Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Walhi
MENYIMAK berita ”Walhi Dituding Te roris” (Tempo edisi 3-9 September 2007, ha laman 21), ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan agar tidak menimbulkan salah tafsir dari pembaca Tempo.
Paragraf kedua berbunyi: ”Tudingan yang sempat dilansir harian The Straits Times Singapura ini didasari kerja sama Walhi dengan koordinator Mer-C, dr Jose Rizal, yang tak lain tim dokter Majelis Mujahidin Indonesia”.
Dalam keterangan pers, kami menyebutkan bahwa tudingan Senator Australia Ian MacDonald salah satunya didasari berita The Straits Times pada 22 April 2006 yang menyebutkan bahwa pemimpin Walhi adalah anggota salah satu organisasi Islam, dan dengan pakaian Islam lengkap melakukan demonstrasi dengan kekerasan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Berita The Straits Times itu fitnah dan tendensius, karena pada 19-22 April Walhi sedang mengikuti Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup berkaitan dengan Hari Bumi Internasional 2006, yang dihadiri banyak tokoh nasional, seperti KH Abdurrahman Wahid, Amien Rais, dan Rahmat Witoelar.
Kerja sama Walhi dengan Mer-C diungkapkan Presiden Direktur Newmont Minahasa Raya Richard B. Ness dalam suratnya kepada Friends of the Earth Australia yang ditembuskan kepada MacDonald serta Duta Besar Australia di Jakarta. Dalam pernyataan pers, kami menyatakan bahwa kerja sama dengan Mer-C sebagai organisasi kemanusiaan untuk masalah kesehatan warga Buyat yang tidak mendapat pelayanan ke sehatan memadai. Kerja sama serupa dilakukan dengan organisasi kemanusiaan lain yang terpanggil membantu warga Buyat.
Menyebutkan organisasi kemanusiaan sebagai kelompok yang terkait atau dekat dengan organisasi terorisme sungguh tidak berdasar dan manipulatif. Walhi bukan organisasi keagamaan tertentu. Kami melakukan dialog dengan semua pihak untuk mencapai kondisi lingkungan hidup yang baik di Indonesia, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Walhi yang antikekerasan, menghormati pluralisme, dan menghargai prinsip demokrasi.
Semoga fitnah dan tuduhan tendensius dan manipulatif seperti ini tidak dialami organisasi masyarakat sipil lainnya.
M. Erwin Usman Manajer Penggalangan Jaringan dan Dukungan Publik Walhi
Penjelasan Blue Bird Group
SEHUBUNGAN dengan surat Bapak Prakoso Eko Setyawan pada majalah Tempo edisi 27 Agustus-2 September 2007 bertajuk ”Silver Bird Tidak Profesional”, atas nama manajemen Blue Bird Group, kami mohon maaf.
Dapat kami jelaskan bahwa terlewatinya urutan taksi Silver Bird untuk Bapak Prakoso itu akibat kesalahpahaman. Setelah memesan taksi Silver, beliau tidak bisa antre karena harus mengambil barang di bagasi lebih dulu. Ketika Bapak Prakoso kembali ke antrean, taksi diberikan kepada pe ngantre berikutnya. Kami sudah menjelaskan langsung kepada Bapak Prakoso dan beliau menerima penjelasan kami dengan baik.
Bayu Kristiadi Customer Service Manager Blue Bird Group
Tanggapan BCA
SEHUBUNGAN dengan surat Bapak Haerudin di rubrik ini beberapa waktu lalu mengenai Bilyet Giro BCA, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan kepada BCA.
Dapat kami sampaikan bahwa kedua warkat bilyet giro tersebut telah kami blokir sesuai dengan permintaan penerbit bilyet, karena kedua bilyet itu telah dilaporkan hilang oleh yang bersangkutan sebagaimana surat tanda kehilangan barang/surat-surat dari Polresta Jakarta Selatan.
PT Bank Central Asia Tbk. Biro Humas
Mencari Nomor Kasasi di MA
MAHKAMAH Agung telah meluncurkan Sistem Administrasi Perkara pada 30 Januari 2007. Seperti penjelasan Kepala Biro Hukum MA Nurhadi yang dimuat Kompas, 31 Januari 2007, pencari keadilan bisa mengakses perjalanan perkara melalui Internet, la yanan hotline (021) 384 9999, layar sentuh di lobi MA, dan pesan pendek lewat ponsel.
Setelah membaca berita itu, kami punya harapan mendapatkan keadilan. Kami mencari nomor registrasi kasasi kami dengan memanfaatkan layanan hotline dan pesan pendek. Tapi tak ada jawaban. Saya mendatangi kantor MA untuk memanfaatkan layar sentuh, tapi nomor itu juga tak ada.
Ketika saya akan pulang, seseorang mendekati dan menanyakan keperluan saya. Menurut orang yang sudah ada sebelum saya datang itu, untuk mengetahui nomor registrasi cukup ke Bagian Tata Usaha de ngan membayar Rp 1-2 juta. Dengan pe ngalaman ini, pupus sudah harapan saya mencari keadilan di negeri tercinta yang terkenal se bagai negara hukum ini.
Wisnu Hartono Kampung Karangge Sirih Lor Desa Bandulu Serang
Malu Lewat Busway
HAMPIR setiap hari saya naik bus Trans jakarta ke kantor, meski harus berdesakan. Saya selalu naik di halte Pejaten, Jakarta Selatan, dan turun di Manggarai. Dengan sekali transit di halte Halimun, jarak itu bisa ditempuh dalam setengah jam—separuh lebih singkat jika pakai mobil sendiri.
Ada yang mengusik saya setiap kali naik Transjakarta: mengapa begitu banyak pe ngendara mobil dan sepeda motor tak bisa membaca rambu lalu lintas? Mereka me nerobos busway meski di sana jelas terpa sang rambu besar dilarang lewat. Sering kali pengemudi bahkan zigzag, memotong jalan, agar bisa berada di depan bus Transjakarta yang sedang melaju.
Ruas jalur bus yang hampir selalu ”dijajah” mobil pribadi dan sepeda motor ada di perempatan Kuningan-Mampang Prapatan. Demikian juga ruas selanjutnya di sepanjang Mampang-Ragunan. Ini umumnya juga dilakukan petang hari pada jam pulang karyawan.
Rasanya tak adil orang yang duduk nyaman di mobil berpenyejuk udara menyerobot ”hak” ratusan orang yang berjejalan di dalam bus. Harus saya akui, saya pernah dua kali melakukan pelanggaran yang sama. Tapi kini, hingga kelak, saya menyatakan malu menyerobot jalur bus alias busway.
B. Setyarso Pasar Minggu, Jakarta Selatan [email protected]
Mengapa Istana Pilih Kasih?
ADA yang mengganjal menyaksikan perlakuan Istana Kepresidenan terhadap pasukan Kontingen Garuda yang sedang bertugas di Libanon (Konga XXIII-A/UNIFIL). Istana menunjukkan perhatian istimewa dan cenderung berlebihan, bahkan sejak pasukan ini masih di Indonesia.
Perhatian istimewa itu, misalnya, bantuan 100 unit laptop, genset, makanan, obat-obatan, smart car, dan alat tulis. Baru-baru ini juru bicara kepresidenan mensponsori pembuatan klip video band Coklat dan Samsons untuk pasukan ini.
Ini sah saja, tapi ironis dengan apa yang diterima Kontingen Garuda XX/Kongo. Mereka jarang mendapat fasilitas semewah teman-teman mereka di Libanon. Padahal tugas mereka sama. Mereka juga dikirim secara resmi oleh negara. Bahkan pemerintah Kongo menyebut pasukan ini sebagai ”pasukan PBB yang paling banyak berjasa”.
Apakah karena dalam pasukan Ko nga XX/Kongo tak ada anak/menantu petinggi TNI atau pejabat negara? Sungguh menyedihkan. Padahal mereka juga putra pilihan bangsa dan nyata-nyata telah mengharumkan nama negaranya.
Djoko Susanto Geger Kalong, Bandung
Maksimalkan Pencegahan Korupsi
SALAH satu masalah paling serius yang dihadapi Republik Indonesia adalah memberantas korupsi: kejahatan yang bersifat lintas batas negara (transnasional). Indonesia bukan negara pertama yang mengeluarkan kebijakan memburu koruptor. Cina dan Peru sudah melakukan jauh sebelumnya.
Pembentukan tim pemburu koruptor setidaknya merupakan realisasi dari janji Pre siden untuk mencari koruptor yang kabur hingga ke luar negeri. Parameter berhasil-tidaknya penanganan korupsi bergantung pada pengembalian aset koruptor atas kerugian negara, termasuk adanya terapi jera. Penuntasan kasus korupsi BLBI menjadi tolok ukur apakah pemerintah serius memberantas korupsi.
Sebab, pemberantasan korupsi merupa kan bagian dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BLBI menunjukkan lemahnya pengawasan sehingga membuka kesempatan orang melakukan korupsi. Karena itu, sistem pencegahan korupsi harus dimaksimalkan.
Heru Wicaksono Jalan Raya Lenteng Agung 32 Jakarta Selatan
Kurang Sosialisasi, Minyak Langka
KELANGKAAN minyak tanah belakang an ini adalah dampak dari kebijakan peme rintah mengalihkan pemakaian minyak tanah ke gas (elpiji). Kelangkaan terjadi karena Pertamina langsung mengambil keputusan menyetop distribusi minyak tanah bersubsidi di wilayah-wilayah yang menjadi target konversi.
Kebijakan ini mau tak mau mengubah kebiasaan memasak. Untuk itu diperlukan so sialisasi yang sabar dari pemerintah ber sama Pertamina agar masyarakat mendapatkan gambaran yang seluas-luasnya tentang manfaat program ini. Jangan ada kesan masyarakat dipaksa menerimanya. Harus ada kesediaan masyarakat untuk menukar kompor minyak tanah dengan kompor gas, yang katanya bisa menghemat 40 persen.
Sekali lagi, kuncinya adalah sosialisasi, agar masyarakat lebih siap menerima program ini.
Anggi Astuti Perumahan Parung Permai Blok I-2/15, Parung, Bogor [email protected]
Benahi Kejaksaan Agung
JAKSA Agung Hendarman Supandji, Rabu, 29 Agustus lalu, mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan wakilnya, Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura, serta empat pejabat struktural lain di Kejaksaan Tinggi Papua. Mereka dicopot dengan tuduhan melawan perintah atasan dan diduga menerima suap dalam perkara penangkap an ikan ilegal.
Tapi kabar pencopotan ini belakangan simpang-siur. Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Rahardjo menjelaskan bahwa surat pencopotan sudah dikeluarkan pada 29 Agustus lalu. Sehari kemudian, Jaksa Agung Muda Pembinaan Parnomo me ngatakan surat pencopotan masih diproses dan tujuh pejabat itu masih bertugas selama tiga bulan ke depan.
Jaksa Agung hendaknya menegakkan wibawa dan martabat institusi yang di pimpinnya. Tidak ada pilihan lain, pencopot an harus berlaku segera karena sudah diumumkan, tidak perlu ditunda hingga tiga bulan ke depan. Jaksa Agung harus segera menentukan Kepala Kejaksaan Tinggi Pa pua definitif setelah mendapatkan persetujuan Gubernur Papua.
Teuku Fachri Awanglong 50, Samarinda Kalimantan Timur
Solusi Konversi ke Gas
KONVERSI minyak tanah ke elpiji cukup positif. Tujuannya menghemat uang negara. Namun niat yang bagus kalau tidak diikuti tindakan yang baik akhirnya berdampak negatif bagi masyarakat luas. Misalnya, tabung gas belum ada, minyak tanah sudah langka.
Bagaimana pula nasib penjual minyak tanah keliling? Solusinya, pemerintah ha rus membuat tabung gas ukuran 1 kilogram dengan harga sekitar Rp 4.000 dan ukuran 2 kilogram (Rp 8.000) agar penjual keliling masih bisa berdagang. Agen minyak dan perajin kompor pun bisa beralih menjadi agen gas elpiji.
Untuk mengganti lampu teplok dan pe tromaks, perlu didesain petromaks yang memakai gas. Perlu juga dipikirkan untuk membuat kompor gas dan tabung gas yang menyatu (tanpa selang). Kalau perlu, desainnya dilombakan.
Hariyanto Imadha Bojonegoro [email protected]
Batalkan Perombakan Gedung DPR
RENCANA mendesain ulang gedung DPR sangat menyakiti hati rakyat. Proyek besar itu diperkirakan memakan dana Rp 40 mi liar. DPR seharusnya tidak menghamburkan uang untuk hal yang tidak jelas seperti itu. Lagipula, gedung lama masih nyaman.
DPR harusnya bercermin sebelum membuat rencana itu. Apalagi rakyat Indonesia masih miskin. DPR sebaiknya tahan nafsu mengeluarkan uang demi kemewahan, kebanggaan, dan kenikmatan. Negara kita masih dalam tahap bisa bertahan hidup, dan ini harus dicerminkan oleh anggota Dewan.
Saat ini saja DPR sudah tak punya wibawa. Kondisi masyarakat yang semakin sulit jangan ditambah lagi dengan kelakuan DPR yang tidak pro-rakyat. Karena itu, rencana itu harus dibatalkan.
Hj. Siti Umiyati Jalan Raya Wangun Ciawi, Bogor
PT DI Cermin BUMN Kita
SETELAH melalui perjuangan yang panjang, 6.500 mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) akhirnya bernapas lega. Pada 4 September 2007, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menyatakan perusahaan ini pailit.
PT DI terbukti memiliki utang yang belum terbayar berupa hak kompensasi pesa ngon para mantan karyawannya senilai Rp 200 miliar. Pengadilan juga mencatat bahwa PT DI pada 2006 telah merugi Rp 78,43 miliar.
Pailitnya PT DI bisa menjadi contoh betapa lemahnya manajemen BUMN kita. Banyak BUMN yang dikelola tidak profesional sehingga terus rugi dan memberatkan keuangan negara akibat korupsi. Tidak mengherankan jika pemerintah terus menjual perusahaan negara, seperti PT Indosat Tbk., yang kini dimiliki Singapura.
Gerry Setiawan Condet, Jakarta Timur [email protected]
Kepastian Hukum di Merauke
KEPASTIAN hukum di Merauke, Papua, makin memprihatinkan. Yang paling meresahkan adalah seringnya aksi sekelompok orang yang secara sepihak menyatakan tanah bersertifikat adalah tanah adat sekelompok marga (suku asli papua). Dengan begini membuat investor mau pun pendatang yang notabene menggerakkan perekonomian Merauke menjadi ragu untuk perkembangan kota ini.
Apakah sertifikat yang dikeluarkan ne gara sudah tidak ada artinya lagi di kota ini? Saya harap perhatian Pemerintah Da erah Merauke untuk lebih tegas dalam hal ini. Apakah ketidaktegasan Pemerintah itu karena ada segelintir orang yang takut kehilangan dukungan dalam pembentukan Papua Selatan yang kini ramai dibicarakan?
Wahyu Nyoto Diningrat
Masyarakat Peduli Merauke
[email protected]
RALAT
Pada Tempo edisi 3-9 September 2007, halaman 50, terdapat kesalahan pemuatan foto. Foto yang ditayangkan adalah Gedung Sampoerna Plaza, Jakarta. Seharusnya ”Ge dung Sampoerna Strategic Square” seperti foto di bawah ini. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut—Red.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo