas 21 tahun dan berpenghasilan tetap? Bukankah mayoritas mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampus tersebut berusia 17-20 tahun.
Kalau sudah berusia 21 tahun, apakah dia telah berpenghasilan tetap? Rasanya sulit mencari mahasiswa berusia 21 tahun sudah memiliki pekerjaan tetap. Saya berharap mendapat jawaban ini dan Bank Mandiri segera mengubah kebijakan kredit mikronya demi kepentingan mahasiswa.
CHOIRUL
Jakarta Utara
Tebas Korupsi Sampai Tuntas
Unjuk rasa serentak di sejumlah kota di Indonesia untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia pada Rabu pekan lalu berlangsung relatif damai. Besarnya perhatian masyarakat menunjukkan bahwa korupsi menjadi kejahatan yang sangat merugikan rakyat.
Di Jakarta, pesan yang disampaikan dalam unjuk rasa yang berpusat di Bundaran Hotel Indonesia dan Monumen Nasional itu menuntut agar pemberantasan korupsi dimulai dari Istana Negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tetap memegang komitmennya dalam memerangi korupsi.
Melihat antusiasme masyarakat tersebut, kita mendukung pemerintah berada di garis terdepan. Kita harus menyetujui bahwa korupsi merupakan musuh rakyat, bangsa, dan negara. Karena itu, para penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi, seharusnya bahu-membahu memberantas kejahatan itu, apa pun bentuknya.
T. DAUD YUSUF
Bukit Duri Selatan, Tebet, Jakarta Selatan
Dana Talangan untuk Senjata
Selama ini, Departemen Keuangan selalu menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki anggaran untuk pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia. Ternyata pemerintah mampu mengeluarkan dana hingga Rp 6,7 triliun untuk menalangi Bank Century.
Nah, daripada mengeluarkan anggaran triliunan rupiah hanya untuk menyelamatkan bank kecil itu, yang menurut sejumlah pengamat ekonomi tidak berpengaruh terhadap perekonomian nasional, alangkah lebih baik bila anggaran di atas digunakan untuk memperkuat pertahanan negara.
Misalnya, untuk membeli alutsista Angkatan Laut yang memadai, seperti korvet, fregat, dan kapal patroli, untuk menjaga kekayaan laut yang tiap tahun dicuri hingga US$ 3 miliar (setara dengan Rp 30 triliun). Atau dana besar itu bisa untuk membangun sarana dan prasarana di daerah-daerah terpencil, seperti di perbatasan.
DONNY RESPATI
Jalan Merapi, Semarang
Tradisi Antikorupsi
Antikorupsi mesti ditradisikan sejak dini, dari tahap pendidikan dasar sampai sekolah tinggi. Sebab, korupsi di negeri ini tampaknya kerap dinikmati para penguasa, petinggi, atau oknum yang jauh dari nilai-nilai agama yang hakiki, yang mereka percayai. Agama sekadar tameng untuk melegalkan perbuatan korupnya. Perilaku tersebut sudah bak virus yang sulit dibasmi, meskipun berbagai aturan dibuat seketat dan sebaik mungkin.
Apakah Indonesia bisa bersih? Manakala para perekayasa hukum dan makelar kasus masih gentayangan, ”Indonesia bersih” sekadar mimpi. Semua elemen mesti peduli, jujur, dan konsekuen berbuat antikorupsi.
WISNU WIDJAJA
Jalan Sindoro I Nomor 16, Kalibuntu
Panggung, Tegal
Menyoal Pelarangan Film Balibo
Lembaga Sensor Film melarang pemutaran film Balibo Five karya sutradara Robert Connolly satu jam sebelum diputar di Indonesia. Pelarangan tersebut berarti Balibo tidak akan diputar di Jakarta International Film Festival (JiFFest) yang diselenggarakan Desember ini.
Film ini bercerita mengenai tewasnya lima wartawan Australia di Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada Oktober 1975. Diduga mereka dieksekusi oleh pasukan khusus TNI. Tujuannya, agar para wartawan itu tak menyiarkan detail invasi Indonesia atas Timor Timur.
Bagi pekerja seni, pelarangan ini dinilai sebagai bentuk pengekangan kreasi. Namun mereka hendaknya memikirkan juga ekses lainnya. Di samping itu, film tersebut belum tentu sesuai dengan kejadian sebenarnya. Di dalamnya bisa saja ditambah-tambahi dengan cerita lain. Penambahan inilah yang dikhawatirkan bisa membelokkan fakta dan tidak sesuai dengan sejarah.
TEUKU FACHRI
Awanglong 50, Samarinda, Kalimantan Timur
Penelusuran Dana Century
Kasus Bank Century tampaknya telah menjadi komoditas politik. Banyak pihak ditengarai terlibat dalam kasus tersebut. Karena itu, harus segera dituntaskan agar tidak merembet ke mana-mana. Partai pendukung pemerintah harus solid dalam menghadapi angket Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyatakan dukungan Partai Golkar terhadap hak angket tak akan memperlemah dukungannya terhadap pemerintah. Penyelesaian kasus ini akan membebaskan pemerintah dari kecurigaan masyarakat.
Saya berharap aset Bank Century dikembalikan kepada pemerintah. Polisi mengatakan pengembalian aset triliun-an rupiah di luar negeri milik pemegang saham Bank Century—Robert Tantular, Hesham al-Warraq, dan Rafat Ali Rizvi—menjadi tugas pemerintah. Aset Robert di luar negeri yang tersimpan di 12 rekening telah dibekukan. Selain itu, saya berharap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan berinisiatif menelusuri rekening yayasan atau perusahaan yang diduga menerima aliran dana Century.
I NYOMAN TANTRA
Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat
Tindak Tegas Pengibar Bendera OPM
Bendera Bintang Kejora, simbol kelompok separatis Papua, tetap berkibar di tiga lokasi di sekitar Kota Madya Jayapura, Papua. Pengibaran itu dilakukan pada 1 Desember lalu, yang oleh sebagian masyarakat Papua diperingati sebagai hari jadi Papua Merdeka. Meski situasi Papua hingga kini masih kondusif, peristiwa itu tidak bisa dianggap remeh.
Pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka sepertinya hanya untuk menunjukkan eksistensinya agar mendapat dukungan dunia untuk melepaskan diri dari Indonesia dengan mengangkat isu genosida dan hak asasi manusia. Pengibaran ini mesti direspons dengan cepat. Namun semua tindakan harus merefleksikan pendekatan hukum, bukan tindakan represif.
DRS RYAN TRIKORA
Jalan Kutilang Raya 119, Depok
Cegah Aksi Para Pemfitnah
Ada fenomena menarik di negeri ini, yaitu munculnya orang-orang yang merasa paling pintar, paling benar, serta paling bisa. Mereka berbicara dengan berlindung di balik nama rakyat. Demi kepentingan kelompoknya, memfitnah dan menuduh dianggap sebagai pembenaran.
Negeri ini memang memberikan kebebasan berbicara kepada setiap warga, tapi bertanggung jawab. Tanggung jawab itu diwujudkan dalam bentuk, antara lain, berbicara dengan data dan fakta yang jelas serta tidak melanggar hukum. Jangan jadikan negeri kita penuh oleh kaum yang gemar mencela dan memfitnah. Kebenaran tidak akan terwujud bila negeri ini penuh oleh para pemfitnah.
FATHIMAH AZHAHRAH
Jalan Anyelir, Depok, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo