Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klarifikasi Marissa Haque
SAYA tersenyum kecut ketika membaca Tempo edisi 14-20 Januari 2008 pada artikel ”Rame-rame Lompat Partai”. Artikel itu menuliskan ”… Marissa melamar pada PKS, namun ditolak”. Ini pembohongan publik karena faktanya bertolak belakang. Saya juga tak pernah dimintai klarifikasi terkait soal itu.
Yang sesungguhnya adalah ”Marissa dilamar PKS, namun menolak”. Lamaran resmi PKS kepada saya dilakukan persis sebulan setelah pemilihan kepala daerah Banten 2006, yang penuh kejahatan politik, berlalu. Saat dilamar itu, saya didampingi suami dan anak saya.
DR (KANDIDAT) HJ MARISSA HAQUE FAWZI, SH, MHUM Advokat
Kami memperoleh informasi tersebut dari empat petinggi PKS. Redaksi
Klarifikasi Oilpods
DEPARTEMEN Keuangan merilis 12 perusahaan yang diduga menghimpun dana masyarakat secara ilegal (Tempo, 14-20 Januari 2008). PT Berkat Lestari (Oilpods International) dinyatakan sebagai salah satu perusahaan itu.
Saya membantah rilis itu karena kami bukan manajer investasi yang mengelola dana masyarakat. Kami lebih sebagai ”makelar” yang mempromosikan bentuk kemitraan bisnis secara individu dengan pemilik bisnis (Powder River Petroleum International Inc.). Perusahaan ini terdaftar di bursa New York dan laporan keuangannya bisa dicek di United States Securities Exchange Commission.
Istilah ilegal juga salah. Sebab, kami sudah memenuhi semua persyaratan legal di negeri ini. Dalam menjalankan bisnis, tak ada aktivitas dan aspek yang menentang hukum. Dalam transaksi, klien kami mendapatkan sertifikat asli yang disahkan pengadilan negara bagian di AS dan bisa dikonfirmasikan ke Kedutaan Besar Amerika di Jakarta.
ANWAR EDDY HARTONO Direktur PT Berkat Lestari
Jebakan Kasus Soeharto (1)
BELAKANGAN ini merebak anjuran agar pemerintah memaafkan mantan presiden Soeharto yang sakit parah. Gema anjuran itu kian bertambah karena media yang menjadi kroni Soeharto terus-menerus mengkampanyekan pemaafan ini.
Amien Rais—pelopor reformasi dan orang paling bertanggung jawab dalam kejatuhan Soeharto—menganjurkan pemerintah sekarang memaafkan pemimpin Orde Baru itu. Amien boleh saja memaafkan, tapi secara pribadi. Saya melihat Amien sedang bermanuver sebagai seorang politikus.
Sebagai sebuah bangsa, Indonesia harus tetap menjunjung aturan dan hukum. Apalagi korupsi dan kasus hukum Soeharto sudah menjadi ketetapan MPR. Saya setuju Susilo Bambang Yudhoyono meminta masyarakat menghentikan polemik hukum yang menimpa Soeharto. Tapi hukum harus tetap tegak. Kalau tidak, pejabat negeri ini akan sesuka hati melakukan pelanggaran, karena nanti akan dimaafkan atas kampanye masif di media. Soeharto harus menjadi pelajaran buruk bagi bangsa ini.
THALIBUL ILMA Pamulang, Tangerang
Jebakan Kasus Soeharto (2)
MEMAAFKAN Soeharto mudah, menanggungnya yang sulit. Wacana memaafkan ini mengemuka seiring dengan sakitnya pemimpin Orde Baru itu yang begitu parah. Anjuran memaafkan bisa menjadi sebuah jebakan politik menjelang 2009. Jika pemerintah ini memaafkan, lawan politik akan memanfaatkannya sebagai kampanye hitam pada pemilu tahun depan. Sebagai penguasa saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono akan terbebani dengan dosa politik jika ia memaafkan masa lalu Soeharto.
Ini juga simalakama bagi Yudhoyono. Di tahun terakhir pemerintahannya, ketegasannya kembali diuji. Jika ia maju-mundur tak kunjung memberikan keputusan atas opini publik soal Soeharto, ia pasti akan disebut sebagai pemimpin yang lembek. Empat tahun ditunggu, tak kunjung bisa tegas barang sekali. Ini akan membahayakan posisinya dalam pemilu nanti.
HIDAYAT, SP Duren Sawit, Jakarta Timur
Jebakan Kasus Soeharto (3)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta masyarakat agar menghentikan polemik sekitar penyelesaian kasus Soeharto. Sadarkah Presiden SBY bahwa polemik timbul akibat tidak adanya kepastian hukum. Pemerintah tak pernah serius menuntaskan kasus Soeharto. Hingga masyarakat bingung dan frustasi, maka timbullah polemik yang tak berujung.
Presiden sudah jelas menyandang mandat dari rakyat. Dan Ketetapan MPR nomor 11/1998 mengamanatkan bahwa Soeharto harus diadili. Sudah seharusnya Presiden SBY sebagai kepala pemerintahan menjadi orang terdepan yang bisa membawa Soeharto ke muka hukum, jika tidak ingin dicap melanggar konstitusi. Ironisnya, Jaksa Agung yang notabenenya mewakili pemerintah malah menawarkan solusi damai di luar pengadilan. Itupun ditolak Keluarga Cendana.
Jika kasus Soeharto sampai diselesaikan di luar aturan hukum, maka ini menjadi preseden buruk. Betapa hukum sudah dicampakan di negeri ini, oleh para pemimpinnya sendiri. Ini bisa mengajari masyarakat bahwa persoalan hukum bisa diselesaikan di bawah meja atau di jalanan. Bukan di pengadilan.
Begitu sulitkan membawa Soeharto ke pengadilan? Teorinya tidak, karena semua warga berkedudukan sama di depan hukum. Tapi kenyataan bicara lain, Soeharto memang sulit disentuh hukum. Kesulitan yang dibuat sendiri oleh pemerintah. Dagelan terbesar dimulai saat paparan tim dokter pada Februari 2000 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan Soeharto sakit permanen dan mengalami gangguan di otak sehingga tak bisa diadili. Puncaknya diakhiri dengan keputusan Jaksa Agung saat itu Abdulrahman Saleh yang menutup kasus pidana Soeharto tahun 2004. Rakyat melongo dan kita menyaksikan sendiri sejak Soeharto dinyatakan sakit permanen tahun 2000, penguasa Orde baru itu tetap menjalani aktivitas seperti menerima kunjungan para pejabat, menjadi saksi perkawinan cucunya, menerima tamu Lee Kuan Yew dan Mahathir Mohamad di Cendana bahkan mencoblos pada Pemilu 2004. Namun tak sedetikpun Soeharto pernah mau duduk di kursi pengadilan. Jelas, semua hanya rekayasa.
Saya ingat pepatah bijak yang mengatakan bahwa ciri-ciri orang pintar adalah orang yang mampu memecahkan persoalan rumit dengan cara yang sederhana. Sementara ciri-ciri orang bodoh adalah orang memecahkan persoalan sederhana dengan cara yang rumit. Nah, saya merasa para pemimpin Indonesia selama ini—sejak masa Habibie, Gus Dur, Megawati hingga pemerintahan SBY—telah membuat rumit bahkan semakin runyam kasus hukum Soeharto yang pada dasarnya sederhana.
Saya heran, mengapa para pemimpin kita yang pintar-pintar dihadapan Soeharto jadi seperti orang bodoh?
GINANJAR Buahbatu, Bandung
DPR Tidak Sensitif
BELUM usai urusan pemberian uang sewa rumah, pengadaan mesin faksimile, dan penerimaan uang pengesahan undang-undang sebesar Rp 39 juta, anggota DPR kembali diberi fasilitas TV LCD oleh Sekretariat Jenderal DPR. TV dipasang di tiap lantai di gedung DPR. Tujuannya untuk menginformasikan jadwal sidang anggota Dewan.
Pemberian fasilitas ini merupakan pemborosan terhadap anggaran negara. Fasilitas TV LCD memang memudahkan para anggota DPR melihat jadwal persidangan. Tapi bukankah mereka telah memiliki komputer atau laptop, yang dapat memberitahukan jadwal kegiatan para anggota DPR melalui email? Di samping itu, para anggota memiliki staf yang selalu mengingatkannya.
Dalam suasana rakyat yang serba susah, DPR tidak sepantasnya terus-menerus dimanjakan berbagai macam fasilitas. Janganlah pemberian fasilitas ini dijadikan alasan untuk meningkatkan kinerja, karena semua itu bergantung pada kapabilitas dan komitmen anggota DPR sebagai wakil rakyat untuk serius bekerja menyuarakan aspirasi rakyat.
ROSA SUSANTI Depok, Jawa Barat
Redaksi menerima surat senada dari Mustofa di Cilandak Timur, Jakarta.
Harga Kedelai Akibat Liberalisasi
HARGA kedelai pada Januari mencapai Rp 7.000-8.000 per kilogram. Padahal sebelumnya hanya Rp 3.000 per kilogram. Kenaikan harga yang tidak terkendali ini akibat dari cara berpikir pemerintah yang salah dan cenderung berkiblat pada pasar bebas yang terkooptasi oleh kapitalisme global.
Saya tidak terlalu optimistis harga bisa terkendali. Belajar saja dari kasus kenaikan harga minyak goreng. Karena itu, saya mendukung aksi turun ke jalan sebagai bentuk tekanan kepada pemerintah untuk mengubah kebijakannya, yang ingin melakukan liberalisasi pangan.
ROSI SUGIARTO Mijen, Semarang
Jeritan Calon Pegawai BPK
SUNGGUH miris hidup kami, para calon pegawai negeri sipil Badan Pemeriksa Keuangan, pada 2007. Kami selalu dipingpong oleh omongan dan janji BPK. Tidak pernah ada kepastian kapan surat keputusan calon pegawai kami keluar. Kami juga dijanjikan mendapat rapelan gaji, tapi sampai sekarang tidak ada buktinya. Paling banter juga uang remunerasi, tapi ini juga selalu terlambat dibayarkan.
Prajabatan kami juga belum digelar hingga sekarang. Padahal ada kelompok lain yang datang belakangan tapi masa prajabatannya sudah lama selesai. Kami sudah berkeliling Indonesia ditempatkan di kantor-kantor BPK, tapi tak ada kepastian kapan prajabatan dimulai. Apalagi diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
Nama dan alamat ada pada Redaksi
Kejanggalan Rumah Susun Kemayoran
ADA banyak keanehan dalam pembangunan dan penggunaan rumah susun tahap III di Kemayoran. Rumah susun itu dibangun pada 2000 oleh Badan Pengelola Kompleks Kemayoran dan selesai pada 2002. Rumah susun setinggi 18 lantai, tipe 21 dan 36, itu mulai ditempati pada 2004 untuk menampung 300 keluarga korban gusuran. Keanehannya antara lain:
- Perum Perumnas sebagai pengembang negara tak turun tangan sama sekali.
- Tidak ada hak guna bangunan dan izin mendirikan bangunan.
- Beberapa unit diperjualbelikan oleh oknum pengembang.
- Setiap keluarga hingga kini belum menerima sertifikat hak milik, hanya surat izin tinggal sementara.
M. TARUNA AJI Ketua Umum Gabungan Penghuni Rumah Susun (GPRS)
Menuntut Buena Produktama
SAYA pembeli tiket pertunjukan David Copperfield yang awalnya akan diselenggarakan pada 28 Oktober 2007 senilai Rp 1,28 juta, kelas platinum, untuk dua orang. Karena Copperfield tersangkut suatu kasus di Amerika Serikat, pertunjukan batal.
Sesuai dengan rencana, uang pembatalan akan dikembalikan pada November 2007, kemudian ditunda menjadi Desember 2007 dengan alasan Buena Produktama kesulitan cash flow (uang tertahan di manajemen Copperfield). Pembayaran ditunda kembali hingga Januari 2008. Ketika saya hubungi kembali kantor Buena di 021-72791234, telepon tidak berjawab. Dengan waktu yang sudah terlalu lama, saya mohon Buena Produktama membantu mengembalikan uang saya.
KUSPINASTI Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Pers Kebablasan
BANYAK ragam respons terhadap sakitnya Soeharto. Mana benar, mana salah, sudah rancu. Media elektronik setiap saat menayangkan apa yang terjadi di Rumah Sakit Pusat Pertamina sedetail-detailnya. Para dokter juga melaporkan setiap saat penyakit Soeharto.
Apakah kode etik kedokteran sudah berubah? Apakah tidak ada rahasia lagi dalam dunia dokter? Juga betapa bebasnya pers kita sekarang. Inikah demokrasi? Saya rasa ini bukan kebebasan pers, melainkan sudah kebablasan pers.
BENNY HERMANTO Cipayung, Jakarta Timur
Nirmala Bonat dan SBY
TEMPO edisi 14-20 Januari 2008 memuat pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Nirmala Bonat, tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Timur yang dianiaya majikannya di Malaysia. Saya terkesan dengan kunjungan Presiden itu. Nirmala sosok masyarakat kecil yang di tengah upaya mengubah nasib keluarganya harus mengalami nasib tragis: disiram air panas dan badannya ditempeli besi setrika panas. Mudah-mudahan pertemuan SBY-Nirmala ini membawa kegembiraan juga bagi warga Nusa Tenggara Timur, khususnya tenaga kerja wanita di Malaysia.
HERMIEN R.N. BOTOOR, SPD Jalan Talib, Jakarta
Bagaimana Penyidikan Asian Agri?
DIREKTUR Jenderal Pajak Darmin Nasution tak bisa mencapai target pajak 2007 sebesar Rp 371,7 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target penerimaan pajak hanya tercapai 99,1 persen atau Rp 358 triliun. Namun kita juga harus jujur ada beberapa prestasi Darmin yang patut dicatat pada 2007. Antara lain meningkatnya jumlah wajib pajak dan terbongkarnya beberapa kasus besar dugaan penggelapan pajak.
Salah satu kasus besar itu adalah dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group (anak perusahaan Raja Garuda Mas, konglomerasi milik pengusaha asal Medan, Sukanto Tanoto). Perusahaan tersebut diduga telah menggelapkan pajak Rp 1,34 triliun. Pejabat pajak sendiri pernah memprediksi, angka tersebut ada kemungkinan bertambah karena tim penyidik masih meneliti barang bukti yang jumlahnya mencapai 1.500 kardus.
Mestinya Darmin memaparkan kepada publik kemajuan pemeriksaan kasus ini agar masyarakat dapat turut berpartisipasi mengawasi penerimaan pajak. Indeks kepercayaan masyarakat terhadap aparat pajak masih belum sepenuhnya pulih. Masyarakat sangat khawatir penyelesaian melalui jalur out of court settlement menjadi pilihan penyelesaian kasus ini, sehingga hasil yang diperoleh negara tidak maksimal. Ayo, lunasi pajaknya, awasi penggunaannya!
AJIYANA BRAJAMUSTI Jakarta
Jakarta Garden Mengecewakan
SAYA kecewa dengan cara manajemen PT Mitra Sindo Sukses memperlakukan pemasok brosur seperti saya. PT Mitra meminta saya mencetak brosur banjir perumahan Jakarta Garden City. Brosur sudah rampung 90 persen, tapi tak dibayar sepeser pun. Alasan manajemen macam-macam: karyawan yang mengurusi kontrak sudah pindah, birokrasi manajemen yang panjang, dan lain-lain.
Proses kontrak mesti dimulai dari awal ketika karyawan itu pindah. Apa saya harus bertanggung jawab juga jika cetakan tidak jelas? Mekanisme pembayaran pun diubah dari sebelumnya. Dengan segala ketidakberesan itu, manajemen malah terus mendesak brosur cepat selesai. Kalau memang mau cari solusi, talangi dulu uang mukanya.
RAMADHIAN A. BROTO Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Bravo Departemen Luar Negeri
ACUNGAN jempol untuk Departemen Luar Negeri. Tim investigasinya berhasil membongkar praktek pungutan liar di Kedutaan Besar RI di Malaysia (Tempo, 7-13 Januari 2008). Kasus ini menyeret dua bekas duta besarnya dan para pejabat lain yang menikmati uang haram dari keringat tenaga kerja Indonesia itu.
M.E.D. NGANTUNG Guntur, Jakarta Selatan
Sinetron Membahayakan Anak
SINETRON sudah tidak mendidik lagi. Sebaliknya, sinetron menjadi salah satu pemicu anak-anak berperilaku menyimpang dan mendorong anak melakukan kekerasan. Para orang tua harus menyuarakan penolakan terhadap tayangan sinetron secara masif. Televisi kita, menurut Departemen Komunikasi dan Informatika, berisi 30 persen sinetron dan 39 persen iklan.
Buktinya sudah banyak. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melaporkan tayangan kekerasan mempengaruhi pola bertindak anak-anak remaja. Komisi Penyiaran Indonesia tidak punya gigi mengontrol tayangan televisi. Karena itu, tayangan televisi minim unsur pendidikan. Dari laporan Departemen Komunikasi dan Informatika yang saya ketahui, tayangan unsur pendidikan tak sampai satu persen, hanya 0,07 persen.
HJ SITI UMIYAT Tajur, Bogor
Awas Petualang Politik
TAHUN 2008 merupakan tahun yang sangat strategis bagi kelompok tertentu untuk menarik dukungan dan simpati masyarakat menjelang Pemilu 2009. Karena itu, sangat mungkin pada tahun ini banyak petualang politik yang bermain mengembangkan opini sesuai dengan tujuan mereka.
Aktivitas kelompok petualang politik mulai mencari celah dengan memanfaatkan pelbagai momen, seperti peringatan lahirnya suatu organisasi. Sejumlah aktivis mahasiswa angkatan 1974, 1980, dan 1990-an pun mulai mengembangkan opini menyerang pihak tertentu.
Acara-acara yang dikemas dengan peringatan hari lahir organisasi akan dimanfaatkan sebagai ajang konsolidasi kelompok petualang politik. Saya mengimbau masyarakat mewaspadai kegiatan para petualang politik ini, yang hanya menjual demokrasi dan reformasi sebagai jargon untuk memperoleh keuntungan politik.
RIFA IRTAFA Ciomas, Bogor
Komitmen Pemerintahan yang Bersih
KOMITMEN menciptakan pemerintahan yang baik bukan tanggung jawab presiden semata. Badan legislatif dan yudikatif—yang sering disorot negatif karena ulah anggotanya—juga harus turut serta dalam gerakan ini. Kalau satu unsur saja tidak kompak, upaya mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik akan kian lamban. Seruan Presiden soal pemerintahan yang baik di Kedutaan Besar RI di Malaysia ini harus disambut semua pihak.
Muara dari pemerintahan yang baik ini adalah pelayanan. Di KBRI tak ada lagi pungutan liar, tak ada lagi pemerasan kepada tenaga kerja, tak ada korupsi pejabat, dan uang negara betul-betul dinikmati rakyat semua, bukan masuk ke kantor wakil rakyat di DPR yang tak pernah puas menerima banyak fasilitas negara.
AGAM SARIPUDIN Ciputat, Banten
Kinerja Pemerintah Diuji
TAHUN 2008 akan menjadi jembatan yang kukuh, tapi juga rapuh, menuju 2009. Jembatan kukuh bila pemerintah tetap produktif dan efektif bekerja, karena percaya bahwa hanya dengan kinerja ekonomi yang baik, rakyat akan memilih kembali pemerintah yang sekarang berkuasa.
Sebaliknya, akan menjadi jembatan yang rapuh bila pemerintah cenderung mempersiapkan diri untuk menang pemilu. Para menteri sibuk untuk memenangkan partai masing-masing. Hasilnya, rakyat miskin bertambah banyak dan jumlah penganggur meningkat. Masa depan negeri ini ada di tangan kita dan para pemimpin kita. Mari kita benahi bersama.
RICARD RAJA Kupang, Nusa Tenggara Timur
RALAT
Pada penjelasan Redaksi Tempo menanggapi hak jawab Asian Agri Group di lembar ini pekan lalu (14-20 Januari 2008) tertulis ”… surat Dewan Pers tanggal 9 Januari 2007….” Seharusnya ”… 9 Januari 2008….”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo