Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan buat Ignas Kleden
SAYA ingin menyampaikan tanggapan sehubungan dengan tulisan Pak Ignas Kleden yang berhubungan dengan saya.
Pak Ignas Kleden?seorang penulis yang saya kagumi sejak saya masih mahasiswa?dalam kolomnya yang berjudul Informasi Politik: Orientalisme dan Oksidentalisme (TEMPO, 25 Juli 2004) mempersoalkan sikap sementara orang di dalam negeri yang terkesan anti-peneliti asing. Di beberapa paragraf-terakhirnya, Pak Ignas, tanpa menyebut nama, tampaknya merujuk kepada tulisan saya di harian Kompas yang mengkritik sikap sebagian peneliti asing (Liddle dan Sikap Pengamat Asing, 16 Juli 2004). Hal ini cukup jelas dari istilah-istilah yang sepenuhnya mengacu pada tulisan saya tersebut.
Sudah tentu kritik-mengkritik adalah soal yang biasa, bahkan perlu. Persoalannya, meski pada awalnya benar dalam mengutip kritik saya kepada Bill Liddle, bagian-bagian tulisan selanjutnya sama sekali tak mewakili pendapat saya dalam tulisan di harian Kompas tersebut. Sayangnya, struktur tulisan tersebut adalah sedemikian sehingga amat mudah ditafsirkan bahwa bagian-bagian itu masih merupakan pendapat saya.
Kenyataannya, setiap pembaca tulisan saya di harian Kompas itu akan dengan mudah menangkap bahwa: saya tak anti-peneliti asing (dan bahkan sama sekali tak menyebut-nyebut apalagi mengkritik penelitian orang atau lembaga asing). Hal itu saya ungkapkan dengan terang-benderang di paragraf-paragraf awal tulisan saya. Keberatan saya adalah pada apa yang saya lihat sebagai sikap menggurui, sok tahu, dan kurang empati sebagian peneliti tersebut.
Di samping tak tepat membandingkan sebuah tulisan populer di sebuah harian yang panjangnya tak lebih dari 8.000 huruf dengan masterpiece Edward Said (Orientalism) yang tebalnya lebih dari 500 halaman itu, saya tidak hanya ?berkeluh-kesah? tapi memberikan ilustrasi-ilustrasi konkret mengenai sikap-sikap Liddle yang saya kritik dan alasan keberatan saya. Soal apakah orang sepakat atau tidak dengan opini saya itu, tentu saja terpulang kepada para pembaca, termasuk Pak Ignas.
Justru sepenuhnya sejalan dengan Pak Ignas, saya nyatakan dengan gamblang di pengujung tulisan saya bahwa kritik saya bukanlah tentang Liddle seorang, bahkan juga bukan hanya untuk pengamat asing, melainkan juga pelajaran bagi kita semua agar bisa bersikap rendah hati ketika menilai kelompok lain.
HAIDAR BAGIR
[email protected]
Terima Kasih Astra Daihatsu
SAYA ucapkan terima kasih kepada Astra Daihatsu, khususnya Bapak Warno dan Bapak Herianto dari PT Capella Medan, karena telah memberikan perhatian setelah surat keluhan saya dimuat di TEMPO Edisi 27 Juni 2004.
YUNAN NAPITUPULU
Medan, Sumatera Utara
Kemang yang Malang
Saya tinggal di daerah Kemang, Jakarta Selatan, daerah yang sudah lama menjadi tempat tinggal ekspatriat yang bekerja di Jakarta. Dengan berjalannya waktu, banyak pengusaha dan pengembang yang mengambil peluang untuk membuka lahan usaha di daerah ini untuk mendulang emas. Segala jenis restoran gampang ditemukan di Kemang, mulai dari restoran khas Jawa, franchise makanan cepat saji, sampai restoran yang menyajikan aneka pasta khas Italia. Maka, tidak mengherankan jika Kemang menjadi tempat favorit untuk bertemu kerabat, arisan keluarga, reuni, bahkan merayakan ulang tahun anak.
Saat ini muncul tren baru di Kemang. Banyak pengusaha mendirikan bangunan dengan format ?mini-mall? dan kemudian menyewakannya untuk restoran atau jenis usaha lainnya. Namun, ada beberapa hal yang sepertinya dilupakan oleh para pengusaha tersebut, yaitu:
Pertama, kenyamanan. Banyak dari gedung-gedung tersebut terlihat asal bangun dengan tidak memperhatikan areal peparkiran. Ada beberapa gedung yang kami perhatikan bahkan mengambil badan jalan (trotoar) yang sebetulnya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Hal itu tentu saja tidak nyaman bagi pejalan kaki yang akhirnya harus berjalan di jalan yang diperuntukkan bagi motor dan mobil.
Kedua, kepastian dalam menjalankan usaha. Sebagian dari gedung-gedung tersebut sudah berdiri sejak beberapa tahun yang lalu, namun sampai saat ini gedung-gedung tersebut terlihat kosong atau hanya diisi setengahnya. Kalaupun ada restoran yang membuka usahanya di gedung tersebut, beberapa bulan kemudian restoran tersebut terpaksa ditutup karena tidak ada pengunjung dan tingginya biaya sewa.
Ketiga, rawan banjir. Di saat hujan melanda Jakarta, kawasan Kemang termasuk daerah yang paling parah terkena dampak banjir. Perencanaan pembuangan air yang kurang matang menyebabkan banjir di saat hujan datang. Genangan air terpusat di satu titik (seputar Supermarket Kemchick). Daerah Kemang yang sehari-hari sudah padat pun kerap macet total karena sebagian besar penghuni yang tinggal di tempat lain (Jalan Bank atau Jalan Bangka) dibuang dan harus melewati daerah Kemang.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, sudah saatnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Wali Kota Jakarta Selatan melakukan penertiban di daerah Kemang. Saran yang bisa kami sampaikan adalah:
- Tidak lagi memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) di daerah Kemang, dan mendorong untuk memanfaatkan gedung-gedung yang sudah ada atau menyarankan pada para pengusaha tersebut agar membuka usaha di tempat lain.
- Apabila ada pengusaha yang hendak memperbaiki (merenovasi) gedung, sebaiknya dikenai biaya administrasi yang tinggi.
- Menimbang kembali izin mendirikan bangunan apabila gedung tersebut tidak mempunyai rencana yang tepat bagi areal peparkiran dan pembuangan air.
- Mencabut izin mendirikan bangunan apabila gedung tersebut tidak memenuhi peruntukannya dalam kurun waktu beberapa tahun.
Kami amat berharap agar daerah Kemang dapat ditertibkan seperti yang dilakukan di daerah permukiman lain, seperti Pondok Indah dan Bintaro, dengan mendahulukan kenyamanan penghuni di daerah tersebut.
ELISA LUHULIMA
Jalan Kemang II No. 38
Jakarta 12730
Permohonan kepada Kapolri
SAYA ingin menceritakan nasib yang dialami oleh adik saya yang diadukan ke polisi dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Ini gara-gara adik saya, bernama Agus Nizami, bekerja di sebuah perusahaan sekuritas, sebut saja ?PT X?, pada Juli 2002 sampai Mei 2003. Dalam perusahaan yang menjalankan on-line trading ini, ia menjadi administrator teknologi informasi.
Nasabah perusahaan tersebut dapat melakukan transaksi jual-beli saham lewat Internet hanya dengan memasukkan nama, password, dan PIN (personal identification number). Sistemnya bagus. Sayangnya, nama, password, dan PIN dapat dilihat karyawan yang punya akses ke data tersebut (tidak encrypted). Ini berbahaya, karena selain nasabah, karyawan tersebut dapat menyalahgunakan account nasabah.
Setelah memberitahukan beberapa kali kepada manajemen, dan tidak ada tanggapan yang positif, adik saya memberitahukan hal itu ke para nasabah melalui e-mail. Maksudnya, agar nasabah berhati-hati.
Nah, oleh PT X, adik saya lalu diadukan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan: melakukan perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, dan pencurian. Dia disidik oleh Ajun Komisaris Polisi Slamet Santoso di bawah pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Petrus Golose dari Unit Cyber Crime, mulai 7 Juli 2003.
Pada 28 Oktober 2003, PT X dan adik saya mengadakan perjanjian damai. PT X pun sudah mencabut pengaduan. Namun A.K.P. Slamet Santoso tetap meneruskan kasus ini. Nyatanya, pada 19 Juli 2004, adik saya kembali dipanggil Polda Metro Jaya untuk dihadapkan ke Kejaksaan Tinggi Jakarta berkaitan dengan penyerahan ?tersangka? dan ?barang bukti?.
Kami telah berkonsultasi dengan beberapa ahli hukum (pengacara dan polisi), ternyata hukum cyber law belum ada di Indonesia. Karena itu, pasal kelalaian enkripsi ataupun pencurian data tidak ada. Terlebih lagi, data nasabah yang dituduhkan dicuri adalah milik nasabah, bukan PT X. Obyek yang dicuri juga bukan barang/uang seperti yang disebut KUHP. Yang jelas, PT X tidak kehilangan data. ?Anda tidak mencuri data. Anda melindungi nasabah!? demikian kata polisi itu kepada adik saya. Sayang, dia tidak bisa membantu lebih jauh.
Sebagian nasabah PT X berterima kasih pada adik saya yang telah menginformasikan hal yang dapat merugikan mereka. Tapi kepolisian justru menjadikannya tersangka dan menyerahkannya ke kejaksaan untuk diproses hukum.
Saya mohon agar Kepala Polda Metro Jaya, Kepala Polri Jenderal Da?i Bachtiar, Jaksa Agung A. Rahman, melindungi adik saya.
Yuni Safariana
Otista, Jakarta Timur
Keluhan Nasabah Bank Mandiri
INILAH kejadian yang saya alami sebagai nasabah Bank Mandiri. Saya merasa dirugikan karena tidak mendapat pelayanan yang memuaskan.
Ceritanya, pada 26 Mei 2004 pukul 09.00, saya mengambil uang lewat anjungan tunai mandiri (ATM) di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Riau. Ketika itu mesin macet, sementara uang belum keluar. Setelah kurang lebih tiga menit, kartu ATM saya keluar, namun slip tanda terima dan uang tidak keluar.
Kasus tersebut lalu saya sampaikan ke satpam yang kebetulan ada di situ dan saya disarankan pindah ke ATM di sebelah. Di ATM yang sebelah saya tidak melakukan kesulitan ketika melakukan transaksi. Namun saya heran ketika melihat slip tanda terima, saldo saya berkurang Rp 200 ribu. Padahal saya hanya mengambil Rp 100 ribu. Karena kesibukan, hal itu tidak saya hiraukan.
Barulah keesokan harinya saya datang ke Bank Mandiri tempat lokasi ATM itu berada untuk melaporkannya. Laporan saya diterima dan akan diproses, demikian kata petugas di sana. Katanya, mungkin uang akan dikembalikan tiga atau empat minggu lagi.
Saya tunggu selama empat minggu, kemudian saya telepon lagi ke customer care yang sama, katanya, uang tersebut akan ditransfer kembali ke rekening saya apabila prosesnya sudah selesai. Saya tanya, ??Kapan pastinya?? Dia malah memperpanjang waktu lagi, ?Coba tunggu tiga minggu lagi, Pak,? katanya lagi.
Setelah kurang lebih lima minggu sejak saya melapor pertama kali, saya tidak sabar, saya telepon ke Call Mandiri 021 2997777. Setelah diperiksa nomor rekening saya oleh petugas, ia mengatakan ?Laporan sudah masuk pada kami, Pak. Cuma proses untuk kasus begini butuh 45 hari.? Saya betul-betul jengkel, jengkel sekali. Kasus ini adalah kedua kali saya alami. Yang pertama pada 2003 (saya tidak ingat tanggalnya, karena pada waktu itu saya tidak peduli, toh cuma Rp 50 ribu).
Saya memang bukan nasabah dengan gaji yang besar. Gaji saya yang pas-pasan diberikan oleh perusahaan yang masuk ke rekening saya di Bank Mandiri tiap tanggal 25. Tapi apakah dengan status begitu saya bisa diperlakukan seenaknya? Saya membayangkan, bagaimana bila pada waktu itu saya mengambil uang di ATM untuk mengobati ibu atau bapak atau saudara saya yang sakit parah? Dengan terpaksa saya akan meminjam uang ke orang lain, itulah hal terakhir yang bisa saya lakukan untuk orang-orang seperti saya, yang hanya punya satu rekening. Setelah saya meminjam uang, kapan lagi saya membayarnya? Soalnya, Bank Mandiri tidak memberikan kepastian kapan uang tersebut dikembalikan.
Kini saya berjanji dalam hati, kalau ketiga kali saya mengalami kejadian seperti ini, saya akan berusaha dengan penghasilan yang saya punya untuk menuntut Bank Mandiri ke pengadilan. Saya harap hal ini diperhatikan agar Bank Mandiri bisa meningkatkan pelayanannya ke nasabah.
David Ferdinand
[email protected]
Antara Hukum dan Politik
SELAKU pembaca, pendengar, dan pemirsa media massa, kita semua tentu paham benar bahwa pemilu presiden merupakan salah satu implementasi demokrasi modern. Pasti, penyelenggaraannya pun mengacu pada undang-undang yang berlaku. Setelah muncul presiden terpilih, ia pun tunduk pada aturan undang-undang tanpa kecuali. Hal itu membuktikan bahwa hukumlah yang mengatur praktek politik.
Yang menjadi persoalan, kini seolah-olah muncul anggapan bahwa wilayah politik bisa mengatur domain hukum. Padahal orang-orang waras paham benar, roh konstitusi menetapkan bahwa domain hukum mengatur domain politik. Perkecualian terjadi di negara-negara yang dikuasai oleh rezim militeristik. Mereka cenderung menempatkan politik sebagai panglima, hukum dan lainnya sebatas kosmetik belaka.
Kesalahpahaman seperti itu muncul ketika pers memberitakan soal nasib seorang gubernur yang dituduh korupsi. Seolah politik yang lebih menentukan. Padahal Undang-Undang No. 30/2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah mengatur jelas. Di situ disebut Komisi Pemberantasan Korupsi diberi otoritas penuh untuk ?memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya?.
Dalam Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah juga diatur hal itu. Disebutkan dalam pasal 49: seorang kepala daerah bisa diberhentikan oleh presiden antara lain jika melanggar sumpah/janji dan mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya. Lalu diatur juga pada pasal 52 (ayat 3), ?Jika dalam proses peradilan ia tidak bersalah, yang bersangkutan harus diaktifkan kembali dan direhabilitasi selaku kepala daerah sampai akhir masa jabatannya?.
Pihak pers mempunyai andil besar dalam mendidik pembaca dan pemirsa lewat informasi yang benar mengenai suatu perkara. Soalnya, konstitusi telah menetapkan bahwa domain hukum mengatur domain politik atau cara kerja lembaga eksekutif dan legislatif, bukan sebaliknya.
Sungkowo Sokawera
Jalan Rancamanyar I No. 17
Bandung 40275
Inforial PT Toba Pulp Lestari
KONFLIK antara masyarakat dan PT Toba Pulp Lestari Tbk. (dulu PT Inti Indorayon Utama, IIU) hingga kini belum selesai. Hal itu tecermin dari laporan Majalah TEMPO Edisi 5-11 Juli 2004. Kasus ini sudah menjadi duri dalam daging baik bagi masyarakat, pengusaha, maupun pemerintah. Hal itu sangat jelas tergambar lewat judul tulisan di TEMPO, ?Selembar Ulos yang Sobek?. Judul ini sangat tepat menggambarkan kerugian material dan nonmaterial yang harus ditanggung oleh masyarakat, seperti penggundulan hutan, penyerobotan tanah, dan pencemaran lingkungan.
Ibarat berbalas pantun, menanggapi pemberitaan itu PT Toba Pulp Lestari lalu membuat Inforial di Majalah TEMPO Edisi 19-25 Juli 2004 sebanyak empat halaman. Isi Inforial terlihat meyakinkan karena menggambarkan manfaat yang diperoleh masyarakat dalam dua tahun terakhir, seperti peningkatan penghasilan sebagai buah dari kemitraan dengan perusahaan. Demikian juga dengan masalah limbah yang sangat sensitif yang sudah ditangani dengan baik. Termasuk budaya kerja yang berkembang di perusahaan itu yang demokratis. Yang paling utama, tidak tergambar sama sekali keberatan dari masyarakat atas kehadiran PT Toba Pulp Lestari. Namun timbul pertanyaan, benarkah semua yang dituliskan itu.
Dalam laporannya di Majalah TEMPO sebelumnya sangat jelas diungkapkan adanya bau bubur kayu yang meruap hingga Desa Patane, yang kira-kira berjarak lima kilometer dari lokasi pabrik TPL, ketika berkunjung ke Porsea. Kalau laporan itu keliru, PT Toba Pulp Lestari seharusnya mensomasi TEMPO, dan bukannya malah mengeluarkan uang dengan menerbitkan Inforial. Tapi, karena somasi tidak dilakukan, berarti laporan tersebut benar adanya dan Majalah TEMPO tetap berkualitas dan dapat dipercaya.
Penerbitan Inforial tersebut hanya membuktikan bahwa PT Toba Pulp Lestari ahli dalam berbohong dan memanipulasi fakta. Mereka menyusun fakta yang sepotong-sepotong kemudian menyajikannya ke publik sehingga terlihat seperti sebuah kebenaran.
Seharusnya, orang-orang pintar di PT Toba Pulp Lestari tahu bahwa untuk menyelesaikan konflik ini, yang harus diselesaikan adalah akar permasalahan. Akar masalahnya adalah tidak dipenuhinya rekomendasi Menteri Lingkungan Hidup saat itu, Emil Salim. Sang menteri jelas menyatakan bahwa Porsea bukanlah daerah yang tepat dijadikan lokasi industri pulp. Artinya, perusahaan tersebut harus ditutup karena dampak negatifnya lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh. Dengan begitu, konflik tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.
Eben Ezer Sitorus
Jalan Karya Mesjid Gg. Abadi No. 14, Medan 20117
[email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo