Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koreksi J.S. Simatupang
Pada majalah Tempo edisi 20-26 Desember dimuat tulisan kriminalitas berjudul, ”Saat Buron Muncul di Istana.” Ada hal yang perlu saya luruskan. Sebenarnya saya tidak menyatakan bahwa klien saya masuk Istana lewat undangan. Yang mengatakan itu Dodi Sumadi.
J.S. Simatupang Pengacara Dodi Sumadi
Koreksi dari BRI
Kami sampaikan ralat atas pemuatan berita tentang Bank Rakyat Indonesia di rubrik Ekonomi dan Bisnis majalah Tempo edisi 13-19 Desember 2004, halaman 133. Di situ tertulis, ”Sudah 50 persen dari total nilai yang dibobol, yakni Rp 306,48 miliar, kembali ke tangan BRI.” Seharusnya yang benar: ”Sudah 50 persen dari peristiwa (pembobolan) yang terjadi di Kantor Cabang Khusus BRI kembali ke tangan BRI.”
Yadie Supriatno Kepala Divisi PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk.
— Terima kasih atas penjelasan Anda.
Tanggapan Kuasa Hukum Faisal
Kami selaku kuasa hukum Ajun Komisaris Besar Pol. Drs Faisal A.N. dan kawan-kawan menyampaikan tanggapan dan koreksi sehubungan dengan tulisan di majalah Tempo edisi 13-19 Desember 2004 yang berjudul ”Akibat Permainan Kayu” (halaman 118-119). Kami sangat berterima kasih majalah Tempo telah memberitakan kasus illegal logging di Sorong, Papua, sehingga masyarakat luas dapat mengikuti proses hukum kasus tersebut lebih lanjut. Namun, ada beberapa hal yang perlu kami tanggapi.
Pada alinea ketiga halaman 118 tertulis, ”Mereka (diduga) terlibat dalam mafia penyelundupan kayu,” ujar Brigjen Polisi Raziman Tarigan. Seharusnya, Brigjen Polisi Raziman Tarigan tidak menuduh klien kami dengan kata ”mafia”. Sebagai sesama Korps Baju Cokelat tidak selayaknya ia mengucapkan kata tersebut, sebab hal itu belum tentu benar dan dapat merusak citra Kepolisian Republik Indonesia.
Sebenarnya, Satuan Polisi Air dan Udara (yang menangkap kapal MV Africa) waktu itu di bawah langsung Polda Papua. Tapi Wakil Polda Papua telah memerintahkan agar kapal MV Africa dan muatan sekitar 14 ribu meter kubik kayu yang tak dilindungi dokumen yang sah, kasusnya berikut barang bukti, diserahkan ke Polres Sorong untuk pemeriksaan dan penyidikan. Padahal, kasus besar yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 32 miliar tersebut semestinya ditangani langsung oleh tim penyidik Polda Papua. Ada apa? Apa ini bukan suatu rekayasa untuk mudah diintervensi?
Pada sebuah alinea di halaman 119 disebutkan soal Faisal pergi haji oleh R. Tarigan. Seyogianya Tarigan tidak menyinggung keyakinan beragama seseorang yang melaksanakan rukun Islam ke-5, yaitu ibadah haji. Faisal enam bulan sebelum kasus tersebut telah meminta izin berhaji kepada Kapolri.
Selanjutnya pada alinea ke-8-14 (halaman 118) dimuat tentang muatan tidak diturunkan dan adanya rekayasa kayu Felix Wiliyanto. Ini merupakan argumentasi yang bersifat menyudutkan AKBP Drs Faisal A.N. Kejadian yang sebenarnya, kayu-kayu tersebut telah diturunkan dari MV Africa dan ditimbun di dua tempat, yaitu di Sungai Kais, Desa Yehadian, Kecamatan Inanwatan, dan Tanjung Waif, Desa Walliam, Kecamatan Seget, oleh Ansar Johar. Keterangan ini sesuai dengan laporan yang disampaikan oleh Wakil Kepala Polres Sorong I. Putu Mahasena kepada Faisal A.N. setelah menunaikan ibadah haji.
Bahkan kayu yang telah diturunkan itu sempat dicari oleh Tim Mabes Polri (AKBP Kustono dan Iptu Hendra Hermawan bersama anggota Resmob) dan ternyata kayu tersebut memang ditemukan di dua tempat itu. Kemudian atas barang bukti kayu tersebut dilakukan upaya paksa berupa pemberian police line (status quo). Ini melengkapi Surat Perintah Penyitaan No. Pol. SP-Sita/45/I/2002/serse, tanggal 1 April 2002 untuk kayu yang berada di Sungai Kais, Desa Yehadian, Kecamatan Inanwatan, sebanyak 588 picis jenis merbau dan No. Pol.: SP-sita/46/I/2002/serse, tanggal 1 April 2002 untuk kayu yang berada di Tanjung Waif, Desa Walliam, Kecamatan Seget, sebanyak 256 picis jenis merbau. Telah dimintakan pula Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Sorong.
Yang terjadi, pada 8 Januari 2003, Saudara Felix bersama Afandy Yusuf melakukan pengangkutan kayu-kayu yang telah diberi police line tersebut. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, Felix patut diduga telah melakukan tindak pidana pencurian barang bukti serta mengangkut kayu tanpa dilengkapi dokumen resmi.
Tindakan hukum yang diambil dengan kejadian tersebut adalah (1) membuat laporan polisi, No. Pol.: LP/01/I/2003/serse, tanggal 8 Januari 2003 tentang tindak pidana kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf (h) jo Pasal 78 angka 7 UU RI No. 41 tahun 1999; (2). membuat laporan polisi, No. Pol. : Lp/64/I/2003/Serse, tanggal 20 Januari 2003 tentang tindak pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 KUHP.
Sementara itu, dalam proses penyidikan kasusnya, Saudara Felix mengajukan praperadilan kepada Kapolres Sorong tentang sah-tidaknya penyitaan. Ia juga menyatakan bahwa kayu tersebut adalah miliknya yang dibeli dari masyarakat. Hasilnya, proses sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Sorong dimenangkan oleh Polres Sorong karena Felix tidak dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikan atas kayu tersebut.
Pada alinea ke-15 (halaman 118) dan alinea ke-16, 17, 20 (halaman 119) dimuat pengakuan Ansar Johar tentang intervensi Brigjen Raziman Tarigan dan tentang transfer uang pertama Rp 500 juta, kedua Rp 700 juta, total Rp 1,2 miliar, kepada Brigjen Raziman Tarigan. Pihak penyidik dapat menelusuri aliran dana tersebut dengan menghubungi BNI dan memeriksa para saksi seperti David Tono dan Hengky Maskat. Namun, ternyata itu tidak dilakukan. Juga, pemberian mobil Jepang untuk oknum Polda akan dengan mudah diketahui perjalanannya.
Disebutkan juga pada alinea ke-19 (halaman 119), David Tono dan Hengky Maskat menghadap Wakil Polda Brigjen Raziman Tarigan di Jayapura. Ini diakui oleh Brigjen Raziman Tarigan sendiri dan ia mengatakan muatan kayunya ilegal, tapi kapal MV Africa memiliki dokumen. Padahal, menurut Pasal 78 ayat 15 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, semua hasil hutan dari kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang digunakan melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 UU Nomor 41 Tahun 1999 dirampas untuk negara.
Menurut pengakuan Wakil Polres Sorong waktu itu I. Putu Mahasena, dilepaskannya kapal dan kayu yang dimuat agar diturunkan atas perintah Raziman Tarigan. Tim penyidik Mabes Polri tidak mengusut tuntas kerugian negara akibat lolosnya barang bukti kapal dan muatannya dengan nilai sekitar Rp 32 miliar dengan menggunakan UU Nomor 41 Tahun 1999. Kalau ini digunakan, dapat diketahui dengan jelas duduk persoalannya. Penyidik hanya menggunakan Pasal 221 KUHP tentang menghilangkan barang bukti dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara guna menjaring Faisal A.N. dkk. Ada kesan substansi yang sebenarnya, yaitu kerugian negara, tidak disentuh dengan tujuan menyelamatkan oknum yang lain.
Yang terakhir, disebutkan pada alinea ke-22 dan 23 halaman 119, banyak sisi yang belum terungkap. Hal ini memang benar. Para klien kami hanya menjalankan perintah atasan, loyal dan patuh. Siap, siap, dan siap. Mabes Polri harus menyidik ulang ”aktor intelektualnya”. Sangat bodoh dan nekat terhadap kasus besar seperti itu dilakukan klien kami bila tidak ada perintah atasan. Di pengadilan nanti duduk persoalannya akan dibeberkan oleh para klien kami.
Umar Renhoran SH Tim Penasihat Hukum
Lelucon Apalagi, PSSI?
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) seperti tak bosan membikin lelucon. Kasus ketidakabsahan dua pemain Persiba Bantul dalam kompetisi Divisi II PSSI belum selesai dibahas, kini PSSI akan menitipkan tim PSSI U-20 ke Persiba Bantul dalam kompetisi Liga Sepak Bola Divisi I. Sebuah kebijaksanaan yang layak dipertanyakan. Bukankah status promosi Persiba Bantul ke Divisi I belum final?
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu Persitara Jakarta Utara, kesebelasan Divisi II PSSI, mengajukan protes kepada PSSI mengenai status dua pemain Persiba tersebut, namun belum ada jawaban dari PSSI.
Kalau toh Persiba Bantul ditetapkan sebagai kesebelasan yang layak promosi ke Divisi I, kini timbul pertanyaan, bagaimana nasib para pemainnya yang terlibat dalam kompetisi kelak. Apakah mereka yang berjuang mati-matian agar Persiba Bantul bisa naik dari tim Divisi II ke jenjang Divisi I diistirahatkan. Sementara PSSI bersikeras hati mempertahankan tim PSSI U-20 agar terlibat dalam kompetisi Divisi I atas nama Persiba Bantul. Saya yakin cara-cara seperti ini akan sangat mengecewakan para pemain dan sangat merugikan pembinaan sepak bola nasional.
Apakah PSSI lupa dengan teori sepak bola bahwa mencetak pemain yang baik haruslah melalui kompetisi yang ketat. Padahal, PSSI U-20 bukanlah sebuah klub yang pernah terlibat dalam kompetisi di Divisi II. Mereka terdiri dari sejumlah pemain yang dicomot dari beberapa klub kemudian dengan seenaknya ditempatkan di Divisi I atas nama Persiba Bantul.
SURYANA Jakarta Utara
Tanggapan BCA
Berkenaan dengan keluhan Bapak Julianto M. Widjaja yang dipublikasikan melalui majalah Tempo edisi 13-19 Desember 2004, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan kepada PT Bank Central Asia Tbk.
Kami mohon maaf atas keterlambatan pengiriman kartu kredit Bapak Julianto, yang baru diterima pada 7 Desember 2004, karena tertunda libur Idul Fitri 1425 H dan kesulitan bertemu Bapak Julianto karena ke luar kota. Masukan Bapak akan menjadi bahan evaluasi kami guna lebih meningkatkan layanan terhadap nasabah di masa mendatang.
Dwi Narini Manajer Humas PT Bank Central Asia Tbk.
Penjelasan Astra International
Berkaitan dengan tulisan pada Tempo edisi 20-26 Desember 2004, berjudul Astra Siapa yang Punya (halaman 127), kami ingin menyampaikan beberapa penjelasan.
Pada alinea pertama ditulis: ”Tanpa banyak gembar-gembor, Jardine Cycle and Carriage telah menguasai 47 persen saham PT Astra International Tbk. (AI) dari sekitar 40 persen pada Januari 2004.” Yang benar, atau tepatnya, Jardine C&C menguasai 47,01 persen saham PT AI dari sekitar 37,17 persen pada bulan itu.
Selanjutnya disebutkan, Jardine C&C juga akan terus membeli saham Astra di PT Tunas Ridean, dari jumlah yang saat ini sudah mereka kuasai sebesar 37,5 persen. Sebagai informasi, dapat kami sampaikan bahwa AI tidak mempunyai saham di PT Tunas Ridean.
Dinyatakan juga, mereka membeli 45 persen saham unit usaha Astra International di Mauritius. Kami sampaikan bahwa PT AI tidak punya unit usaha di Mauritius.
Yulian Warman Kepala Divisi Hubungan Masyarakat PT Astra International Tbk.
— Terima atas penjelasan Anda.
Ralat
Ada kekeliruan dalam penulisan nama penulis artikel ”Lampu Sorot, Jeda Iklan, Firasat Buruk FFI 2004”, yang dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Desember, halaman 139. Di situ tertulis Riri Reza. Yang benar adalah Riri Riza.
— Kami minta maaf atas kesalahan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo