Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

8 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyunatan Dana IDT

SEBAGAI Menteri Negera Pembangunan Daerah Tertinggal, Saifullah Yusuf kiranya perlu belajar dari pengalaman zaman pemerintahan Soeharto. Dulu, ada Inpres Daerah Tertinggal (IDT), sesuai dengan amanat GBHN 1993. Untuk mengetahui jumlah daerah yang masih tertinggal, Soeharto memerintahkan Bappenas me-nyusun peta daerah tertinggal dengan kriteria yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan peta tersebut, Presiden Soeharto menyalurkan dana untuk mengentaskan penduduk di sana dari kemiskinan. Yang terjadi, ketika dana tersebut sampai di daerah, singkatan IDT dipelesetkan menjadi Iki Duite Teko (ini uangnya datang). Tetapi jumlahnya telah menyusut karena disunat di tengah jalan. Rakyat daerah yang bersangkutan sangat kecewa, sehingga singkatan IDT dipelesetkan lagi menjadi lki Duite Telas (ini uangnya habis).

Mudah mudahan kejadian pada era Soeharto itu tidak terulang lagi sekarang.

Moch. Mochtar Jl. Wiratno 23, RT 003/RW 001 Kenjeran, Surabaya


Televisi Pendidikan

Beberapa hari sebelum mengakhiri tugasnya sebagai Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fadjar meresmikan sebuah pemancar televisi bernama Televisi Pendidikan (bukan TPI), yang berlogo TvE (Television Education).

Benar, kini pertelevisian di Indonesia terus berkembang, baik mutu maupun jumlah salurannya. Bahkan mencapai belasan stasiun. Belum lagi, saluran-saluran dari negara lain yang bisa kita tangkap lewat parabola, meski hanya dinikmati oleh kalangan orang makmur. Sementara masyarakat yang miskin, apalagi terpencil, tetap saja setia dengan TVRI.

Semua itu membuat kesenjangan dalam hal mendapatkan informasi. Satu golongan masyarakat telah maju begitu pesat pola pikirnya, sementara sebagian masyarakat yang lain masih tergagap-gagap.

Mudah-mudahan pula televisi yang diluncurkan Menteri Pendidikan baru-baru ini tidak sama dengan televisi yang lainnya. Juga berbeda juga dengan TPI yang katanya televisi pendidikan, tapi acaranya tak ada bedanya dengan televisikomersial lainnya.

Kalau mau mendidik masyarakat dengan tayangan televisi, sebaiknya pemerintah bisa merelai saluran yang bagus dari televisi di negara lain. Misalnya saja saluran Na-tional Geographic dan Discovery. Kedua televisi ini selalu menampilkan dunia ilmu pengetahuan, khususnya kehidupan binatang.

Kita bisa belajar banyak sekali dari cara hidup binatang liar di hutan Sabana dan Kilimanjaro. Harimau, singa, dan binatang lainnya, kalau sudah kenyang tidak mau lagi mengganggu atau memakan binatang lain. Tidak seperti kita, sudah kaya, sudah punya rumah bagus, masih juga mau menerima hadiah rumah atau mobil dari negara kita yang miskin.

Pandu Syaiful Duri, Riau


Pola Hidup Sederhana

PADA kampanye pemilihan presiden yang lalu, banyak sekali program dan janji yang ditawarkan. Semuanya disertai de-ngan semangat dan sikap optimistis bahwa mereka bisa mewujudkannya. Hanya, setelah melihat banyak persoalan yang dihadapi bangsa ini, kita perlu realistis. Tidak semua bisa dilaksanakan dengan cepat.

Menurut hemat saya, ada program penting yang segera bisa dijalankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni melaksanakan pola hidup sederhana. Ini bisa dilakukan oleh para pejabat eksekutif, anggota legislatif, dan aparat yudikatif.

Saat ini kalau kita melihat tayangan televisi, banyak bapak-bapak maupun ibu-ibu pejabat yang tampil begitu ”wah”, memperlihatkan kemewahannya. Mereka datang dengan mobil mewah, berpakaian jas buatan penjahit kelas satu, dan memakai jam tangan mahal. Penampilan yang mewah itu juga mereka lakukan saat rapat, termasuk ketika membicarakan utang negara yang bermiliar-miliar dolar.

Saya pernah ke Taiwan membawa sebuah tim dari satu departemen untuk mengadakan studi banding. Kami bertemu dengan Wakil Direktur Utama China Petroleum Corporation, sebuah perusahaan minyak milik negara seperti Pertamina. Rombongan kami semua memakai pakaian lengkap (jas dan dasi). Semula kami juga mengira mereka juga berpakaian seperti itu.

Ternyata tidak. Sang Wakil Dirut hanya memakai pakaian baju lengan pendek dengan dasi, tanpa jas. Para manajer yang mendampinginya hanya memakai baju lengan pendek, tanpa dasi. Saya juga mendengar, para manajer di perusahaan itu naik bus perusahaan saat berangkat kerja, tidak naik mobil pribadi. Terlihat sekali mereka menjalani hidup yang sederhana kendati negara mereka sudah maju.

Saya menyarankan agar pola hidup sederhana juga diterapkan oleh pemerintahan SBY. Dengan cara ini pula pemberantasan korupsi akan lebih mudah diterapkan. Saya percaya rakyat banyak akan menyambut baik jika program itu bisa dilaksanakan. Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sudah mulai merintis pola hidup sederhana dan berhemat dengan menolak mobil Volvo. Mudah-mudahan hal ini dapat diikuti oleh pejabat lainnya.

Iwan Setiadi Tanjung Duren Utara IIIE No. 246 RT 008/RW 003 Tanjung Duren, Jakarta


Hati-hati Memilih Jus Buah

SAYA sangat tertarik dengan masalah kesehatan. Itu sebabnya, saya amat senang saat membaca artikel tentang jus buah di sebuah harian beberapa waktu lalu. Dalam artikel tersebut, Presiden Direktur Berri, sebuah perusahaan jus, menyarankan agar konsumen konsumen jeli memperhatikan jus yang hendak dikonsumsi. Perlu diteliti apakah produk tersebut menggunakan pengawet, pemanis, atau perasa buatan.

Ketika berniat membeli jus Berri, saya pun membaca labelnya. Ternyata, tercantum adanya sodium benzoat (zat pengawet), dan ada zat pewarna buatan.

Saya pun jadi heran. Pihak Berri mengingatkan agar konsumen waspada seolah tersirat produk miliknya tidak mengandung pengawet. Ternyata jus buatan Berri juga mengandung bahan pengawet.

Karena itu, saya menyarankan agar konsumen hati-hati. Jangan sampai dibodohi dengan pernyataan yang menyesatkan.

Ratna Kartika Jl. Kincir VI/4, RT 014/ RW 006 Pulogadung, Jakarta Timur


Penyeberangan di Labuan Uki

Pada era 1990-an, Sulawesi Utara memasuki era baru di bidang transportasi darat. Ini terjadi setelah dibangun pelabuhan penyeberangan di Kota Bitung, Kota Gorontalo, dan Desa Pananaru, Sangihe Talaud.

Keberadaan ketiga pelabuhan penyeberangan tersebut sangat menunjang angkutan darat. Pelabuhan Bitung menghubungkan Sulawesi Utara dengan Ternate dan Kabupaten Sangihe Talaud. Pelabuhan Gorontalo merangkaikan jalur Sulawesi Utara dengan Pagimana di Sulawesi Te-ngah. Di Kota Bitung pun ada angkutan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Lembeh dengan Kota Bitung.

Di era reformasi sekarang sedang dibangun tiga pelabuhan penyeberangan, yakni Siau di Kabupaten Sangihe, Melonguane (Kabupaten Talaud), dan Likupang (Minahasa Utara). Ketiga pelabuhan baru ini akan segera beroperasi. Tampak titik berat jaringan angkutan feri adalah ke arah timur dan utara. Ini bila dilihat dari posisi Manado sebagai ibu kota provinsi dan pusat perdagangan di Sulawesi Utara.

Sementara itu, jalur ke arah barat, yakni ke Kalimantan Timur, belum ada. Padahal, angkutan feri ke Kalimantan Timur cukup potensial. Selama ini, angkutan barang dari Sulawesi Utara ke Kalimantan Tirnur melalui Palu. Hal ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi, waktu yang lama, dan risiko kecelakaan dalam perjalanan, serta perawatan kendaraan.

Itu sebabnya perlu dipikirkan pembangunan pelabuhan penyeberangan untuk mempermudah angkutan ke Kalimantan Timur. Lokasi yang ideal mungkin Labuan Uki di Kabupaten Bolaang Mongondow. Alasannya sebagai berikut:

  1. Posisi Labuan Uki cukup strategis karena berada pada ruas jalan trans Sulawesi. Jarak dari Manado ke Labuan Uki sekitar 180 km, jarak Labuan Uki-Palu sekitar 1.000 km.

  2. Kondisi alam Teluk Labuan Uki sangat baik untuk sebuah pelabuhan penyeberangan ditinjau dari kedalaman air, ombak, dan arus yang tenang.

  3. Sudah ada fasilitas pelabuhan laut, sehingga untuk membangun dermaga kapal feri lebih mudah.

Ch. O.F. Lobud Lingkungan III, RT03/RW 01 Kelurahan Madidir Ura, Bitung Tengah


Angkutan Desa di Semarang

JERITAN ini terpaksa kami sampaikan ke Tempo karena kami tak tahu lagi harus mengadu ke mana. Kami warga desa di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, sudah lama mendambakan angkutan desa. Hati kami pernah berbunga-bunga ketika tersiar kabar di media massa lokal bahwa desa kami telah dirambah oleh angkutan desa dengan trayek Kopeng-Kembangsari. Semua sarana telah disiapkan oleh pemerintah, termasuk kendaraannya. Bahkan kami pernah ikut jadi penumpangnya.

Namun, kini kami harus gigit jari, sebab angkutan tersebut tiba-tiba dibatalkan oleh Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Semarang atas protes sekelompok orang. Kami sangat menyayangkan keputusan tersebut. Desa kami sangat membutuhkan sarana angkutan umum yang murah sehingga perekonomian di desa kami bisa maju.

Seorang warga di Getasan, Semarang (Nama dan alamat ada pada redaksi)


Keluhan Adrian Waworuntu

Kami salah satu anggota tim penasihat hukum Adrian Herling Waworuntu menegaskan bahwa klien kami menyerahkan diri secara sukarela pada 22 Oktober 2004. Harapan kami, dari pemerintahan yang baru akan mendapatkan keadilan baik dalam proses hukum maupun pemberitaan seputar kasus BNI.

Selama ini banyak pemberitaan yang tidak benar dan menyudutkan klien kami sebagai bentuk dari character assassination. Ini terjadi sejak awal diberitakannya kasus itu pada September 2003. Apa pun hal yang dibantah oleh klien kami tidak pernah diterima dan ketidakterlibatan klien kami dalam kasus BNI digambarkan sebagai suatu kolusi dengan para penyidik ataupun dengan aparat-aparat yang berwenang.

Klien kami sangat mengharapkan bantuan pemerintahan yang baru untuk menerapkan dan menegakkan hukum atas dugaan keterlibatan klien kami, sesuai dengan fakta dan bukti otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sehingga aparat penyidik dan pengadilan tidak merasa tertekan oleh opini publik berdasarkan hal-hal yang sesungguhnya tidak benar.

Doni Antares Irawan Penasihat Hukum Adrian Waworuntu


Perlunya Buku Generik

Mahalnya buku membuat dosen, guru, mahasiswa, dan siswa kurang banyak membaca buku ilmiah. Fenomena seperti ini telah menyebabkan gejala pendidikan biaya tinggi. Sayangnya, pendidikan berbiaya tinggi ini tidak diikuti peningkatan kualitas.

Jalan keluarnya adalah membuat harga buku yang murah dan berkualitas. Kalau di bidang farmasi telah dikenal obat generik untuk memurahkan harga obat, kenapa pemerintah tidak menerbitkan ”buku generik”? Buku-buku serupa itu diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan dijadikan sebagai buku wajib di sekolah-sekolah.

Di tahun-tahun 1970-an kita pernah memiliki sekolah Inpres dan buku-buku Inpres, yang dikirim ke semua sekolah dalam jumlah yang banyak, sehingga murid cukup meminjam dari sekolah. Politik pendidikan seperti ini pun masih dijalankan sehingga kini oleh negara-negara industri Eropa seperti Jerman dan Belanda, serta diamalkan pula oleh Malaysia dan Singapura.

Menurut hemat penulis, ada dua jalan keluar mengatasi mahalnya buku-buku perguruan tinggi. Yang pertama, penerjemahan buku-buku ilmiah dan buku-buku bermutu. Pemerintah dapat membeli lisensi penerjemahan, menerjemahkannya dan menerbitkannya serta menjualnya dengan harga murah. Untuk sementara, dapat dipilih buku-buku yang banyak digunakan oleh banyak mahasiswa dan dosen.

Kedua, penulisan buku dalam bentuk CD. Pemerintah membeli hak cipta buku dan menjadikannya sebagai milik umum, sehingga penggandaan CD seperti itu tidak merugikan penulis.

Demokrasi pendidikan selalu dilaungkan di tengah masyarakat sejak reformasi digulirkan. Sayangnya, slogan ”persamaan hak dalam pendidikan” kurang dijabarkan dalam bentuk program dan tidak disampaikan kepada masyarakat. Padahal, transparansi seperti itu merupakan salah satu unsur demokrasi.

Kalau program buku generik dapat dijalankan, maka harga buku baku bakal menjadi murah. Dan demokratisasi pendidikan telah hadir secara nyata.

Djafnan Tsan Afandie Mahasiswa tingkat doktor di Universiti Kebangsaan Malaysia, dosen UGM Yogyakarta


RALAT

Dalam Tempo edisi 1-7 November 2004, pada rubrik Hukum halaman 138, alinea ke tujuh, tertulis ...Robby Djohan (Presiden Direktur PT Kanindotex)..., seharusnya; ...Robby Tjahyadi (Presiden Direktur PT Kanindotex)....

Tempo edisi 1-7 November 2004, pada rubrik Pokok & Tokoh, terdapat kesalahan pemasangan foto Jenna Jameson. Yang terpasang adalah foto Hillary Duff. Sedangkan foto Jenna Jameson yang benar sebagaimana foto di samping ini:

Untuk kekeliruan itu, kami mohon maaf —Red

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus