Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Surat Pembaca

17 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kecewa terhadap Askrindo

PERUSAHAAN kami, PT Tripatra Engineers and Constructors, telah mengajukan klaim kepada PT Askrindo atas dua surat penjaminan proyek yang bersifat tanpa syarat berupa jaminan pembayaran uang muka dan jaminan pelaksanaan proyek senilai lebih-kurang Rp 3,6 miliar.

Namun klaim kami ditolak. Askrindo mempersyaratkan agar kami melakukan pembicaraan lebih dulu dengan pihak tertanggung (yang dijamin oleh PT Askrindo). Pembicaraan tersebut telah kami laksanakan, tapi tidak membuahkan hasil.

Karena tidak ada kemajuan atas klaim itu, kami mengadukan persoalan ini kepada Direktur Asuransi Departemen Keuangan RI. Hanya, sampai hari ini, belum ada perkembangan dan tidak ada tanggapan dari PT Askrindo. Kami sangat menyayangkan sikap seperti itu.

J. PURNOMO
PT Tripatra Engineers and Constructors
Jalan Sembakung 1 Blok D-5/7
Pondok Gede, Bekasi


Pelayanan Lion Air

PADA 4 Agustus lalu, saya pergi ke Surabaya dengan maskapai penerbangan Lion Air. Karena pergi dengan bayi berusia 16 bulan, saya memesan tiket bisnis. Saya mendapat tiket kelas L (menurut biro perjalanan merupakan kelas termahal kedua) karena kelas Y (yang termahal) sudah penuh.

Namun saya menjadi bingung ketika naik pesawat. Tempat duduk yang ada adalah all economy seats, tidak ada kursi bisnis seperti pada penerbangan lain. Saya menunggu barangkali ada servis yang berbeda, tapi ternyata tidak sama sekali.

Jika penerbangan tersebut adalah all economy seats, untuk apa menjual tiket dengan harga berbeda? Bukankah ini menjadi semacam penipuan? Satu hal lagi. Setahu saya, infant seatbelt harus diberikan langsung oleh pramugari kepada penumpang yang membawa bayi. Dalam penerbangan ini, anehnya, saya harus meminta lebih dulu, baru diberi.

FEBRIYANTI PRIHARTINA
Jalan Meranti 5 A3/39, Bekasi Jaya Indah
Bekasi, Jawa Barat 17112


Mau Dibawa ke Mana Kita?

SETELAH saya membaca artikel Simalakama Suralaya (TEMPO Edisi 4-10 Agustus 2003), terlintas di benak saya demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan bahan bakar dan tarif listrik beberapa waktu yang lalu. Demo ini sudah berlalu. Yang terjadi kini biaya hidup masyarakat semakin berat.

Sebenarnya Undang-Undang Kelistrikan yang baru membuka peluang kompetisi dan masuknya swasta dalam penyediaan tenaga listrik. Tujuannya agar konsumen mendapatkan harga listrik yang murah. Yang terjadi? Privatisasi lebih mengalihkan monopoli pemerintah kepada swasta.

Ini juga terjadi dalam kasus Suralaya. Saya merasa sangat prihatin dengan kondisi pengadaan batu bara Indonesia Power untuk pembangkit Suralaya. Pengadaan batu bara justru bergeser kepada pemasok Kidco serta Adaro dan bukannya semakin mengarah kepada Bukit Asam sebagai badan usaha milik negara yang telah terbukti sebagai pemasok dengan kualitas serta harga yang lebih baik. Apalagi ternyata harganya lebih mahal. Mau dibawa ke mana kita?

IRMANSYAH
Jalan Kaktus Karang 54
Sukajadi, Batam


Koreksi Adolf Heuken

TERIMA kasih karena TEMPO Edisi 28 Juli-3 Agustus 2003 dalam rubrik Iqra telah mengangkat tema gedung-gedung ibadat tua di Jakarta dan memuat resensi atas tiga buku seri terbitan Cipta Loka Caraka. Namun dalam tulisan-tulisan itu terdapat beberapa kekeliruan. Mengingat TEMPO sering dikutip sebagai sumber acuan, izinkanlah kami mengajukan beberapa koreksi.

  1. Pada halaman 76 kolom 2 semestinya tertulis: ”…rumah tradisional bangsawan Cina… dibangun pada awal abad ke-19 dan kemudian digunakan sebagai gereja” (yaitu Gereja Katolik S. Maria de Fatima).

  2. Mimbar di Gereja Sion tidak dibuat di Pulau Formosa (Taiwan). Mimbar itu dibuat di Jakarta (pada 1695) oleh Hendrick Bruijn. Pembangunan gereja ini sebagian dibiayai dengan uang Dewan Diakon di Taiwan yang dibubarkan (halaman 81 kolom 1).

  3. Ahmad Jaketra pasti tidak identik dengan Pangeran Jayakarta, yang ditawan oleh Pangeran Ranamanggala dari Banten pada 1619 dan kuburannya ada di Kampung Katengahan Banten. Ahmad Jaketra, putra Mas Pancat dan cucu Arie Surawita, membeli tanah di Jatinegara. Ia meninggal pada 1752. Makamnya ada di dekat Masjid As-Salafiyyah (halaman 81 kolom 3).

  4. Natanael tidak pernah hijrah ke Kampung Sawah. Ia asli orang Kampung Sawah. Semua orang Kampung Sawah yang menjadi penganut Katolik sebelumnya beragama Protestan dan di antara mereka tidak ada orang Tionghoa (halaman 82 kolom 3).

  5. Ditulis bahwa Komandan Dahlan, yang memperluas Masjid An-Nawier pada 1850-an, membantu Sultan Fatahillah berperang melawan Belanda. Hal ini mustahil. Sebab, Fatahillah (yang bukan sultan) berperang melawan Portugis (!) di Sunda Kelapa pada 1527, jadi sekitar 300 tahun sebelum Dahlan memperluas Masjid An-Nawier. Sewaktu Fatahillah hidup, Belanda belum muncul di perairan Nusantara (halaman 83 kolom 2).

  6. Sultan Agung tidak pernah ke Jawa Barat, apalagi masuk Batavia. Yang benar, pasukannya mengepung Batavia dua kali, yaitu pada 1628 dan 1629 (halaman 85 kolom 3).

  7. Dalam Mesjid-mesjid tua…, kami nyatakan bahwa kami tidak menyampaikan cerita sebagai fakta/berita (lihat halaman 7 buku itu). Dan karena tidak ada banyak berita sejarah, naskah tentang masjid menjadi agak tipis (halaman 89 kolom 1).

  8. Tidak benar bahwa Masjid Istiqlal menduduki situs bekas ”Benteng Wilhelmina”. Masjid itu dibangun di atas reruntuhan Citadel Prins Frederik, yang kemudian diubah menjadi Wilhelminapark (halaman 89 kolom 3).

Demikianlah koreksi kami. Semoga TEMPO semakin dicinta karena akurat dan tepercaya.

ADOLF HEUKEN, S.J.
Penulis dan Pengelola Penerbitan Cipta Loka Caraka

Terima kasih atas koreksi Anda.


Foto Penderita Autisme

TULISAN Majalah TEMPO Edisi 21-27 Juli 2003, rubrik Kesehatan, soal autisme pada anak patut dihargai. Soalnya, kasus anak penyandang autisme akhir-akhir ini makin meningkat (menurut Yayasan Autisme Indonesia dan Konferensi Nasional Autis I, 2-4 Juli 2003). Namun, dalam penulisannya, kami mohon TEMPO tetap memegang prinsip penyajian berita yang fair.

Sebagian besar foto yang digunakan dalam artikel itu adalah foto kegiatan terapi dan sekolah yang diambil di Sekolah Permata Hati dan Permata Hati Treatment Centre. Dua sarana penanganan anak-anak penyandang autisme ini dikelola oleh Organisasi Orang Tua (Parents Group) Yayasan Permata Hati Ibu (YPHI). Tapi berita yang ditulis di artikel itu adalah kegiatan institusi lain (sekolah Highscope dan Fredofios). TEMPO sama sekali tidak menyebutkan lembaga tempat foto itu diambil.

Pendiri YPHI adalah para orang tua anak-anak penyandang autisme. Salah satu misi kami adalah menjadi lembaga yang tepercaya dalam menyediakan informasi, menangani masalah, mengembangkan potensi, serta memberikan bantuan bagi penyandang autisme dan keluarganya sehingga mereka dapat meraih kesempatan yang terbaik dalam hidupnya.

FITIRIANI KARTAWAN
Ketua Pendidikan YPHI

Kami minta maaf atas kesalahan itu. Terima kasih atas koreksi Anda.


Terorisme di Indonesia

TERORISME kembali mengguncang Indonesia. Setelah ledakan bom di Bali, giliran Hotel JW Marriott, Jakarta, yang menjadi sasaran. Peristiwa itu melumat sepuluh lebih nyawa, yang sebagian besar merupakan warga sipil yang bukan menjadi sasaran utama.

Berbagai pendapat dan pernyataan berdatangan dari pengamat, politikus, dan kalangan LSM, mengomentari kejadian mengerikan itu. Dari pendapat itu, ada yang menggelitik dari seorang aktivis hak asasi manusia. Ia justru mengeluarkan pernyataan yang bersifat menggiring opini masyarakat untuk menyalahkan aparat keamanan.

Padahal masyarakat mengetahui dengan jelas perbuatan yang dilakukan terorisme tersebut sangat biadab. Ancaman terorisme tidak bisa ditunggu, tapi akan muncul pada saat kita lengah. Untuk itu, kita perlu memberikan dukungan kepada aparat keamanan, khususnya peran intelijen, dalam rangka upaya preventif.

ERWIN GUNAWAN
Villa Kebun Raya Bogor Kav 3/2
Ciomas, Bogor, Jawa Barat


’Cover’ TEMPO

SAYA membeli dan membaca Majalah TEMPO selama ini, selain ingin mendapatkan informasi, juga untuk memperhatikan cover-nya. Sebab, cover TEMPO menjadi salah satu bagian yang menarik dari majalah ini. Untuk itu, saya selalu menunggu kehadiran TEMPO setiap pekan, apa lagi kalau bukan ingin membaca habis isi laporan utama dan memelototi cover-nya.

Yang saya tanyakan, bisakah TEMPO memuat atau menampilkan sampul muka Majalah TEMPO yang terdahulu, dari tahun ke tahun, atau dibuat per tahun. Misalnya parade cover TEMPO tahun 2002 atau tahun-tahun sebelumnya yang dibuat dalam bentuk poster besar, ukuran A2 atau A1. Apakah TEMPO membuat cover tiap edisi dengan ukuran poster? Jika ya, bagaimana saya bisa memilikinya? Terutama TEMPO Edisi 11-17 Agustus 2003, dengan cover peledakan Hotel J.W. Marriott, yang sangat bagus, tematik, tegas, dan kuat. Saya suka sekali.

FARID ARIADNO
Media Manager Mahakam Design
PT Prakarsa Media Visindo

Terima kasih atas perhatian Anda. Sayang, kami tidak membuatnya dalam bentuk poster. Tapi setiap tahun kami mengeluarkan kalender yang berisi parade cover dan Anda bisa mendapatkannya.


Gunjingan tentang Vetsin

KAMI sangat menyesalkan ulah Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), yang pada 31 Juli 2003 membuat pernyataan yang menyesatkan opini masyarakat, seolah-olah monosodium glutamate (MSG/vetsin) itu berbahaya bagi kesehatan.

Padahal Food and Drug Administration, badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat, secara resmi menyatakan bahwa MSG itu aman dan memasukkannya ke dalam daftar Generally Recognized as Safe (GRAS).

Gunjingan tentang MSG sebagai penyebab kanker, asma, gatal-gatal, Chinese restaurant syndrome (CRS), dan lain-lain juga telah dibantah oleh penelitian-penelitian di Amerika, Eropa, Australia, dan Asia. International Symposium on Glutamate yang diselenggarakan pada 1998 di Bergamo, Italia, telah menghapus segala keraguan terhadap keamanan konsumsi MSG.

Kalau kita cermati lebih dalam, kandungan MSG dalam snack yang disebut ”berbahaya” itu rata-rata hanya 130 miligram tiap bungkus. Padahal acceptable daily intake (ADI) yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1970-an adalah 153 miligram per kilogram berat badan. Ini berarti anak dengan berat badan 20 kilogram boleh mengkonsumsi MSG sebanyak 3.000 miligram sehari tanpa mengalami gangguan kesehatan.

SUNARTO PRAWIROSUJANTO
Ketua Umum Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus