Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nomor Edisi Tempo Keliru
Saya bingung dengan nomor edisi Tempo yang melonjak dari Nomor 49, 29 Januari -4 Februari 2007, langsung Nomor 53, 5-11 Februari 2007. Sebagai petugas bagian referensi di universitas tertua di Indonesia, setiap kali majalah Tempo datang, saya langsung memprosesnya agar bisa dipinjam di tempat.
Biasanya, saya melihat dulu halaman depan, halaman judul, atau daftar isi. Di situ, di edisi terbaru pekan lalu, tertulis No. 53, yang seharusnya No. 50, seperti yang tertera di halaman depan. Rupanya itulah biang keladi kebingungan saya. Semoga Tempo tidak salah lagi!
Supribadi Pustakawan Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584
Terima kasih atas koreksi Anda—Red.
Tanggapan atas Investigasi Beras Berpemutih
Membaca liputan majalah Tempo edisi 5-11 Februari 2007 di rubrik Investigasi mengenai beras berpemutih, kami merasa ada beberapa hal yang perlu diluruskan.
Pada halaman 58 dan 59, terutama tentang kartun di awal cerita. Di situ digambarkan situasi perberasan pada akhir tahun lalu. ”Ketika sebagian warga berhenti makan nasi karena beras tiba-tiba langka dan harganya melambung, di gudang-gudang Bulog beras rusak kian menumpuk, Bulog melelang beras ini kepada pedagang, dst....”
Kami keberatan dan merasa sangat dirugikan dengan pemberitaan itu. Selain tidak sesuai dengan fakta, juga sangat menyudutkan lembaga kami. Padahal, sebelumnya pada 30 Januari 2007, kami telah memberikan penjelasan komprehensif kepada Tempo. Di situ, kami menjelaskan soal operasional/manajemen beras di Perum Bulog termasuk penanganan beras turun mutu. Karenanya, kami merasa perlu menjelaskan kembali beberapa hal.
Pertama, sesuai dengan penugasan pe-merintah kepada Perum Bulog (Inpres No. 13/ 2005), pengelolaan beras di Bulog secara umum terbagi dalam kegiatan utama:
- Pengadaan. Ini adalah kegiatan pembelian gabah dan beras petani pada tingkat harga yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu Harga Penjualan kepada Pemerintah (HPP) dengan standar kualitas yang telah ditentukan (SNI III).
- Persediaan dan perawatan. Berupa kegiatan penyimpanan dan pemeliharaan mutu beras agar sesuai dengan kualitas saat pengadaan.
- Penyaluran atau kegiatan distribusi beras ke pasar-pasar yang telah ditentukan. Untuk kegiatan public service obligation (PSO) pasar penyaluran adalah rumah tangga miskin (raskin), golongan anggaran (PNS, Polri, TNI) serta Operasi Pasar dan bencana alam.
Kedua, sebagai institusi pelaksana Perum Bulog menjalankan tugas sesuai dengan keputusan pemerintah. Secara umum tugas pengendalian perdagangan beras bukan wewenang Perum Bulog. Namun, jika ditugasi, Pengadaan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan Operasi Pasar adalah beberapa contoh mekanisme pengendalian yang dilakukan Bulog. Perum Bulog juga tidak mempunyai kapasitas untuk mengawasi mutu beras yang berada di masyarakat.
Ketiga, soal beras yang telah menurun kualitasnya karena umur atau penyimpanannya sudah relatif lama, dilakukan penyortiran. Terhadap beras yang rusak/basah dilakukan pemusnahan. Sedangkan beras yang kualitasnya menurun tapi masih bisa dimanfaatkan, dijual secara tender kepada industri tepung beras/bihun dan atau untuk pakan ternak. Beras turun mutu tak selalu tersedia/ada di gudang Bulog. Karena itu, tak ada patokan waktu tetap dalam perlakuan terhadap beras turun mutu ini. Bulog juga menyalurkan beras langsung ke konsumen, tidak untuk diperdagangkan kembali.
Keempat, Bulog tidak mempunyai kapasitas memperbaiki mutu beras di pasar secara langsung dan membatasi gerak pedagang beras yang nakal. Kami melakukan pengawasan/memeriksa mutu beras yang akan masuk menjadi stok Bulog di depan pintu gerbang Bulog dan merawat serta memonitor kondisi kualitas beras selama dalam penyimpanan di gudang Bu-log sampai menjelang disalurkan kepada konsumen.
Untuk ikut berperan serta memperbaiki mutu beras di pasar, Perum Bulog mendirikan Unit Pengelolaan Gabah/Beras di beberapa sentra produksi padi sebagai percontohan untuk mengelola/memproduksi beras yang bermutu.
Fatah Yasin Kabag Humas Perum Bulog Telp. 021-5252209 Ext. 2623
-Terima kasih atas penjelasan Anda. Penelusuran kami di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah pedagang mengaku mendapatkan beras turun mutu sebagian dari gudang-gudang Bulog, sebagian lagi dari para pedagang yang lain—Redaksi.
Soal Penangkapan Pelaku Teror di Poso
Polisi berhasil memporak-porandakan markas para pelaku aksi teror di Poso. Namun tak semua orang menyambut gembira keberhasilan polisi itu. Ada juga yang mencerca polisi karena dianggap menembak warga sipil yang tak bersalah.
Namun, setelah adanya pengakuan orang-orang yang ditangkap polisi bahwa mereka ternyata memiliki ”benang merah” dengan jaringan teroris Jamaah Islamiyah, suara-suara yang menyudutkan polisi akhirnya hilang di media. Dan aksi teror di Poso mulai tampak menurun drastis.
Semoga berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembalikan kedamaian di Poso tidak dipolitisasi. Jika kita sepakat menjadikan teroris sebagai musuh bersama, yang patut dicerca dan dihujat adalah kelompok teroris itu, bukan Polri atau bahkan pemerintah.
Saya yakin upaya penegakan hukum di Poso adalah langkah yang tepat, terutama dalam rangka menciptakan rasa aman di Poso. Karena itu, 23 tersangka kasus kerusuhan Poso (termasuk 6 tersangka dari kelompok Basri) yang pada Ahad, 4 Februari lalu diterbangkan dari Poso untuk menjalani proses pro justisia di Jakarta, agar segera diadili.
Gerry Setiawan Jalan Kober Gang H. Ismail Condet, Jakarta Timur. [email protected]
Banjir dan Megapolitan (1)
Bencana banjir melanda Ibu Kota Jakarta lagi. Pemerintah disalahkan karena tak serius menangani bencana. Pemerintah Jakarta juga dituding tak pernah belajar dari pengalaman. Ini tentu menambah keprihatinan kita yang menderita akibat banjir.
Tudingan itu harusnya tak hanya ditujukan kepada pemerintah Jakarta, tapi juga pemerintah pusat. Mengapa? Karena masalah banjir ini tidak cukup ditangani secara parsial oleh Jakarta saja, tapi juga harus melibatkan wilayah penyangga di sekitar Jakarta, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Banjir bisa dilihat sebagai sebab-akibat. Misalnya, saluran air yang tertutup, hingga bantaran sungai yang menyempit. Juga perilaku warga Jabodetabek yang membuang sampah sembarangan.
Banjir juga bisa disebabkan alam yang rusak di kawasan sekitar Jakarta. Salah satunya, akibat air kiriman dari Bogor dan Depok yang meluap hingga melumpuhkan Jakarta. Maka, menurut saya, harus ada penanganan terpadu secara megapolitan—dan bukan hanya oleh pemerintah Jakarta. Pemerintah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mesti dilibatkan.
Hans Suta Widhya Koordinator Konsorsium Transparansi Informasi Publik Jalan Mangga 52 A Jakarta 13120
Banjir di Jakarta (2)
Banjir bukan hanya melumpuhkan Jakarta tapi juga menimbulkan korban jiwa dan fisik. Semuanya menderita. Banjir memang tidak memilih korban. Mereka yang kaya dan miskin sama-sama menjadi korban. Banyak permukiman elite ikut diamuk banjir.
Mereka yang berduit memang bisa tinggal di hotel, mencari makanan paling sehat, dan memilih dokter terbaik jika sakit. Tetapi, bagaimana bagi mereka yang tak berpunya? Mereka yang memiliki keterbatasan pasti akan semakin menderita. Karena itu, mestinya banjir juga menguatkan solidaritas antarsesama.
Sudah sepantasnya prioritas dan perhatian lebih harus diberikan kepada mereka yang tak punya kemampuan ekonomi. Bantuan diperlukan bukan hanya dalam penampungan, melainkan juga setelah tragedi banjir berlalu. Bisa dibayangkan betapa berat penderitaan yang masih harus dipikul warga. Rumah beserta isinya rusak terendam banjir.
Sementara itu, banjir belum ada kepastian kapan akan berakhir. Bahkan, menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, puncak hujan baru akan terjadi pada Maret nanti. Artinya, ada kemungkinan mereka akan lama tinggal di tempat penampungan yang tak memadai itu.
Linda Surachman Taman Cilandak, Lebak Bulus Jakarta Selatan
Soal SBY dan Dialog Islam-Barat
Sebuah terobosan besar dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dalam pembentukan forum Indonesia-UK on Islamic Advisory Group (IAG). Sesuai dengan namanya, forum ini berfungsi memberikan masukan bagi kedua negara tentang pembangunan demokrasi dengan dunia Islam. Ini menjadi penting mengingat banyaknya kesalahpahaman terjadi, terutama di Barat, terhadap Islam.
Forum yang digagas SBY dan Blair tahun lalu secara konkret dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan pertamanya di London. Ratu Elizabeth sendiri yang akan bertindak sebagai tuan rumah, dengan mengundang tujuh ulama dan intelektual muslim Indonesia. Mereka antara lain Azyumardi Azra, Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, Marwah Daud Ibrahim, Nasaruddin Umar, Abdul Mu`ti, dan Yenny Zannuba Wahid.
Pemerintah Inggris secara terbuka memang sudah mengisyaratkan akan mempelajari Islam di Indonesia. Ini menjadi penting mengingat selama ini dunia Barat hanya memiliki satu frame tentang Islam, yaitu Islam yang berkembang di Timur Tengah. Padahal Islam di Indonesia adalah sesuatu yang berbeda. Di Indonesia, Islam dan demokrasi adalah sebuah tatanan kehidupan yang berkorelasi dengan baik.
Apa yang dilakukan dalam IAG linier dengan komitmen Presiden Yudhoyono yang ingin agar Indonesia aktif mendorong perdamaian di Timur Tengah. Karena itu, perlu dibangun forum dialog antara Timur dan Barat, antara Islam dan Barat. Dan tidak sekadar konteks Islam Indonesia dan Inggris, tapi juga di Timur Tengah. Terutama soal bagaimana membangun Islam Washatan dan penanggulangan terorisme.
Syamsul Hilal Jalan Agung Barat III Blok V G/10 Kompleks Sunter Agung Podomoro, Jakarta Utara
SBY dan Civil Society
Walau dipilih oleh lebih dari 60 persen rakyat Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap perlu dukungan dari organisasi kemasyarakatan (ormas). Dukungan itu bukan sekadar untuk mempertahankan eksistensinya sebagai presiden, tapi juga untuk menjalin komunikasi yang efektif dengan rakyat. Sebab, ormas-ormas itulah yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Mereka bisa menjadi mitra sejati bagi pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan di bawah.
Komunikasi dan silaturahmi Presiden dengan ormas, khususnya ormas Islam, harus ditingkatkan agar Presiden bisa mengontrol implementasi kebijakannya di tingkat bawah. Dari kegiatan itu, Presiden bisa mendapat amunisi (manfaat) untuk perbaikan langkahnya ke depan. Paling tidak, Presiden mendapat suntikan moral dari ormas tersebut sehingga optimisme untuk menata kehidupan yang lebih baik terus bergelora. Hal itu, antara lain, terlihat dari hasil silaturahmi Presiden dengan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dien Syamsuddin, yang mendukung SBY untuk menyelesaikan kepemimpinan hingga akhir jabatan.
Hubungan antara pemerintah dan elemen masyarakat madani (civil society) seperti Muhammadiyah itu sangat diperlukan agar terjadi komunikasi politik yang baik. Paling tidak, hal itu dapat ikut meredam upaya-upaya yang bersifat political impeachment, yang dapat mencederai demokrasi. Kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan masyarakat madani perlu ditingkatkan demi kebaikan bersama.
ROBBsY ZIDNA ILMA Jalan Raya Cinere, Limo, Depok
Belajar dari Pengalaman
Inilah akhirnya kalau peraturan pemerintah itu kontroversial. Seperti yang dialami Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37/2006 tentang tunjangan komunikasi intensif dan operasional anggota DPRD ini. Peraturan itu sudah menuai protes dari saat diberlakukan hingga setelah dilakukan revisi.
Sejumlah kalangan memprotes pembe-rian tunjangan komunikasi dan dana operasional bagi pimpinan dan anggota DPRD berikut rapelannya sebagai sesuatu yang berlebihan. Ini karena para anggota DPRD sudah mendapat fasilitas yang memadai sebagai pejabat negara.
Pemerintah sendiri maunya bermaksud baik. Tunjangan itu diberikan agar anggota DPRD bisa selalu mengakomodasi se-tiap kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, supaya segala peraturan dapat berjalan mulus, tanpa adanya tantangan dari DPRD. Namun, karena tak tahan dikritik, pemerintah akhirnya merevisinya. Rapelan tunjangan komunikasi dan dana operasional harus dikembalikan.
Repotnya, sekarang giliran kalangan DPRD yang memprotes pemerintah, dalam hal ini Presiden, karena tidak konsisten menerapkan aturan. Bahkan asosiasi DPRD Seluruh Indonesia (Adkasi) terang-terangan menolak mengembalikan uang rapelan itu, karena dianggap tak ada dasar hukumnya. Lagi pula, menurut mereka, uang itu sudah dipakai untuk rakyat. Ini memang simalakama bagi Presiden. Jika PP itu tak direvisi, Presiden akan dihujat habis masyarakat. Direvisi, giliran Presiden digempur para politisi daerah.
Seharusnya Presiden belajar banyak da-ri kondisi. Bagaimanapun, PP itu dilahirkan melalui berbagai proses yang tak hanya melibatkan Presiden dan orang-orang sekitarnya. Karenanya harus dipertimbangkan bagaimana membuat aturan perundangan yang berpijak pada publik dan juga tidak menyulitkan posisi Presiden. Seharusnya, sebelum aturan itu dibuat, perlu pengkajian secara mendalam dampak sosial, psikologis, dan politisnya.
Djohan Suryana Pejaten Timur, Pasar Minggu Jakarta Selatan
Dapatkah KPK Disuap?
Syukurlah, kasus korupsi dana APBD Jawa Tengah 2002-2005 kini disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi bahkan telah memeriksa Gubernur Mardiyanto secara maraton pada Kamis, 1 Februari lalu.
Kasus ini sebenarnya sudah berjalan dua tahun. Malah sempat di-grounded alias tidak jelas nasibnya. Secara hukum, me-mang kasus ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang. Dan korbannya adalah mantan Ketua DPRD Jawa Tengah Mardiyo yang juga lawan politik Mardiyanto saat pemilihan gubernur.
Putusan hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah bahkan telah menghukum Mardiyo 2 tahun penjara. Mardiyo kini menunggu kasasi. Aneh tapi nyata, justru yang mengeluarkan keputusan penggunaan dana sebesar Rp 36,2 miliar dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah justru tidak diapa-apakan.
Sebenarnya, kalau KPK ingin mendalami kasus ini, bisa dengan mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan alat pertanian sonic bloom oleh anak Gubernur. Juga ada sejumlah kasus lain yang bisa menjadi petunjuk. Di antaranya kasus korupsi manipulasi dana anggaran perwakilan Jawa Tengah, sewa helikopter, pengadaan kendaraan dinas, pengadaan pemadam kebakaran, dan kasus setoran tunai dari mantan Kepala BKD Widadi dari seleksi CPNS tahun 2006 lalu sebesar Rp 5 miliar ke Gubernur Mardiyanto. Menurut saya, kasus-kasus ini sudah saatnya dibuka lebar.
Repotnya, dalam sepekan terakhir, di gedung DPRD itu berkembang kabar adanya penyuapan ke petugas KPK melalui man-tan oknum petinggi polisi di Jawa Tengah. Terus terang, kabar ini mengganggu kami. Apa iya petugas KPK bisa disuap? Kalau memang bisa disuap, seluruh bangsa Indonesia tentu akan menangis karena lembaga yang mestinya menyelamatkan masa depan negara juga terinfeksi virus korupsi.
Benar-tidaknya, mari kita menunggu episode selanjutnya. Sampai seberapa jauh lembaga antikorupsi ini menyidik kasus ini hingga melimpahkannya ke pengadilan, supaya semuanya terang-benderang.
Nama dan Alamat ada di Redaksi
Tak Setuju Kembali ke UUD 1945
Sebuah ironi, di tengah bangsa yang diimpit berbagai problem, mulai soal kemiskinan, bencana, sampai berbagai penyakit, sebagian elite masyarakat masih memperdebatkan UUD 1945 yang jelas-jelas sudah diamendemen. Sebab, di dalamnya terkandung potensi kekuasaan yang otoriter. Bisa dibayangkan, dalam UUD 1945 yang asli, tidak ada pembatasan jabatan presiden. Hasilnya, lahir presiden seumur hidup atau berkuasa lebih dari 32 tahun dengan segala bentuk otoritarianismenya.
Anehnya, langkah kembali ke UUD 1945 yang asli dimotori oleh para pensiunan ten-tara, seperti Try Sutrisno, Tyasno Sudarto, dan didukung oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bahkan, secara sepihak, mereka melakukan langkah-langkah dengan agenda (mengatasnamakan) memperbaiki keadaan bangsa, tanpa kerja nyata. Seharusnya para purnawirawan itu berpikir bahwa keadaan saat ini merupakan bagian dari ulahnya di masa lalu. Sementara bagi Gus Dur—yang pernah memimpin negeri ini dan diberhentikan di tengah jalan—seharusnya banyak belajar dari pengalamannya bahwa memimpin negeri dengan sejuta kepentingan ini tak semudah bicara.
Di saat bangsa sedang diimpit berbagai masalah, hendaklah semua bekerja nyata bersama masyarakat dan pemerintah untuk membangun. Saya yakin, tak ada pemerintah yang hendak menjerumuskan rakyatnya. Apalagi di tengah demokrasi yang sedang dirayakan di mana kontrol atas kekuasaan ada di tangan rakyat. Le-bih dari itu, UUD 1945 merupakan landasan untuk dijalankan, bukan diwacanakan, apalagi dikembalikan ke awal.
RIKA RAHIMAH Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat
Sutiyoso dan Banjir
MEnyimak komentar-komentar Sutiyoso di layar televisi soal banjir di Jakarta, saya menangkap adanya upaya meyalahkan pihak lain alias mau cuci tangan sendiri dari pak Gubernur. Yang jadi kambing hitam selalu saja kawasan Puncak dan Bogor di Jawa Barat sebagai para pengirim air bah ke Jakarta. Padahal semua warga Jakarta tahu kalau banjir minggu lalu awalnya disebabkan oleh hujan lokal 3 hari berturut-turut di wilayah Jakarta. Secara logika masalahnya berarti ada di Jakarta.
Pertanyaannya: mengapa sungai-sungai meluap tak mampu menampung air? Mengapa drainase tak berfungsi? Ke mana hilangnya situ-situ di sekitar Jakarta yang berguna sebagai daerah tangkapan air? Mengapa daerah ruang terbuka hijau semakin menyusut sementara mal-mal dan gedung pencakar langit terus bertambah?
Jawabannya ada di Gubernur Sutiyoso.
Ruswandi zarkasih Bintaro Jaya, Jakarta Selatan
Ralat
Dalam artikel berjudul ”Presiden Mencalonkan, Parlemen Menentukan” di rubrik Opini Tempo edisi 5 Februari 2007 halaman 24, di kutipan pengantar tertulis, ”Pelibatan DPC lebih cocok”. Seharusnya adalah ”Pelibatan DPD lebih cocok”.
Pada tulisan berjudul ”Serangan Fajar di Hari Asyura” di rubrik Luar Negeri halaman 102 di kutipan pengantar tertulis, ”Pasukan Iran dan Amerika Serikat menyerang kelompok bersenjata Tentara Surga di Zarga, Najaf”. Seharusnya, ”Pasukan Irak dan Amerika Serikat menyerang kelompok bersenjata Tentara Surga di Zarga, Najaf”.
Redaksi minta maaf atas kesalahan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo